Bagian. 61

86 2 0
                                    

"Re, loh yakin gak mau pulang? Gue gerah nih pengen mandi, lagian Devan juga lagi istirahat, pulang yuk?" ajak Gesya yang sedari tadi geram hanya bulak balik di hadapan Rea. Ia ingin pulang tapi tak mau meninggalkan Rea.

"Gue harus nungguin Devan, kasian dia"

"Re loh harus pulang! Loh jangan Egois dong! Loh belum makan, dan tubuh loh udah bau banget" timpah Gesya dengan nada sedikit tinggi.

"Nurut aja Re, kita semua udah berusaha jagain Devan ko" Geo ikut bersuara menatap Rea dengan seksama, Rea hanya menatap mereka semua sekilas, kemudian kembali menatap Devan yang terkujur lemah.

Memang sejak tadi, sahabat sahabat Devan datang menjenguk, termasuk Sastra.

"pulang ayok!" Lia menarik tangan Rea secara paksa, ia sudah habis kesabaran.

"iyaa iya, pulang iya, biasa aja kali Li, loh suka sama gue, pake tarik tarik tangan gue segala?" protes Rea berdiri dari duduk nya. Terpaksa Rea harus meninggalkan Devan, sebenarnya Rea tak tega harus meninggalkan Devan, ia tetap merasa bersalah. Bukan karna ia mencintai Devan, tapi karna ia merasa bersalah.

"Oke, gini gini, gue pulang sama Gesya, Lia sama Geo, dan Rea biar Sastra yang anterin, paham?" Jelas Leon berusaha mengatur semuanya, ia sekarang seperti seorang raja saja yang memerintahkan sesuka hatinya.

"Idih itumah maunya loh!" sinis lia menatap Leon geram. "Gue sih ogah sama Geo! Amit amit 7 turunan deh!" Lia mengelus elus perut nya sambil menatap jijik Geo.

"jangan gitu li, entar jodoh tau rasa" Ejek Gesya diselangi dengan gelak tawa nya, di ikuti oleh semuanya.

"AMIN!" teriak Geo kencang sambil merapal kan beberapa Doa.

"Thanks Ges, doa loh bener bener mujarab banget, moga aja gue jodoh sama Lia, iya gak Li?" tanya Geo genit ke arah Lia. Sedangkan Lia hanya melotot ke arah Geo.

"Udah yuk ah jalan!" Sastra bersuara, berjalan terlebih dahulu keluar ruangan Devan.

"Cie gak sabar banget mas nya mau nganterin Rea!" goda Geo menyenggol Sastra.

Deg. Rea jadi salah tingkah, apa benar yang di katakan Geo barusan? Sastra sudah tidak sabar akan mengantar nya pulang?

Mereka berjalan menuju parkiran rumah sakit. Sesuai yang diperintahkan Leon, kita semua berpencar, menaiki motor masing masing.

Rea berbeda dari yang lain, jika arah rumah Gesya dan Lia lurus, lain dengan Rea, jalan rumah Rea belak belok seperti nya jalan ini mendukung Rea dan Sastra untuk berlama lama.

Selama perjalanan Rea dan Sastra saling bungkam tak ada obralan sama sekali. Jujur Rea sangat gugup, entah lah hatinya benar benar tidak bisa di ajak damai.

"Re, loh jadian ya sama Devan?"

Skakmat. Pertanyaan Sastra membuat Rea mematung seketika, ia bingung harus menjawab apa.

"Enggak, kita teman" jawab Rea santai, menutup rasa gugup nya.

"Teman? Syukurlah! Setidaknya ada lowongan" ceplos Sastra dengan wajah polos nya.

Rea langsung melongo seketika, ia tak salah dengar? Apa kabar dengan telinga nya? Baik baik saja?

"plis jantung gue kenapa ini?" tanya Rea dalam hatinya.

"lowongan? Maksudnya?" tanya Rea polos, ia benar benar dibuat tak mengerti.

"Gak usah di pikirin, gue boleh nanya sesuatu?"

-PLUTO-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang