Menikahlah

2.8K 79 0
                                    

"Ada hal penting yang mau kubicarakan. Sebelum itu, kamu bilang dulu ada apa? Sayangku kenapa nangis?" ucap Mandala berusaha mengalah.

"Bilang dulu apa yang penting."

Joanna menenggelamkan wajahnya lagi, mengeratkan pelukan. Tangis wanita itu sedikit mereda, dia nyaman di sisi Mandala. Dua hari tak bertemu dengan laki-laki itu, Joanna merasa dunianya tiada arti dan tanpa tujuan. Kalau saja tidak teringat ibu, adik-adik, juga Celyn. Mungkin Joanna sudah pergi bersama Mandala, mendahulukan ego dan keinginan pribadi yang membuatnya terombang-ambing.

"Jo, tolong jangan membenciku. Apalagi sampai nggak mau ketemu sama aku. Sebelum semuanya terlambat atau mungkin aku nggak sempat bilang, sungguh ingin minta maaf," ucap Mandala dengan air mata menggenang di sudut matanya. Dia pun menahan perihnya sayatan yang melukai hati.

Joanna mengurai lilitan tangannya lantas mendongak, menyelami setiap titik mata laki-laki yang dia cintai. Tatapan teduh yang membuat Joanna nyaman singgah itu berkaca-kaca, bulir bening pun menitik. Padahal belum sampai Joanna menyuarakan duka lara yag harus ditanggungnya. Lalu kenapa Mandala menangis? Untuk apa?

"Jawab, Sayang. Kamu mau, kan, maafin aku?" cecar Mandala.

Laki-laki itu tak ingin melukai cintanya. Jangan sampai hal itu terjadi, atau dia akan kehilangan arah untuk bertahan di sana. Mengagumi Joanna adalah alasan Mandala betah bekerja di Alpha TV. Selebihnya, Mandala hanya mengingat kebutuhan dan tuntutan hidup sebagai sulung di keluarga mereka. Lagipula, Mandala tak mau diam di kampung, menjadi penerus imam pondok pesantren kecil di kampung asalnya. Dia ingin menjelajahi isi dunia dan tinggal di ibukot, dengan beragam kemudahan juga multi kebudayaan yang membuatnya belajar untuk menghargai sesama.

"Ada apa, Di?" desak Joanna seraya melangkah mundur dua langkah.

"Abah dan Umi. Mereka ingin mengenalkanku dengan putri seorang Kiai ternama di kampungku."

Hantaman kenyataan lagi-lagi memaksa Joanna menerima luka. Rasanya dia ingin pingsan saat itu juga. Namun, dia tetap sadar dan telinganya dengan jelas mendengar kabar yang Mandala katakan.

"Jika ini mimpi. Tolong bangunkan aku. Aku nggak sanggup!"

Napas Joanna tak beraturan, sulit sekali mengendalikan dirinya untuk tenang dan berpikir jernih. "Apa lagi ini? nggak cukupkah semua yang kualami?"

Wanita itu tak mampu mengeluarkan kata-kata. Hanya air mata yang terus mengalir tanpa henti.

"Sayang, maafin aku. Kamu boleh marah," bujuk Mandala ketika berjalan mendekat Joanna yang diam mematung, "tapi jangan pergi. Aku mohon. Tetaplah di sini, menjadi teman atau apapun itu. Aku nggak peduli," tegas Mandala kemudian.

Mandala memeluk Joanna, mendekap dan menghirup dalam-dalam aroma wanita yang dia cintai. Joanna tak merespon apa-apa selain tangisnya yang kian pilu.

"Orang tua-mu ingin kamu menikah?" tanya Joanna lirih. Dia ingin memastikan asumsi yang terbentuk di kepalanya.

"Tapi aku nggak mau menikah. Untuk saat ini, aku cuma ingin menghabiskan waktu untuk mencintaimu," jawab Mandala dengan suara parau.

Sepasang kekasih yang tak pernah memadu kasih itu saling berbagi perih. Keadaan memaksa mereka menjadi pesakitan karena cinta. Kalau sudah begini, siapa yang bisa disalahkan dan dibenarkan. Tidak ada. Salah dan benar itu hanyalah perbedaan sudut pandang. Baik dan buruk pun tak ubahnya permainan logika yang tidak bisa disamakan, antara satu orang dengan orang lain. Mereka berdua terluka.

Sejenak ada rasa haru dan bahagia melingkupi hati Joanna. Apalagi setelah dia mendengar pernyataan Mandala bahwa tak ingin menikah dalam waktu dekat, tidak lain karena laki-laki itu sangat mencintainya. Joanna pun tak ingin kehilangan cinta yang baru saja dia kecap manisnya. Kehadiran Mandala yang mampu menyirami bunga-bunga layu dalam hati. Perhatian yang diberikan bak angin sejuk berembus dan menenangkan jiwa wanita itu. Joanna tak pernah mengatakan dirinya telah jatuh cinta. Namun, dia mengakui dalam hatinya. Bahwa dia pun merasakan cinta yang sama dengan apa yang Mandala rasa.

"Aku sayang kamu." Mereka masih saling memeluk.

"Di, bolehkah aku memanggilmu, Sayang?" tanya Joanna. Wanita itu bersikap manja untuk pertama kalinya. Biarlah, dia ingin merasakan cinta yang sesungguhnya antara dua orang yang saling bertaut hati tanpa memiliki.

Mandala mengecup rambut Joanna yang tertata rapi. "Pertanyaan apa itu? aku milikmu, Sayang. Aku nggak mau jauh darimu. Justru aku takut, kamu yang pergi."

"Sayang, dengerin aku," pinta Joanna menatap mata Mandala penuh arti.

"Iya, Sayang." Mandala sangat bahagia karena cintanya bersambut dengan sikap manis Joanna.

"Kamu sayang, kan, sama aku?" tanya Joanna manja.

"Pertanyaan apa itu?"

Joanna menggeleng. Membenamkan wajahnya di dada laki-laki yang dia cintai. Wanita itu mengirup aroma maskulin lebih dalam. Sejenak dia mneghempaskan himpitan rasa dan tekanan keadaan yang begitu rumit. Tidak ada yang diinginkan pasangan itu saat ini, selain kebersamaan mereka berlangsung lebih lama.

"Aku nggak mau kehilanganmu, Di. Sayangku. Aku nggak ingin jauh darimu. Aku emang bodoh, salah, nggak tahu diri. Tapi aku nggak berdaya. Aku siap dihukum dunia, asal tidak kehilanganmu. Mandala Husein, aku mencintaimu."

Mandala mengecup puncak kepala Joanna berkali-kali. Dia pun tak ingin berpisah. Tanpa atau dengan status, yang dia mau hanyalah mencintai Joanna. Sampai kapan? Ia pun tak tahu. Bahkan, laki-laki itu tak menggantung asa apapun. Satu hal yang Mandala pikirkan sebelum terlelap. Dunia kan selalu indah saat membuka mata dan masih bisa menatap foto kekasih dalam diamnya. Kemudian pergi ke kantor untuk bertemu dengan sang pujaan hati.

"Kamu menyukai perempuan itu? cantik?" tanya Joanna masih dalam dekapan Mandala.

Keduanya tak ingin mengurai. Biarlah sesaat, mereka saling memiliki.

"Aku cuma tahu dia. Nggak ada rasa sedikitpun untuknya," tegas Mandala.

Bibir Joanna terkatup rapat. Haruskah dia dan Mandala menyalahi aturan. Melanggar batasan yang selama ini mereka jaga. Setan dalam dirinya berbisik, mempengaruhi ego agar merusak citra diri.

"Aku mencintaimu, Jo. Sangat mencintaimu," tegas Mandala meyakinkan.

"Aku tahu. Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Joanna mundur sampai pelukan mereka terlepas. Dia mengusap pipinya seraya mencoba tersenyum.

"Apa maksudmu?" cerca Mandala tidak mengerti.

"Ya, aku mau bilang sesuatu—"

"Apa?" potong Mandala.

"Bisakah kamu melakukannya untukku?"

"Apapun untukmu. Untuk kita. Katakan."

Joanna menghela napas. Mempersiapkan hati sendiri untuk berusaha tegar.

"Menikahlah!"

Bersambung ....

Haiii

Jadi gini, Sabtu depan adalah part terakhir versi WP. Ingat ya, versi Wattpad. Karena total ada 60 part dan ending versi ini hanya 49. Masih banyak? Iya ... tapi kusimpan mana tahu nanti ada yang mau minang. Mohon aminkan bersama.

Dan ya, Emaknya Joanna aka aku pribadi siap menerima segala kritik, saran, kesan dan pesan, hujatan juga boleh. Apa aja serah deh.

Tulis aja di sini ....

Sayang kalian, dan terima kasih.


Tertanda
Yuke Neza

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang