Kenapa Bukan Aku

13.7K 569 56
                                    

Joanna menuju ruang atasannya dengan langkah tergesa-gesa. Sesampainya di depan pintu dengan cepat dia memutar handle, masuk tanpa mengetuk atau ucapan basa-basi yang biasa terjadi antara karyawan pada atasan.

Brak

Joanna membanting map tebal yang dia bawa ke meja redaktur. Atasannya tersentak, kaget dengan sikap Joanna yang tidak sopan.

"Apa-apaan kamu, Jo?" tanya Bayu dengan berkerut kening. Joanna memicingkan mata, tanda dia tidak sedang kondisi baik untuk menjawab. Sekalipun pertanyaan retoris itu diajukan oleh Bayu, redaktur yang punya wewenang atas dirinya di kantor. "Katakan ada apa?" ucap Bayu dengan nada bicara lebih tinggi.

"Saya tidak terima. Bagaimana bisa Anda mengoper TOR saya pada yang lain, ini tidak adil. Pak Bayu yang terhormat," protes Joanna.

"Itu hak saya. Harusnya kamu senang dapat tugas lebih mudah, ketimbang pergi ke tempat yang berpotensi terjadi kericuhan," sanggah Bayu, "mau apa kamu ke lokasi konflik yang sedang mendidih. Biarkan Silvi yang mengambil liputan di sana. Kamu cukup berikan laporan aktual kecelakaan beruntun di tol Jagorawi untuk breaking news siang ini. Cepat berangkat mumpung masih pagi!"

Bayu tak mengindahkan interupsi Joanna. Dia memakai kacamatanya kembali sebelum berkutat dengan laptop untuk mengoreksi naskah yang masuk. Kinerjanya sebagai redaktur punya peran vital dalam menyampaikan sebuah berita, sebagai pihak pertama yang menerima naskah, foto ataupun video hasil jurnalis berburu informasi di lapangan.

"Pak Bayu meremehkan saya? Bapak pikir saya tidak bisa mengorek kasus panas, begitu?!" sergah Joanna dengan senyum sinis terukir di sudut bibir.

"Kalimat mana yang menyatakan sikap saya meremehkan kamu? Jangan membesarkan masalah yang tidak perlu, Jo! Keluar sana. Tugas saya banyak, bukan cuma mendengar keluhanmu."

Joanna memanas sebab terang-terangan diusir oleh redakturnya sendiri. Dia mengerucutkan bibir, menahan kalimat bantahan keluar dari mulut. Diambilnya map yang dia banting tadi, didekap sembari berjalan keluar ruangan dengan hentakan kaki. Dalam hati Joanna merutuki sikap atasannya yang menyebalkan, "Pagi hari dengan mood yang buruk bakal bikin hariku makin buruk."

"Gimana?" cecar Robby. Sang kameramen bertanya, saat mendapati Joanna keluar dari ruang redaktur dengan muka masam.

Joanna menggeleng.

"Apa jawaban Pak Bayu," desak Robby ingin tahu. Dia penasaran apa yang terjadi di dalam ruangan tadi, sampai membuat rekan kerjanya mengerucutkan bibir dengan tatapan menahan kesal.

"Bukan jawaban tapi hinaan. Dia bilang, lebih baik gue pergi ke Jagorawi sebelum telat. Lo tahu nggak, kata-katanya itu ngeremehin gue, sialan banget," gerutu Joanna yang berdiri di depan kubikel sambil merapikan peralatan tulis juga keperluan untuk bertugas di lapangan.

"Sabar, investigasi hotnews kali ini bukan rejeki lo." Robby berusaha menghibur rekan kerjanya. "Jo, tadi laki lo telpon tuh, kaget gue."

"Kalem aja Rob, bilang apa dia?" tanya Joanna sambil terkikik menertawakan muka cemas Robby.

"Nggak bilang apa-apa. Nanyain lo di mana gitu doang. Begini, Halo, bukankah ini nomer meja Joanna? Gue iyain. Gue bilang kalau lo lagi ada urusan sama redaktur. Terus dia bilang lagi, Kalau dia kembali katakan saya menelpon. Udah, gitu doang," terang Robby dengan gerakan tangan dan bibir yang didramatisir saat bercerita pada Joanna.

"Harusnya lo bilang, nggak tahu gue ada di mana."

"Kurang kerjaan banget dia, nelpon ke hape apa susahnya? ngapain nelpon ke nomer meja lo segala," gerutu Robby.

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang