Mendadak Khawatir

1.3K 91 5
                                    

Hallooo jumpa lagi kita, ada yang nungguin update cerita ini kah? Ada nggak sih? Hehe
Kabar bahagianya, cerita ini bakal rutin update seperti biasa. Tiap hari Senin dan Jum'at.
Jangan lupa klik bintang ya, terima kasih.

"Hai, Di. Aku mau nanya sesuatu nih?" ucap Joanna saat masuk ke ruangan Mandala yang pintunya dibiarkan terbuka. Wanita itu duduk di kursi di kursi tamu depan meja kerja Mandala.

Mandala menegakkan punggungnya sembari tersenyum ramah pada Joanna. "Ada apa? Bukannya kamu--"

"Em iya, aku mau izin nggak ikut diskusi. Sebelum itu, aku pengen mastiin sesuatu dulu, ini ada hubungannya sama kamu," sela Joanna.

Mandala terhenyak dengan alis bertaut. Dia lantas bertanya, "Ada apa?"

Joanna melipat kedua tangannya di atas meja, dengan sorot mata tajam menatap Mandala yang bingung sekaligus penasaran. "Jadi gini, apa bener kamu yang ngasih nomer pribadiku pada Bayu, maksudku Pak Bayu?" tanya Joanna lugas.

Mandala tertawa pelan lalu menyesap pelan kopi keduanya hari ini.

"Malah ketawa sih, aku nanya serius." Joanna berdecak sebal. Menurutnya tidak ada yang lucu lagi pantas ditertawakan.

"Bentar, aku ngirim file ini dulu." Mandala meminum kopinya lagi sampai tinggal ampas, lalu menekan tombol enter di keyboard personal computer-nya.

"Jawab, Di. Jangan bikin sebel ih," bujuk Joanna dengan raut muka masam. Dia tidak suka dibuat penasaran.

"Iya, waktu itu aku lagi diskusi sama Pak Bayu. Dia bilang kontak bisnismu nggak bisa dihubungi, ya aku bilang kalau kamu punya kontak lain. Apa aku salah?" ungkap Mandala jujur.

"Bukan gitu. Cuma aku heran aja pas Pak Bayu ngirim pesan, waktu kutanya dari mana dapet nomerku. Jawabnya cuma dari temen, yang kutuduh malah Robby." Joanna menunduk seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ada perasaan tidak enak menuduh Robby tanpa sebab, sebelum dia mencari tahu kebenarannya.

"Robby marah? atau kamu keberatan kalau Pak Bayu tahu nomermu itu?" selidik Mandala. Mendadak rasa bersalah pun hinggap di dirinya ketika melihat perubahan sikap Joanna. "Jo, aku minta maaf kalau yang kulakukan itu nggak berkenan untukmu."

Tiba-tiba dering suara hape terdengar di telinga mereka. Joanna dengan sigap merogoh telepon genggamnya di saku seragam lapangan yang dia kenakan. Dia menggerakan telapak tangan, memberi isyarat untuk menerima panggilan lebih dulu. Joanna beranjak dari duduknya, menepi ke dekat jendela besar di ruangan Mandala.

Dari jauh, Mandala mengamati gerak gerik Joanna yang sepertinya membicarakan hal serius. Kentara dari gerak tubuh yang tadinya berdiri di depan jendela lalu duduk di kursi diskusi sembari menutup mulut. Sayangnya, Mandala tak bisa mendengar suara apapun. Ucapan joanna saat menjawab telepon lirih sekali, "Ah, pasti hal yang sangat penting."

Mandala mengalihkan keingintahuannya tentang urusan Joanna pada layar komputer yang masih menyala. Terpampang beberapa opsi desain untuk frontpage majalah mingguan yang harus dia selesaikan malam ini juga. laki-laki asli jawa itu mendongak lagi melihat ke arah Joanna yang masih menerima panggilan. Dia tidak bisa menepis penasaran yang sedari tadi mengganggu konsentrasinya.

Mandala memberanikan diri menghampiri Joanna yang masih duduk di kursi diskusi dengan wajah menunduk. "Jo ...."

Joanna terhenyak saat tangan kirinya di genggam oleh Mandala. Wanita itu menengadah, menatap wajah Mandala yang berdiri di sampingnya.

"Tolong lepasin tanganku, Di," pinta Joanna seraya menarik tangannya. Mandala melepas genggamannya perlahan, lalu duduk di sebelah kiri Joanna. Dipandanginya lamat-lamat, wanita yang sejak kali pertama bekerja di Alpha TV telah menarik perhatiannya.

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang