Aku Ingin Percaya

1.5K 117 9
                                        

Terima kasih sudah mau memberi dukungan berupa vote dan komen.

Selamat membaca

"Yang kutanya, apa kamu merasa senang berduaan dengan laki-laki lain?" hardik Rizki.

Joanna menghentikkan langkahnya yang sudah menginjak rumput pekarangan rumah. "Kalau iya, Mas mau apa? Seenggaknya mereka nggak pernah membentakku. Meskipun setiap hari ketemu. Sedangkan Mas?"

"Apa maksudmu?" Rizki menarik bahu Joanna dengan kasar. Joanna berbalik badan. Dia membalas tatapan tajam Rizki tanpa rasa takut.

"Mas nggak paham, apa pura-pura nggak paham?" sergah Joanna. Dia membuang muka dengan senyum mengejek.

"Beraninya kamu membandingkan suamimu dengan laki-laki lain. Kamu anggap apa pernikahan kita?" bentak Rizki yang merasa terhina.

"Kenyataannya gitu, Mas. Kamu cuma bisa marah dan cemburu tanpa alasan. Padahal, aku udah kenalin mereka sama kamu. Masih aja kamu nggak percaya sama aku. Aku capek, Mas!"

Joanna berlalu. Dia mempercepat langkahnya diiringi derai airmata. Sesak yang dia rasakan sudah tak tertahan lagi. Joanna hanya ingin kasih sayang dan pengertian dari Rizki. Bukan kecurigaan, yang secara tidak langsung melabeli istrinya sendiri sebagai wanita murahan. Sebagai wanita karir, dia hanya ingin menjadi baik untuk semua orang. Lagipula, Joanna merasa bisa menempatkan diri sesuai perannya.

Rizki menatap punggung Joanna yang berlari menjauh lalu menghilang di balik pintu. Sepersekian detik kemudian dia merutuki diri sendiri yang sudah berlaku kasar dan membuat Joanna menangis. Dia menyesal lantas mengusul langkah Joanna masuk ke rumah.

"Pa ... pa ...." panggil Celyn saat berlari dari arah dapur.

Rizki menyambut uluran tangan Celyn. Dia menggendong putri kecil mereka yang sebentar lagi merayakan ulang tahun kedua.

"Dia sudah makan, Sus?" tanya Rizki pada pengasuh bayi yang berdiri di ambang pintu dapur.

"Sudah, Pak."

"Uhh sayang, Mama udah pulang. Kita cari Mama di kamar ya," ajak Rizki sembari menciumi pipi Celyn. Dia naik ke lantai dua rumah mereka, langkahnya tertuju pada pintu kamar utama yang pintunya dibiarkan setengah terbuka.

"Mama kemana nih ...?" ucap Rizki sambil mendorong daun pintu dengan tangan kanan. Sedang, tangan kirinya memegang badan Celyn. Balita itu asik mengunyah biscuit perangsang gigi.

"Mamaaa ...." panggil Celyn saat melihat Mamanya duduk di tepian ranjang menghadap ke jendela.

Joanna mengusap air mata yang membasahi pipi lalu tersenyum satu kali sebelum bangkit dari duduk. Dia memutar badan lalu menghampiri Celyn, mengambil alih balita itu dari gendongan Papanya.

"Apa sayangkuuuu ...." Joanna mencium pipi Celyn yang belepotan. Lalu, dia mengajak Celyn duduk di karpet samping tempat tidur.

Rizki ikut duduk bersama dua perempuan yang dia sayangi, istri dan anaknya. Laki-laki itu hanya tak ingin kehilangan Joanna, oleh sebab itu dia protektif dan cenderung penuh curiga. Dia takut wanita yang dicintainya tertarik dengan laki-laki lain. Terlebih lagi, keduanya jarang bertemu, karena hubungan mereka terpisah oleh jarak dan waktu yang begitu jauh.

"Jo ... Mas minta maaf," ucap Rizki sembari memeluk Joanna yang bermain dengan Celyn.

Joanna berusaha melepas tangan Rizki yang melingkari pinggangnya.

"Tolong jangan menolak. Mas nggak mau kita terus seperti ini," bujuk Rizki. Laki-laki itu tak mau mengendurkan pelukannya pada Joanna. Tulus dari dalam hatinya dia ingin memperbaiki hubungan mereka semakin memburuk.

"Mas, yang memperkeruh semua ini." Lagi-lagi tangis Joanna pecah, tak terbendung lagi rindu dan sesak yang dia tahan. Sebagai istri, dia tak memungkiri adanya ruang kosong kala berpisah sementara waktu dengan suaminya. Apalagi jarak yang memisahkan mereka dibumbui dengan pertengkaran. Itu sangat menyakitkan.

"Maaf, Mas minta maaf," ucap Rizki sungguh-sungguh.

"Aku nggak marah, Mas." Joanna berbalik badan lalu membenamkan wajahnya di dada Rizki. Dia pun membalas pelukan suaminya.

"Mama ...."

Rengekan Celyn membuyarkan momen romantis yang baru saja terjadi. Mereka berdua terkesiap, bersamaan mengurai pelukan lalu terkekeh melihat Celyn yang termangu dengan polosnya.

"Sini sayang, kamu mau dipeluk juga." Joanna mengangkat tubuh mungil Celyn yang menengadahkan tangan, minta digendong.

"Kamu mandi dulu sana, biar Celyn kuajak main. Iya kan sayang ... sini sama Papa," usul Rizki. Dia mengambil Celyn dari pangkuan Joanna. Wanita itupun bangkit lalu melangkah ke kamar mandi.

Perhatian Rizki yang tengah bercanda dengan Celyn teralihkan oleh suara dering ponsel. Dia mengabaikan nada panggilan telpon itu, namun terulang lagi sampai tiga kali. Di situ Rizki mulai penasaran, siapa gerangan yang ingin berbicara dengan istrinya. Apa mungkin ada sesuatu yang penting? Dari siapa?

Laki-laki itu bangkit, menajamkan pendengarannya untuk menemukan di mana letak telepon genggam Joanna. Diam-diam Rizki membuka tas peralatan Joanna yang tergeletak di kursi sudut. Dia terhenyak kala melihat nama 'Pak Bayu' terpampang di layar ponsel. Ada apa dan untuk apa? Kenapa Bayu menelpon di luar jam kantor? Padahal, belum sampai satu jam Joanna menginjakkan kakiknya di rumah.

Sialnya, panggilan itu terlewat sebelum Rizki menerimanya, tak berapa kemudian muncul notifikasi pesan dari nomer yang sama. Satu kalimat yang nampak di layar utama tanpa perlu membuka seluruh isi pesan tersebut. "Jo, tadi saya mencarimu ...."

Belum sampai Rizki berhasil mencerna arti kalimat yang diketikkan Bayu, muncul satu lagi pesan susulan. "Kamu sudah sampai rumah atau ...?"

Suami Joanna itu semakin tidak mengerti dengan sikap perhatian yang ditunjukkan Bayu. Lumrahkah seorang atasan menanyakan hal-hal seperti itu?

Rizki masih menggenggam ponsel Joanna, sampai-sampai mengabaikan Celyn yang berlari mendekat lalu bergelayut di kaki kirinya. Setelah beberapa saat menunggu, dia tak mendapati pesan lain. Rizki sempat berharap ada pesan yang berisi tugas atau pertanyaan tentang pekerjaan. Kalau sudah seperti ini, bagaimana mungkin seorang suami tak menaruh curiga pada istrinya.

"Siapa Mas?"

Rizki tersentak mendengar pertanyaan Joanna yang sudah keluar dari kamar mandi.

"Ini dari atasanmu?" Rizki meletakkan ponsel Joanna di sofa begitu saja. Lalu, dia menggendong Celyn yang sedari tadi minta ditemani bermain boneka.

Joanna yang masih memakai handuk mandi mendekat lalu menyambar ponselnya. Jemari wanita itu membuka sandi, lantas membaca pemberitahuan tiga panggilan tak terjawab, juga dua pesan singkat di kotak masuk. Pesan itu masih tersimpan rapi karena suaminya tak tahu kata sandi yang digunakan Joanna.

Rizki tiba-tiba beranjak dari duduk.

"Mas, kamu nggak kepikiran macem-macem kan?" tanya Joanna.

Rizki mengurungkan langkahnya keluar kamar. Dia menjawab pertanyaan Joanna dengan tegas, "Kamu bilang, Mas harus mulai percaya. Iya kan?"

"Syukurlah kalau gitu, aku seneng banget dengernya." Joanna menggeletakan ponselnya tanpa membalas pesan dari Bayu. Wanita itu berlari mendekat lalu memeluk suaminya dari samping. "Makasih karena Mas udah mau ngerti."

"Aku ingin percaya, tapi kalau kenyatannya seperti ini ...."

~~~~~

Haiiii selamat pagi semuaaa ... maaf Emak telat update. Karena eh karena kemarin masih capek banget, baru pulang dari Jogja. Kepala pusing dan kurang tidur, jadinya ya istirahat dulu.

Nanti agak siangan dikit aku juga bakal update KLISE loh, kalau kerjaan udah longgar.

Have a nice day semuaa ....

Regards

Yuke Neza

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang