Semuanya Janggal

1.3K 91 3
                                    

Mandala berlari ke arah Joanna yang berdiri di trotoar depan pintu gerbang. Dada Mandala semakin bergemuruh tak karuan, saat dilihatnya Joanna memegang helm warna hijau khas ojek online.

"Joanna!" teriak Mandala lagi.

"Eh!" Joanna berjingkat. Terkejut saat Mandala tiba-tiba menarik pundaknya dari belakang. "Apa sih, ngagetin tahu?!" gertak wanita itu dengan sorot mata tajam.

"Maaf Mas. Ini saya bayar tapi biar Mbaknya pergi bareng saya," ucap Mandala sembari memberikan uang pecahan warna merah terang pada tukang ojek yang batal dipesan Joanna.

Mandala merebut helm yang belum sempat Joanna pakai. Dia berikan lagi pada Mas tukang ojek. Lantas menggamit tangan Joanna, menarik wanita itu untuk kembali ke parkiran kantor.

"Lepasin tangan gue!" bentak Joanna.

Mandala menghentikan langkahnya, pun melepas tautan tangan mereka. Dia mengomando Joanna sebelum memutar badan. "Kuantar sampai tujuan. Jangan nolak! Dan satu lagi. Jangan pakai lo gue!" perintah Mandala otoriter.

"Eh, kenapa jadi ngatur?" sanggah Joanna dengan berkerut kening. "Apa-apaan ini?"

"Tunggu di sini, kuambil mobil dulu!"

Tak lama kemudian, sebuah mobil range rover sport warna hitam keluar dari basemen, melaju pelan lalu berhenti di dekat Joanna. "Cepat naik!" ucap Mandala dari dalam mobil yang kaca jendelanya dibiarkan terbuka.

"Ke Soetta," kata Joanna kala menyilangkan sabuk pengaman. Mobil yang mereka tumpangi, berderap pelan meninggalkan kantor yang masih sibuk, karena memang belum jam pergantian shift.

"Bagaimana ini, Jo?" tanya Mandala saat mobilnya berhenti di tengah kemacetan lalulintas. Perjalanan mereka belum ada dua puluh menit, pun jarak yang harus ditempuh terbilang masih jauh.

"Harusnya tadi aku naik ojek aja," keluh Joanna sembari mengetik sesuatu di ponsel pintarnya.

"Jadi, kamu terpaksa?" sergah Mandala. Dia menatap Joanna dari samping. Sedang wanita yang diam-diam menarik hatinya itu tak berhenti memandangi layar hape.

Joanna mengabaikan pertanyaan Mandala, pikiran dan perhatiannya tersita oleh keberangkatan Rizki. Suaminya akan bertolak ke Kalimantan sore ini, rencana keberangkatan pukul 16.00. Oleh sebab itu, Joanna meminta izin absen dalam diskusi tim.

"Joanna, aku bertanya padamu?" Mandala meninggikan suaranya. Dia kesal sebab merasa diabaikan oleh Joanna.

"Jangan membuatku tambah bingung, Di!" bentak Joanna dengan berlinang air mata. "Aku nggak minta kamu nganterin aku kan? Oke, sekarang aku turun."

"Bukan gitu--"

"Terima kasih tumpangannya."

"Jo, jangan kayak anak kecil!" Mandala menahan pundak Joanna yang beringsut, hendak membuka pintu mobil.

"Kamu nggak tahu apa yang kukejar!" pekik Joanna sebelum menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Darimana aku tahu? Sedang kamu nggak bilang apa-apa," sanggah Mandala.

"Itu karena ...," ucap Joanna lirih. Kalimatnya terputus sebab tangis yang makin menjadi.

Joanna menumpahkan amarah yang sedari tadi tertahan. Dia tak bisa menutupi kekalutan hatinya yang cemas, sedih, bingung, tidak tahu harus bagaimana. Semula, dia berharap bantuan yang ditawarkan Mandala, akan memberi kemudahan untuk sampai tempat tujuan. Sekarang tidak ada waktu lagi, jam keberangkatan Rizki tiba-tiba diajukan pukul 14.00 dan ini kurang sepuluh menit lagi.

"Katakan," pinta Mandala pelan.

Laki-laki itu menurunkan ego, tak ingin membuat Joanna sakit hati dengan perkataan yang keluar dari mulutnya. Mandala menyentuh tangan Joanna yang masih menyembunyikan tangis pilu. Dengan lembut dan perlahan, Mandala menggenggam kedua tangan Joanna, mengenyahkannya agar tak menutupi wajah lagi.

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang