Bagian. 60

58 4 0
                                    

"Tante..... Saya minta maaf, ini semua salah saya, saya yang telah membuat Devan terbaring lemah di rumah sakit, saya benar benar minta maaf" Ucap rea dengan nada rendah, dan tak lupa ia menundukkan kepalanya, ia benar benar takut harus berhadapan dengan Reni.

Reni tersenyum simpul kearah rea.
"semua ini sudah takdir, boleh kah saya bercerita berdua dengan mu?"

"Tentu saja bisa tante" ucap Rea bersemangat, untung saja Reni tidak marah padanya. Padahal Rea sudah yakin jika Reni akan memarahi nya.

"panggil mamah saja" ucap Reni tersenyum simpul. "mari ikut" kemudian Reni menarik lengan Rea. Rea hanya menurut dan mengikuti langkah Reni, Sebenarnya Rea tidak tau mau dibawa kemana dirinya, tapi iji sebagai bakti nya kepada Reni. Rea harus menebus semua kesalahan nya.

Rea terkejut saat Reni membawa nya ke Taman Rumah sakit, Reni menutun Rea untuk duduk di sebuah kursi yang terbuat dari kayu bercat coklat tersebut.

"kamu pasti tidak tentang penyakit Devan bukan?" tanya Reni to the point.

Rea benar benar terkejut, kening Rea berkerut. "Penyakit? Maksud tant.... Eh mamah" ralat Rea gugup.

"Jika tante jujur padamu, apakah kamu mau membantu tante? Tante mohon sama kamu" Reni tampak bergetar, ia memegang tangan Rea erat.

"Jika Rea bisa membantu nya sudah pasti Rea akan membantu mah"

"Devan terkena Kanker Otak stadium 2"

Seakan petir di siang bolong, dekat jantung Rea berdetak lebih kencang. Rea menatap Reni tak percaya, bibirnya kelu tak bisa menjawab perkataan Reni barusan.

Air mata Reni mulai turun membasahi pipi yang sedikit mengerut.

"Devan...... Devan sudah lama mengidap kanker otak, lebih tepat nya kelas 3 smp, dia tidak ingin orang orang mengetahui rasa sakit nya, hanya keluarga dan kedua sahabat Devan" Reni menjelaskan dengan nada suara bergetar hebat.

"Tante sudah paksa Devan untuk cek up kedokter, bahkan tante sudah bosan mengingat kan nya, tapi Devan tak pernah menurut, dia selalu menolak dengan alasan yang tidak masuk akal, termasuk Kamu rea"

"Saya tante?" tanya Rea menunjuk dirinya sendiri, ia tak mengerti mengapa diri nya disangkut pautkan.

"Iya.... Devan begitu mencintai mu Reani, dia bahkan sering melanggar perintah tante hanya demi kamu, awalnya tante benci kamu karna kamu penyebab semua ini, tapi tante tau pilihan Devan tak pernah salah. Apakah kamu ingat kado dari Devan? Kamu tau bagaimana perjuangan Devan membeli nya? Dia harus melewati cek up nya dan malah hujan hujanan mencari kado untuk mu, bahkan pulang nya Devan sakit keras, Rasa sakit di otak nya terus menggerogoti nya" Reni menangis tersedu sedu, air mata nya banyak berjatuhan.

Begitu pula dengan Rea. Rea tidak bisa menahan air matanya saat tau bagaimana kondisi Devan sebenarnya. Sosok laki laki yang hangat, kuat, dan selalu ada untuk nya, ternyata Rapuh. Rea tertekan saat tau Devan begitu memprioritaskan dirinya.

"Tante mohon sama kamu Rea..... Ajak Devan untuk cek up ke dokter, hanya kamu satu satu nya harapan tante... " Reni memegang tangan rea mengelus nya pelan, berharap Rea bisa membantu nya.

"Tolong buat dia bahagia di sisa umur nya yang tak lama lagi......" lanjut Reni.

Rea tak menjawab ia hanya menatap wajah gusar Reni. Air mata mulai turun membasahi pipi mulus Rea.

"Sejak tabrakan kemarin, kanker otak Devan sudah semakin parah, sekarang sudah menjalar stadium 3, dokter bilang hanya keajaiban tuhan yang bisa menyembuhkan nya"

"Tante mohon padamu, bahagia kan Devan di sisa usia nya...... " Reni berlutut di hadapan Rea. Sungguh Rea benar benar tak habis fikir.

"Tante.... Tante jangan seperti ini"  Rea membantu Reni untuk kembali duduk di samping nya.

-PLUTO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang