Semua Tak Sama

959 57 10
                                    

"Kalian lagi ngomongin apa? Serius banget?" tukas Mandala memotong obrolan Joanna dan Robby.

"Bukan urusan lo!" tandas Robby.

Mandala terhenyak. Dia terkejut dengan respon yang diberikan Robby padanya.

"Nggak perlu nyolot, Rob. Aku nanya sama Joanna bukan kamu!" sanggah Mandala tak mau kalah. "Ada apa, Jo?"

"Kamu nggak perlu tahu, Di," tutur Joanna.

"Demi apa, Jo? Kamu nggak anggep aku?" cerca Mandala tersulut emosi.

"Bukan gitu. Kenapa kamu marah coba?"

Joanna tak mau Mandala tahu kemelut hubungannya dengan Rizki. Biarlah, dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan dari Mandala.

"Ada apa sih, Jo?" tanya Mandala sekali lagi. Dia menatap Joanna dalam, menerka-nerka gerangan apa yang sedang dipikirkan Joanna dalam diamnya.

Joanna mengulas senyum palsu. Dia tak ingin Mandala mengasihani, apalagi sampai menaruh empati berlebih atas masalahnya. "Nggak ada apa-apa kok. Robby cuma ngajak nonton, katanya ada film bagus. Iya kan, Rob?"

Robby mengangguk mantap. Dia menyeringai licik, dalam hati mengejek Mandala yang tak tahu apa-apa, sedangkan dirinya tetaplah yang paling dekat dengan Joanna, tidak ada yang bisa merenggangkan kedekatan mereka. Meski Joanna cinta mati pada Mandala sekalipun, lagipula selama ini Joanna sudah menikah, dan hal itu tidak mempengaruhi persahabatannya dengan Joanna.

"Sorry, Di. Malam ini Joanna pergi sama gue," imbuh Robby. Laki-laki itu sengaja memanas-manasi Mandala.

Mandala mengedikkan bahu seraya berucap, "Lah kenapa harus bilang padaku? Tenang aja, kami nggak ada janji keluar kok," elak Mandala untuk menutupi rasa tidak suka. Meski ujung lidahnya menahan kalimat larangan yang ingin diucapkan.

Mandala beralih fokus pada desain yang sedang dia kerjakan sembari menunggu rapat dimulai. Sedari tadi yang mereka nanti tak kunjung datang, siapa lagi kalau bukan Pak Bayu kurniawan dan sekretaris redaksi.

"Di, benerkan kamu nggak apa-apa?" tanya Joanna kemudian. Tiba-tiba perasaan tidak enak merasuki hati. Terpikir dalam benaknya kalau Mandala bisa saja cemburu, marah atau perasaan semacam itu. Namun, Joanna tahu Mandala pandai menjaga ucapan, tak mudah meletup seperti Robby yang sering lepas kontrol. Ya Tuhan, Joanna memijit pelipisnya yang mulai sering diserang pening mendadak.

"Pening lagi?" sergah Mandala.

"Iya nih," jawab Joanna singkat.

"Lo kenapa lagi sih, Jo?" Robby tak mau kalah menunjukkan perhatiannya. Dia langsung menyentuh dahi Joanna dan memegang pundak wanita itu tanpa canggung. Robby tak pernah menghiraukan penilaian orang lain ataupun gosip yang selalu orang lain lontarkan, dari kekeliruan mengartikan perhatian Robby pada Joanna. Tak ada habisnya mengurusi mulut-mulut kurang kerjaan seperti itu, mending diam dan biarkan. Kalau mereka lelah akan berhenti sendiri.

"Gue nggak apa-apa," sangkal Joanna sembari menepis tangan Robby. Untuk pertama kalinya Joanna tak ingin Robby melakukan sentuhan dengannya di depan orang lain. Apa artinya ini? wanita itu memikirkan bagaimana perasaan Mandala melihatnya dengan Robby sedekat itu. Apa Joanna sadar kalau dia sudah jatuh hati pada laki-laki lain.

Robby berkerut kening. Tentu dia tidak terima Joanna mengabaikannya seperti itu. Bagaimana mungkin, semudah itu Joanna berpaling hati? Memang siapa Mandala, sampai-sampai perhatian yang selama ini Robby berikan ditolak begitu saja. Di depan Mandala juga banyak orang yang ada di ruangan itu.

Joanna, Roby dan Mandala, ketiganya memendam perasaan tidak mengenakkan. Antara cemburu dibalut perhatian yang ingin dicurahkan tapi tak bisa, terhalang kenyataan yang terjadi diantara mereka. Ketiganya pun tak bisa protes pada takdir yang membawa mereka pada situasi awkward seperti sekarang ini. Yang bisa dilakukan hanyalah diam dan menahan segala gejolak rasa yang hadir. Sepanas dan semenyakitkan apapun itu, mau tak mau mereka harus menjalaninya. Sebab, mereka sudah terlanjur jatuh dalam ketidakberdayaan melawan kenyataan.

"Lo masih belum periksa? Nanti lo harus periksa ke dokter. Nggak boleh nolak!" cerca Robby mendominasi. Dia tak akan membiarkan harga dirinya runtuh begitu saja. Menjadi yang selalu ada untuk Joanna, sudah menjadi janji yang dia ucapkan pada dirinya sendiri. Jangan tanya! Atas dasar apa Robby melakukan itu? dia tak mampu menemukan jawabannya. Yang dia tahu, ingin terus melindungi Joanna, menjaga wanita itu dari bahaya apapun. Siap membantu kala Joanna menemui kesulitan. Demi apa? Robby pun tak punya jawaban untuk pertanyaan itu.

"Gue nggak apa-apa," tolak Joanna secara tersirat. Karena, sejujurnya mereka tidak membuat janji apapun. Alibi yang tadi Joanna ucapkan, tujuannya untuk tak menyakiti hati Mandala. Joanna berharap laki-laki yang mencintainya tanpa pamrih itu mengerti dan tidak cemburu buta pada Robby.

"Apa kupanggilin dokter biar ke sini," tawar Mandala. Tentu laki-laki itu tak ingin kalah saing dengan Robby.

"Nggak usah sok perhatian deh lo!" gertak Robby dengan suara meninggi. Sorot mata tajamnya tertuju pada laki-laki yang kini dianggapnya rival dalam diam.

Mandala terhenyak, begitupun Joanna. Wanita itu juga terkejut dengan reaksi Robby. Laki-laki yang digandrungi banyak karyawan perempuan itu tak bisa menahan amarahnya lebih lama lagi. Kesabarannya sudah habis, tak lagi ada tolerir pada Mandala yang sudah merebut perhatian Joanna. Sikap manis dan kebaikan wanita itu sudah terbagi sejak Mandala ada diantara mereka berdua.

"Rob, apa-apaan sih lo?!" Joanna menyipitkan matanya pada Robby, secara tersirat menyuruh Robby diam. "Jangan bikin malu," desis Joanna.

"Oke, gue nggak akan gini kalau lo nggak ...."

"Nggak apa? Jangan bikin gue kesel," sergah Joanna.

"Kalau lo nggak deket sama dia. Dan mulai nggak ada waktu buat sekedar ngobrol sama gue. Lo mulai sering pulang bareng dia ketimbang gue," jawab Robby jujur.

Sudah cukup baginya berdiam diri dan membiarkan Joanna seenak jidat pergi dengan Mandala. Robby merasa terasingkan dan tak dibutuhkan lagi. Hal itu membuatnya tidak terima, sangat tidak bisa diterima. Harusnya Joanna bisa memposisikan dirinya, paling tidak memperlakukan Robby lebih istimewa ketimbang Mandala. Itulah yang Robby mau. Memangnya siapa Mandala? sekalipun Joanna dan Mandala saling mencintai dalam ikatan terselubung. Oh God. Robby tahu itu, tapi Mandala tetap tak punya hak mendapatkan perhatian Joanna lebih dari apa yang Robby dapatkan.

Satu pegangan yang membuat Robby berani memberontak, Mandala tetap orang baru. Terlepas bagaimanapun perasaannya pada Joanna, atau sebaliknya. Tak ada yang bisa merubah kenyataan, kalau Mandala adalah orang baru. Titik.

"Kan lo udah tahu kalau ...." Joanna menghela napas berat. Dia tak sanggup melanjutkan kalimatnya, tak mungkin dia mengakui secara gamblang perasaannya pada Mandala.

"Gue tahu, tapi sekarang semua nggak sama!" imbuh Robby.

"Lo tahu, semua emang nggak sama," tegas Joanna mengiyakan. Dia sepenuhnya sadar kalau dirinya tak lagi bisa menjaga hati. Terlena oleh sikap baik Mandala, meskipun Mandala tak sepenuhnya tahu apa yang sedang dirasakan Joanna. Reporter itu masih memilih diam tentang gejolak rasa terpendam.

"Kamu, udah denger sendiri. Semua tak sama," sela Mandala yang sedari tadi diam menyimak.

"Ya, kalian harus tahu semua tak sama. Nggak tahu ini terjadi sejak kapan dan kenapa bisa kayak gini. Mulai sekarang ...." Joanna menahan napas. Dia seolah tak mampu mengatakan apa yang ingin diutarakan.

Kedua laki-laki yang duduk di sampingnya menunggu dengan cemas, apa yang ingin Joanna ucapkan.

"Mulai sekarang apa, Jo?"

~~~~~

Malem semua, udah pada tidur belum nih? Wkwkwk

Emak hampir lupa update lagi. Hiks, sedih juga aku tuh, jadi pelupa gini.

Btw, kalau ada unek-unek kekesalan, dll silakan tulis komentar kalian. Hahaha

Kalau ada typo dll, boleh dijegal pula. Ini tadi copas doang, enggak sempat ngecek lagi. Udah gitu aja, Emak mau istirahat.

Have a nice dream semua.

Lope

Yuke Neza

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang