Aku Tidak Main-Main

1.2K 77 5
                                    

Selamat Membaca
Jangan lupa klik ikon bintang, sebagai bentuk apresiasi buat Emak yang lagi galau ini. Udah gitu aja, nanti malah jadi curhat

Terima kasih

Bayu menatap sengit pada tiga staf yang duduk di hadapannya, Robby, Joanna juga Mandala. Mereka berempat sedang tidak akur dalam diamnya. Saling memendam tidak suka antara satu dan yang lain. Namun, mau tak mau mereka harus bekerja sama atas dasar etos kerja tim yang solid.

"Kalian paham tidak!? hardik Bayu.

Ketiga anak buahnya berjingkat. Sesaat kemudian, Mandala, Joanna dan Robby beradu pandang, masing-masing heran dengan perubahan sikap Bayu. Redaktur berusia tiga puluh dua tahun itu, sebelumnya tidak pernah membentak karyawan. Kenapa sekarang Bayu bersuara lantang dengan mimik muka tidak bersahabat.

"Paham Pak," jawab mereka serempak. Joanna sampai mengangguk pelan, baru kali ada rasa sedikit takut berhadapan dengan Bayu.

"Mandala, apa yang kamu pikirkan? Sampai keluar begitu saja dari ruang rapat. Kamu tidak menghormati saya? Apa saya memberimu izin untuk pergi?" bentak Bayu dengan tatapan tajam. Redaktur itu berdiri dengan kedua tangan bertumpu pada meja kerja. Ia geram dengan ulah timnya yang semakin tidak bisa diandalkan.

"Saya hanya ingin mengantar Joanna, Pak. Karena, saya tahu dia sedang tidak dalam kondisi baik secara fisik maupun psikis," dalih Mandala.

Robby berdecih lalu menimpali, "Sok tau banget lo. Yang tau soal Joanna itu cuma gue."

"Tapi kemarin itu Joanna emang lagi—"

BRAK

"STOP! Kalian bisa diam tidak!" Bayu semakin naik darah melihat dua laki-laki di depannya merasa dekat dengan Joanna. "Saya tidak mau hal itu terulang lagi. Paham kalian!"

Mereka bertiga mengangguk tidak yakin. Saling menaruh curiga satu sama lain, Joanna pun begitu. Wanita itu cuma bisa bersabar melihat Robby dan Mandala yang berselisih paham, tapi tidak jelas apa yang keduanya ributkan.

"Mulai sekarang saya tidak mau ada yang walk out dari rapat. Dengan alasan apapun, kecuali memang sakit!" tegas Bayu berapi-api. Laki-laki itu dengan mudah tersulut emosi. Dia tak bisa menyurutkan ego yang meluap. Bayu sadar kalau dia tidak suka melihat Robby atau Mandala dekat dengan Joanna.

"Baik Pak," jawab Mandala. Sang layouter tersenyum sinis, menertawakan Robby yang kentara menunjukan rasa cemburu.

"Sekarang kalian keluar kecuali Joanna," perintah Bayu sebelum duduk lagi di kursi kerjanya, "siang ini tugas kalian harus siap, desain juga video pendek yang saya minta."

Joanna memandang Robby dan Mandala yang melangkah pergi. Lalu beralih menatap Bayu dengan alis bertaut. "Kenapa gue harus tinggal?" batin Joanna.

Bayu masih memainkan jarinya di atas keyboard. Selama beberapa menit, mereka berdua duduk di sana. Saling berhadapan di meja kerja Bayu dengan posisi karyawan dan atasan. Laki-laki itu sengaja membuat Joanna menunggu, biar saja kalau mau marah. Justru Bayu suka melihat Joanna yang cemberut atau ketika menyanggah argumennya. "Kenapa nggak protes, Jo?" batin Bayu.

"Pak ...."

"Ini yang kutunggu. Kamu mulai nggak sabar."

"Untuk apa saya masih di sini? maksud saya, kalau tidak ada yang perlu dibicarakan, ada baiknya saya kembali ke kubikel," usul Joanna.

"Interupsi ditolak!" batin Bayu sambil menahan tawa supaya tidak meledak.

Mimik muka dan sorot mata kesal yang nampak di wajah Joanna sungguh membuatnya gemas. Bayu tidak merasa berdosa membiarkan Joanna berdialog seorang diri. Laki-laki itu masih asik menyusun deretan calibri ukuran empat belas favoritnya.

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang