Mereka Harus Tahu

1.8K 130 24
                                    

Mohon dukungan dari teman-teman pembaca untuk cerita ini dengan menekan bintang.


Terima kasih

Rizki berkali-kali menengok ke arah pintu lobby Alpha TV, namun yang ditunggu tak kunjung tampak batang hidungnya. Dia mulai tak sabar, karena gerimis mulai turun dan maalm semakin larut. 

"Biasanya karyawan pulang jam berapa ya, Mas?" Rizki bertanya pada satpam penjaga di pintu masuk kantor tempat Joanna bekerja.

Satpam muda itu mengepulkan asap rokok sebelum menjawab pertanyaan Rizki. "Di sini ada yang shift malam juga, Pak. Jadi, jam pulangnya beda-beda."

"Maksud saya, untuk karyawan yang masuk pagi," imbuh Rizki.

"Oh ... kalau lembur bisa sampai tengah malam Pak. Apalagi kalau ada rapat direksi," jawab Satpam itu sebelum dia menyesap rokoknya lagi.

"Mas sudah lama kerja di sini?" Rizki mencari obrolan agar tidak jenuh menunggu Joanna.

"Sekitar dua tahun Pak. Silakan." Satpam itu menyodorkan rokok beserta korek api pada Rizki. Yang ditawari menggeleng, seraya menolak dengan gerakan tangan. Dia menepis rokok yang harusnya diraih, kalau Rizki mau.

"Maaf, saya pikir Bapak merokok. Kalau boleh tahu, Bapak menunggu siapa?" satpam itu mengantongi rokoknya lagi ke saku baju seragam.

"Joanna."

"Mbak Jo?"

"Joanna Anggita," tegas Rizki.

"Ya saya tahu. Siapa yang nggak kenal Mbak Jo, dia reporter senior di sini. yang katanya ada cinlok sama Mas Robby," terang satpam itu tanpa basa-basi.

Rizki terhenyak, kaget dengan pernyataan yang didengarnya. Selama ini, dia memang kurang suka melihat kedekatan Robby dan Joanna. Rizki bisa menerima kenyataan, jika mereka sudah lama jadi rekan kerja, sebelum dia menikah dengan Joanna.

Keadaannya sekarang, Rizki tak bisa menolak tuntutan kerja yang mengharuskannya berada di luar pulau. Waktu yang dia habiskan bersama Joanna dalam satu bulan bisa dihitung dengan sepuluh jari, selebihnya pernikahan mereka berjalan di tali hubungan jarak jauh. Bukan Rizki tak percaya pada istrinya. Yang menjadikan Rizki keberatan adalah, sikap Robby pada Joanna yang kerapkali tak menganggap keberadaan Rizki sebagai suami.

Menurut Rizki, kedekatan Robby dan Joanna perlu pembatas yang jelas, mengingat wanita yang dinikahinya haruslah menjaga diri dari pandangan buruk dan fitnah. Seringkali Rizki mengingatkan Joanna untuk menjaga sikap, namun tak diindahkan. Apalagi kalau Rizki dihadapkan dengan dalih Joanna, "Apa Mas tak menaruh percaya?" Laki-laki itu tak punya argumen untuk menyanggah istrinya. Sebab, Joanna pun tak pernah berprasangka buruk pada Rizki, yang juga kerja di lingkungan yang bebas.

Sebagai suami yang harusnya mengayomi dan memberikan rasa aman. Rizki tak bisa menuntut Joanna mengerti dengan apa yang dia inginkan. Selama ini, dia mencoba percaya dan ingin terus percaya pada Joanna, sosok wanita yang tak mau diragukan.

Rizki mendebas, menimbang logikanya untuk menyusul Joanna ke dalam kantor. Sudah setengah jam yang lalu istrinya membalas pesan darinya, "Tunggu di luar aja, Mas. Aku segera turun." Tapi apa?

"Saya permisi dulu, Mas," pamit Rizki pada satpam muda itu. Dia mempercepat langkah kakinya, sebab tiba-tiba perasaan tidak enak mengganggu pikirannya.

Rizki segera menekan tombol angka lima saat berada di dalam lift. Dia pernah satu kali bertandang ke ruang kerja Joanna, dulu sebelum mereka menikah, kala itu Joanna minta dijemput karena lembur.

Berbanding terbalik setelah Joanna menikah. Wanita itu sering menolak diantar jemput Rizki, malah lebih sering pulang pergi bersama Robby sekalipun Rizki ada di rumah. Suami mana yang tidak cemburu? Ditambah lagi gosip-gosip tak enak yang sering terdengar. Percaya pada Joanna itu seperti mustahil dilakukan.

Rizki meraih telpon selulernya untuk member tahu Joanna, kalau dia ada di dalam kantor. Hampir sampai ke lantai lima.

"Mas Rizki?" seru Joanna.

Keduanya bersitatap, tepat saat denting pintu terbuka, Joanna berdiri di depan lift yang dipakai Rizki.

"Apa masih lama lagi?" tanya Rizki otoriter. Dia ingin menunjukkan dominasinya pada dua laki-laki yang berdiri sejajar dengan Joanna. Dua laki-laki yang sama ketika Rizki menjemput Joanna dua hari lalu, Robby dan Mandala.

"Nggak Mas. Ini aku udah mau turun," jawab Joanna.

"Baiklah, mari pulang." Rizki menggeser badannya ke samping.
Joanna, Robby dan Mandala masuk ke dalam lift. Keempat orang itu hanya saling diam, mereka sama-sama canggung, pun tidak nyaman.

Robby yang tidak ingin terlihat kaku memutuskan menyapa lebih dulu. "Bagaimana bisnisnya saat ini, Mas?" tanya Robby ragu-ragu.

"Alhamdulillah lancar. Kabarmu sendiri bagaimana?" Rizki berusaha tetap baik pada Robby. Karena dia tak punya alasan untuk tiba-tiba berlaku buruk.

"Saya sehat," jawab Robby.

"Oh ya, kenalin Mas. Ini Mandala." Joanna memperkenalkan Mandala pada suaminya. "Mandala, kenalin ini Mas Rizki—"

"Suaminya Joanna!" potong Rizki. Dia mengulurkan tangan dengan senyum mengejek pada Robby dan Mandala.
Rizki merasa menang atas Joanna, tak ada yang bisa mengubah legalitasnya sebagai pasangan yang sah, di mata agama juga negara.

Sebagai suami , Rizki tak menampik kenyataan, kalau Joanna wanita yang pandai bergaul. Dari sebelum menikah, dia berulang kali dibuat cemburu soal kedekatan Joanna dengan rekan kerja juga temannya semasa kuliah. Tidak sedikit di antara laki-laki yang dekat dengan Joanna merasa suka, dengan cara wanita itu membawa diri dan menyesuaikan lawan bicara.

"Senang bisa berkenalan dengan Anda," kata Mandala. Dia membalas jabat tangan Rizki dengan keramahtamahan yang tulus.

"Mari, kami duluan." Rizki berpamitan pada Robby dan Mandala, direngkuhnya pinggang Joanna sebelum mereka keluar dari lift.

"Lepas Mas, malu dilihatin banyak orang." Joanna menepis lengan Rizki yang melingkar di pinggangnya. Namun Rizki urung melepas pelukan itu. "Mas tolong! Jangan bikin aku malu."

Joanna menghentakkan kaki, langkahnya berhenti di teras kantor. Dia tidak suka dengan sikap Rizki pada rekan kantornya tadi, juga perlakuannya yang berlebihan di tempat kerja.

"Kenapa, tidak ada yang salah bukan?" sanggah Rizki. Dia tak ingin lagi mengalah dengan sudut pandang Joanna, sebagai suami tidak ada larangan untuknya memeluk istri sendiri sekalipun itu terjadi di tempat umum. Lagipula, menurut Rizki yang dia lakukan bukan tindakan vulgar yang berlebihan, hanya sebatas merengkuh pinggang. Bahkan, pasangan muda-mudi yang cuma pacaran saja kerapkali bermesraan seperti itu.

"Sikap Mas itu, childish. Untuk apa memelukku di tempat kerja seperti tadi?"

"Mereka harus tahu, Jo!" tegas Rizki.

"Tahu apa, Mas?" sela Joanna yang tidak mengerti maksud Rizki.

"Mereka harus tahu kalau kamu udah nikah, Jo. Mereka harus tahu jarak aman yang harus dijaga denganmu. Karena Mas tahu kamu nggak mau membuat jarak dengan mereka!" hardik Rizki.

"Berapa kali kubilang, aku nggak suka dibatasi, Mas!"

Joanna menepis tangan Rizki yang berusaha merengkuhnya lagi.

"Aku mau pulang!" sergah Joanna seraya berlalu meninggalkan Rizki.

"Jo ... Kamu mau kemana?"

~~~~~

Coba tebak mau kemana itu si Jo?
Ada yang tahuuuu ....

Pengumuman:
Kalau ada yang ingin bertanya silakan, Emaknya nunggu pertanyaan dari pembaca nih ....

FaQ udah mulai disusun, jangan sampai ketinggalan untuk bertanya ya.

See you

Regards

Yuke Neza

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang