"Ibu Reani, kami pihak kepolisian sudah menemukan dalang di balik tabrak lari bapak Devan" sahut seseorang disebrang sana.
"Siapa?"
"Setau kami dia satu sekolah dengan anda. Dia.... "
Deg. Bagai petir di siang bolong. Rea melotot tak percaya, dengan mulut setengah terbuka. Apa pendengar nya masih baik? Apa yang dikatakan pihak kepolisian ini benar adanya?
"kami tunggu anda di kantor polisi. Pelaku sendiri sudah kami tangkap" suara polisi tersebut berhasil mengagetkan Rea.
"baik" setelah itu Rea menurut telpon nya.
Gesya dan Lia yang sedang menikmati cemilan nya di kantin dibuat kebingungan dengan Rea yang melamun setelah menerima telpon. Lia menyenggol lengan Rea pelan, namun tak kunjung mendapat balasan.
"RE! WOY!" teriak Lia menggeprak meja. Rea langsung gelagapan. Ia menoleh ke arah Lia, amarah Rea pun sudah memuncak.
"Apaan sih? Mau bikin gue jantungan?" sewot Rea tak terima.
"abisnya loh ngelamun mulu"
"Re, ngelamunin apa?" tanya Gesya halus. Rea langsung menegang, pundak Rea bergetar.
"Kita ke kantor polisi sekarang!" titah Rea yang sudah berdiri dari duduknya. Dan berjalan terburu buru.
"Woy kemana woy! Ngapain dah ke kantor polisi? Emang perbuatan gue barusan fatal ya Ges? Sampe mau di laporin ke polisi? Bisa gawat ini!" cerocos Lia yang masih memegang snack. Gesya hanya geleng geleng kepala melihat nya.
"udah ikutin aja!" Gesya menyusul Rea dengan terburu buru. Gesya menyempitan matanya saat Rea menuju kelas Kekasihnya, Leon. Itu artinya kelas Devan juga. Dan untuk apa? Berbagai macam pertanyaan ingin Gesya lontarkan. Namun ia melihat jika Rea sedang gelisah. Lebih baik nanji saja, dari pada Gesya kena batunya.
"Dev, ikut gue ke kantor polisi sekarang!" Rea menggeprak meja pelan. Membuat lelaki yang sedang mengobrol itu memalingkan tatapan pada Rea.
"ngapain Re?" tanya Leon menyudahi bermain game nya.
"ikut gue sekarang!" titah Rea berlalu terburu buru, meninggalkan mereka semua dengan berbagai pertanyaan.
*****
Entah bagaimana caranya Rea bisa mendapat izin dari guru piket. Yang jelas tadi sedang istirahat dan Rea tidak mungkin kabur, bisa saja namun ia enggan melakukan nya. Sekarang mereka sedang terburu buru menuju kantor polisi. Tak ada yang diberi tahu alasan mengapa Rea mengajak mereka semua kesini. Yang jelas dari ekspresi Rea ia sangat begitu gelisah.Setelah hampir satu jam terjebak macet menuju kantor polisi, Akhirnya mereka sampai. Rea lebih dulu turun terburu buru, menghampiri polisi yang tadi menelpon nya.
"Saya Reani pak!" Ucap Rea yang baru datang pada polisi paruh baya itu. Polisi yang merasakan ada yang berbicara dengan nya, melepas map ditangan nya dan menatap Rea.
"anda bu Reani? Baik tunggu di sana, saya akan membawakan sang pelaku" Pak polisi menunjukkan ke arah ruang tunggu, yang berjejeran kursi disana. Rea mengikuti apa yang diperintahkan pak polisi, tak lama dari itu sahabat-sahabat Rea datang dengan terburu buru, menyusul Rea duduk.
"Re kenapa? Lo bikin gue jantungan tau gak!" protes Gesya yang berada di samping Rea. Gesya nampak gelisah sama seperti Rea.
"Ralat. Gak cuman lo Ges, gue juga kali" Devan membenarkan omongan Gesya. Memang benar tidak hanya Gesya yang kaget tapi semua yang ada disini. Mata Rea menyapu satu persatu sahabat nya, ia tak melihat Sastra ada di sana. Ia tak begitu memperdulikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
-PLUTO-
Teen FictionIni bukan cerita bad boy dan bad girl yang bertemu lalu jatuh cinta, ini hanyalah cerita anak SMA yang berusaha mencari kembali kepingan hati yang hilang ditelan waktu.