Ancaman Tak Terduga

1.2K 68 0
                                    

Senyum kemenangan mengiringi langkah Bayu selepas mengembalikan ponsel Joanna, sudah tentu bangga karena berhasil membuat Mandala dan Robby bersungut-sungut. Mimik muka dua laki-laki tadi tak bisa menyembunyikan amarah yang mereka tahan. Pun Bayu bukan orang bodoh yang tidak bisa membaca ekspresi kesal yang sangat kentara.

"Kalian pikir bisa mengalahkan aku?" gumam Bayu di sela bersiul riang.

Kala jarak Bayu dengan mobil mewahnya hanya terpaut dua meter, dia berhenti tiba-tiba. "Sedang apa dia?" terka Bayu bertanya pada diri sendiri.

Seorang wanita yang sangat dia kenali tengah berdiri menyandarkan beban tubuh pada bumper mobil milik Bayu. Wanita itu lantas tersenyum lebar saat melihat Bayu berjalan mendekat. Tentu saja sedari tadi dia menunggu sang empunya mobil kembali dari perang dingin. Sedikit banyak, wanita itu tahu apa yang tengah terjadi antara Bayu dan Joanna, meskipun tidak terlalu yakin. Namun, wanita tak mau dikalahkan seperti dia sudah pasti berani berspekulasi macam-macam.

Bayu meneruskan langkahnya dengan enggan. Bagaimana lagi, dia harus menghadapi wanita itu atau akan terus mengganggu seperti benalu.

"Malam, Pak. Mau pulang atau nonton konser sebentar barang kali tertarik?" ajak wanita itu dengan senyum menggoda terulas di sudut bibirnya.

Bayu menaikkan alis kanan, lantas membenak untuk kedua kalinya, "Kenapa kamu jadi sok akrab dan pura-pura manis seperti ini?"

"Bapak kenapa?" tanya wanita itu lagi.

Bayu menggeleng sebelum menjawab, "Tidak apa-apa. Sedang apa kamu di sini? konsernya di sana bukan di area parkir," ucap Bayu disertai gerakan kepala menunjuk ke arena konser.

Wanita itu tertawa kecil. Dia sama sekali tak tersinggung dengan sikap Bayu, yang ada wanita itu malah semakin tertantang untuk mendapatkan sang redaktur. Kalau tidak bisa mendapatkan perhatian yang sudah jatuh dalam kebaikan Joanna, paling tidak dia harus mendapatkan materi dari bosnya yang kaya raya. Sekalipun, wanita itu pun tahu kalau Bayu sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. Dia tidak peduli.

"Apa yang kamu tertawakan?" cecar Bayu. Laki-laki itu bertingkah abai dengan memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

"Bapak ini lucu. Sudah jelas-jelas aku nunggu di sini. Tentu bukan untuk menonton konser. Memang apa pentingnya acara musik seperti itu, nggak bikin aku bahagia, Pak?" terangnya panjang lebar.

"Kamu selalu mengaku dengan mudah."

"Aku nggak perlu bohong apalagi berpura-pura, itulah aku. Jangan samakan aku dengan Joanna, wanita yang udah nikah, tapi masih mau-maunya didekati laki-laki lain," tukasnya sinis. Wanita itu bersidekap dengan pandangan tajam tertuju pada Bayu.

Bayu pun membalas sorot mata wanita itu. "Kamu tidak berhak menghakimi Joanna!" bantah Bayu.

Wanita itu tergelak sembari bertepuk tangan. "Oh jadi, Bapak Bayu Kurniawan yang terhormat. Anda sekarang mulai membela dia, bagus sekali. Nggak cukup apa Joanna berlindung di belakang Robby, dan sekarang lihat! Bapak juga ...."

"Apa maksudmu?" tandas Bayu. Laki-laki itu tidak begitu paham.

"Sekarang aku tanya sama, Bapak. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, apa yang sudah dia berikan ke, Bapak? aku nggak nyangka kalian bisa berduaan di dalam ruangan, saat karyawan lain nggak ada di lantai lima."

"Apa yang kamu lihat?" selidik Bayu. Mendadak laki-laki itu merasa sedikit khawatir tentang apa yang ada di kepala wanita itu. Makanya dia ingin tahu, apa yang wanita itu lihat dan apa yang dia pikirkan?

"Bapak nggak usah pura-pura. Aku lihat kalian berpelukan," jawabnya lantang.

Seketika itu Bayu benar-benar khawatir. Sekarang bagaimana dia harus menyikapi ini, apa perlu berterus terang kalau dirinya menyukai Joanna? atau berpura-pura tidak pernah terjadi apa-apa di ruangan tadi. Sebenarnya Bayu tak ingin mencoreng nama Joanna, apalagi membuat wanita yang dia sukai itu malu. Usahanya mendapatkan Joanna murni rasa suka dan hanya ingin mendapatkan sambutan hangat. Lagipula, dia tak ingin membuat Joanna dicap sebagai wanita murahan.

"Sekarang kenapa Bapak diam? Apa Bapak takut aku membeberkan skandal ini ke publik?" ancam wanita itu.

"Untuk apa kamu melakukan itu? katakan!"

"Bukan untuk apa-apa. Aku selalu suka mengganggu Joanna. Itu bukan tanpa alasan, karena ---"

"Karena apa? karena kamu selalu kalah darinya, Joanna masih yang terunggul tanpa dia berusaha menyaingimu. Dan ya, semakin kamu berusaha menjatuhkannnya. Justru kamu sendiri yang akan semakin terpuruk," sanggah Bayu dengan opininya.

"Oh ya? bukannya dia yang akan malu kalau sampai hubungan kalian terendus orang luar. Aku udah membayangkan betapa panasnya frontpage mingguan yang akan menggoreng perselingkuhan kalian berdua. Harusnya Bapak mencemaskan nasib Bapak sendiri. Karena ancaman Bapak nggak menakutiku sama sekali," tandasnya penuh keyakinan.

"Katakan apa maumu. Sil?" tanya Bayu lugas.

Bayu sudah jenuh berbasa-basi dengan Silvi, wanita yang menurutnya begitu licik. Membenarkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Dalam hatinya Bayu merutuk, kenapa dulu dia bisa menaruh percaya berlebih pada Silvi. Penampilan fisik yang memukau dan ucapan manisnya adalah topeng yang digunakan untuk menipu. Sedangkan perangai aslinya tak lebih baik dari seekor ular berbisa.

"Aku? Ayolah Bapak pasti udah tahu tanpa harus kubilang!" Silvi mengibaskan tangan.

"Sungguh, saya tidak paham."

"Aku ingin mengalahkan Joanna tentu saja. Dia udah merebut apa yang seharusnya jadi milikku. Dan lagi, aku mau semua tugas penting diberikan padaku. Oh ya satu lagi, tentu aku bisa memberikan timbal balik lebih, kalau Bapak bersedia," rayu Silvi.

Sekarang malah Bayu yang tergelak. Inilah yang membedakan Joanna dan Silvi, level harga diri mereka terpaut jauh. Bahkan tidak bisa dibandingkan. Menurut kacamata laki-laki manapun, wanita murahan itu tidak menarik sama sekali. Standar mereka hanya untuk main-main dan dipermainkan. Sedangkan, wanita yang begitu menjaga dirinya dari godaan laki-laki sangatlah menarik untuk dikejar dan ditaklukan.

"Kenapa saya harus menuruti otak dangkalmu itu?"

"Ya, kalau Bapak memilih semua rakyat Indonesia ini tahu apa yang kalian lakukan di ruang redaktur pukul 21.10 hari ini. Keputusan ada di tangan Bapak!"

Silvi berdiri, menegakkan badan sambil menaikkan tali tas selempang ke bahu kanannya. Tangan kanan wanita itu merogoh saku blazer, mencari kunci mobilnya sendiri yang di parkir tak jauh dari mobil Bayu.

"Apa yang kamu lihat tidak seperti apa yang terjadi. Karena saya dan Joanna hanya membicarakan masalah sensor yang mungkin saja terjadi," sanggah Bayu membela diri. Dia tak ingin sampai terlibat skandal yang memalukan.

Kalau sampai karir Bayu di Alpha TV berakhir dengan tragedi perselingkuhan, apa yang dicita-citakannya selama ini akan hancur berantakan. Posisi redaktur bukanlah hal yang mudah didapat. Bayu tak akan membiarkan perjuangannya pupus sia-sia. Nama, karir, posisi juga status sosial yang dia sandang haruslah dipertahankan, bagaimanapun caranya.

"Oh ya? Terserah Bapak mau bilang apa. Intinya, sekarang ini akulah pemegang kartu As kalian berdua," ancam Silvi sebelum beranjak dari hadapan Bayu.

"Tunggu, Sil! Kamu tidak bisa pergi begitu saja. Kamu terancam pidana kalau sampai menyebar berita bohong," cecar Bayu yang tak mau kalah.

Silvi tertawa hambar lantas menyanggah ancaman Bayu, "Kurasa apa yang kutahu adalah berita valid."

"Yang kamu tahu bukanlah apa yang benar!"

"Yang benar adalah bukti yang kupunya."

Bayu terhenyak. Dia tak menyangka Silvi bisa seyakin itu dan bilang punya bukti. Laki-laki itu mengambil langkah seribu untuk mengejar Silvi. Dengan sigap Bayu menarik pergelangan wanita itu sampai dia berbalik badan.

"Bukti apa?" gertak Bayu.

"Katakan dulu apa pilihan, Bapak?" desak Silvi disertai seringai licik.

Bayu menghela napas berat. "Saya ...."

Bersambung ....

Haiii happy weekend semuanya, daripada gabut mending kalian baca aja deh.

Jangan lupa kasih komen terus tekan bintang ya ... biar akunya juga semangat update.

Big love

Yuke Neza

DiurnariiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang