Mandala gelisah sejak meninggalkan kubikel Joanna. Air muka wanita itu tidak menyenangkan setelah keluar dari ruangan Bayu. Mandala punya firasat kuat, kalau Joanna sedang tidak baik-baik saja. Tetapi, dia tidak tahu ada apa dan kenapa? Lagipula, Mandala akan sulit mendekat kalau ada Robby yang selalu menempel di sisi Joanna.
Layouter itu meraih telepon genggam yang tergeletak di sebelah kanan meja kerja. Sigap dia mengetik pesan untuk Joanna."Jo, makan siang bareng, bisa?" laki-laki itu sekarang lebih berani mengungkapkan isi pikirannya. Sudah tak ada yang perlu ditutupi, toh wanita itu tahu kalau Mandala punya rasa suka.
Tak lama kemudian, balasan yang Mandala tunggu membunyikan nada pesan masuk. "Aku ada janji sama Robby, masih di lapangan ini. Maaf."
Mandala terdiam lesu. Dalam hati merutuki keberadaan Robby yang selalu merepotkan. Namun, Mandala tidak kehabisan akal. Dia menginginkan pertemuan dan obrolan personal, hanya berdua. Bagaimanapun caranya, sang layouter mengusahakan hal itu bisa terjadi, "Aku ingin mengobrol. Pulang nanti kuantar, gimana?"
"Aku balik ke kantor rada malem."
"Nggak apa-apa, aku biasa pulang malem ini. Oh ya, file desain untuk artikel promosi yang kamu tulis sudah kukirim. Untuk perencanaan ambil gambar dan konsep, nanti bisa langsung diurus bagian periklanan," tulis Mandala jujur. Disamping rasa ingin jumpa yang begitu melanda, pun ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Anggap saja sambil menyelam minum air.
"Oke, see you." Balas Joanna singkat. Dia sedang buru-buru ke lokasi bencana banjir di sekitar pintu air Manggarai.
"Siapa, Jo?" tanya Robby lugas. Sedari tadi dia mengamati gerak-gerik Joanna yang nampak asik berbalas pesan. Benak laki-laki itu menduga-duga, siapa orang yang bisa membuat Joanna tersenyum. Padahal, sejak keluar dari ruangan Bayu, wanita itu murung dan diam saja.
"Bukan siapa-siapa," jawab Joanna bohong.
"Bilang aja, siapa orang yang bisa bikin lo senyum-senyum sendiri gini?" cerca Robby penasaran. Dia sungguh ingin tahu, entah atas dasar apa, murni ingin tahu atau ada perasaan lain yang hadir dalam hatinya. Yang pasti, Robby mulai tidak suka melihat Joanna dekat dengan laki-laki lain, apalagi rekan di kantor.
"Oke karena lo maksa. Gue mau bilang sesuau." Joanna beringsut miring, tangan kirinya berada di atas sandaran jok dengan kaki kiri dilipat lalu naik di atas dudukan. Wanita itu menatap lamat Robby yang sekarang duduk berhadapan dengannya, "Janji ya, jangan bilang siapa-siapa?" pinta Joanna kemudian.
"Apa nih, keknya serius banget." Robby menegakkan badannya, menatap wajah Joanna tak kalah intens.
"Dia suka sama gue, Rob. Aneh nggak sih?" tanya Joanna lirih. Wanita itu memelankan suara karena mereka sedang dalam perjalanan, ada pak sopir yang bisa saja mendengarkan obrolan. Maka dari itu, Joanna sangat berhati-hati dalam berucap. Itupun dia celingukan melihat pak sopir beberapa kali, baginya membicarakan masalah pribadi harus tertutup dan aman.
"Yang tadi?"
"Bukan. Ih lo nggak peka banget sih," gerutu Joanna seraya menyilangkan kedua tangan di dada.
"Lalu siapa?" tanya Robby sambil menaik-naikkan alis. Laki-laki itu tidak mengerti siapa yang Joanna maksud.
"DL."
"What? Apa lo bilang? Jangan ngaco deh, Jo. Itu nggak lucu sama sekali," sergah Robby tidak terima. Dia kaget sekaligus bingung dengan keadaan yang terjadi. Bagaimana bisa Mandala menyukai Joanna, dan Joanna tahu hal itu? sejak kapan, apa yang terjadi dan tidak dia ketahui? Benak laki-laki penyuka olahraga futsal itu tak hentinya bertanya pada diri sendiri. Saat ini, ujung lidahnya menahan kalimat, "Gue nggak suka lo deket sama di, Jo. Bukan cuma DL, Bayu atau siapapun. Gue nggak suka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Diurnarii
RomanceSampai kapan seseorang bisa memegang komitmen, apabila berdiri di persimpangan antara yang benar dan yang diinginkan? Sanggupkah dia menentukan pilihan?