Tak Berdosa

1.1K 55 2
                                    

"Ponselmu, Jo!" ucap laki-laki yang saat ini berdiri di belakang Joanna.

Sontak ketiganya menoleh ke sumber suara.

"Kalian mencariku bukan?" ucap laki-laki tadi dengan seringai licik terukir di sudut bibir. Dia tidak lain ialah Bayu Kurniawan.

Uluran tangan Bayu yang memegang ponsel belum disambut oleh sang empunya. Joanna beradu pandang dengan Mandala, seolah bertanya, "Bagaimana sekarang?"

Belum sampai Mandala dan Joanna mengambil sikap, Robby yang terlanjur geram maju lebih dulu. Disahutnya kasar ponsel yang ada di tangan Bayu. Robby lantas menyerahkan benda itu pada Joanna yang masih membisu. Sesak dada yang dirasakan wanita itu membuatnya kehilangan kata-kata.

"Tidak bilang terima kasih?" pancing Bayu. Dia sengaja memanaskan suasana, sebab sadar dua laki-laki yang berdiri di samping Joanna memandangnya dengan kebencian dan kemarahan.

"Terima kasih, Pak," ucap Joanna. kalimat yang terdengar lirih di telinga Mandala dan Robby itu membuat keduanya sontak memandang Joanna.

"Ada apa dengan Joanna?" benak keduanya menanyakan hal yang sama. Masih pantaskah, Bayu mendapat ucapan terima kasih?

"Lain kali jangan tinggalkan ponselmu begitu saja. Kamu tidak akan tahu kejahatan yang mengintai setiap waktu," papar Bayu sembari membenahi letak kacamata yang bertengger di hidungnya.

Bayu memutar badan, melangkah pergi sembari melambai asal pada ketiga orang yang sukses dipukul telak dalam satu serangan. Redaktur itu berpuas diri karena berhasil mempermainkan Joanna. Ketertarikannya pada Sang Reporter membuat laki-laki itu lupa daratan. Sebuah kenyataan bahwa dia sudah menikah, sejenak menguap kala ada Joanna di hadapannya. Bayu sama seperti Mandala, mabuk cinta pada orang yang salah.

"Lo ngapain bilang makasih sama bajingan kayak dia?" cerca Robby saat Bayu sudah menjauh dari tempat mereka berdiri.

"Gue nggak mau nambah masalah. Kayaknya emang gue yang harus lebih jaga diri. Gimanapun caranya, gue nggak boleh lengah," tekad Joanna.

Mandala menggamit tangan Joanna. Diremasnya kuat-kuat tangan tak berdosa itu. Sungguh, Mandala ingin meluapkan segala emosi yang mencengkeram hatinya, menusuk dan menghunjam jantung tanpa ampun. Andai saja hanya ada mereka bertiga saja, pasti laki-laki itu sudah memeluk erat tubuh Joanna. Kali ini, hasratnya sulit dibendung. .

"Sakit, Di!" rengek Joanna seraya menarik tangannya. Namun, Mandala tidak mau melepas tautan sepihak yang dia lakukan.

Robby memisahkan tangan Joanna dan Mandala. Dia sangat tidak suka kalau Joanna dan Mandala mesra di hadapannya. Dia merasa iri. Iya. Logika Robby menolak disebut cemburu, baginya ketidaksenangannya adalah rasa iri. Karena, sikap baik Joanna telah terbagi untuk orang lain. Bukan cuma dirinya yang beruntung mendapatkan perhatian lebih dari wanita yang dikagumi banyak laki-laki seperti Joanna.

"Kamu mau apa?" tantang Mandala yang tidak terima dengan sikap Robby.

Mungkin memang tidak ada ungkapan cinta yang pernah terucap antara Joanna dan Robby, tapi anak kecil pun akan langsung paham kalau sorot mata Robby tergila-gila pada Joanna.

"Lo nggak denger Joanna bilang tangannya sakit!" sanggah Robby.

"Tapi, nggak perlu kasar gitu. Cemburu?" cerca Mandala.

Robby berdecih sebelum berdalih untuk berlindung dibalik kalimat pembenaran. "Buat apa gue cemburu sama lo? Seberapa yakin lo tahu apa isi hati Joanna?"

"Seenggaknya aku tahu kalau Joanna ada rasa. Bukan pura-pura merasa." Mandala pun tak mau kalah.

"Udah, kalian apa-apaan sih!?" gertak Joanna kala memisahkan dua laki-laki dengan kelakuan seperti bocah.

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang