06. Daily Life of Oliver

18K 2.5K 113
                                    

"Oliver, jangan membuang sampah sembarangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oliver, jangan membuang sampah sembarangan."

"Oliver, ganti dulu seragammu sebelum berenang." 

"Oliver, jangan membuang makanan kalau tidak menyukainya."

"Oliver, jangan meletakkan tasmu sembarangan."

"Oliver, language."

"Oliver! Jangan makan cabai sebanyak itu atau kau akan mati!"

"Oliver, jangan meninggikan suaramu." 

"Oliver ... Oliver ... Oliver..."

Peringatan demi peringatan terus Lisa berikan. Pasalnya kelakuan Oliver benar-benar sangat buruk. Baru empat hari menjaga dan masih tersisa tiga hari lagi, tapi rasanya lebih baik mengurus sepuluh ekor anak anjing, ketimbang harus mengurus satu anak seperti Oliver. Lisa tidak sanggup menangani tingkah laku bocah itu yang ternyata luar biasa menyebalkan. Ingin sekali rasanya mengunci Oliver di kamar mandi agar anak itu tidak terus-terusan merepotkan orang lain.

"Sebenarnya, makanan jenis apa yang Sehun berikan pada Oliver semasa anak itu masih bayi? Kenapa tingkahnya sangat luar biasa menyebalkan, bahkan di usianya yang belum menginjak delapan tahun?" Lisa menggerutu kesal seraya menendang udara.

Dia heran dan tidak habis pikir dengan semua tingkah laku Oliver yang baru diketahui belakangan ini. Anak itu benar-benar tidak semanis saat pertama kali mereka bertemu. Lisa pikir hanya mulut saja yang kurang didikan, tapi nyatanya Sehun benar-benar tidak mendidik Oliver sebagaimana mestinya dan membebaskan bocah itu untuk melakukan apa saja.

"Aku akan gila jika terus berhadapan dengan Oliver. Aku harus menyuruh Sehun untuk pulang lebih awal sebelum benar-benar gila dan mati mengenaskan." Tangannya yang panjang meraih ponsel di nakas dan membiarkan jari-jarinya menari di atas benda pipih berwarna putih pucat itu dan berdecak kesal saat panggilan pertamanya tidak diangkat. "Apa dia masih bekerja? Ini bahkan nyaris jam dua belas malam," gumamnya. Dia kembali menelepon, berharap kali ini Sehun akan menjawab, tapi Lisa hanya menatap lamat-lamat layar ponselnya saat tidak ada jawaban. 

Gadis itu mengembuskan napas kasar, kemudian kembali merebahkan tubuhnya di kasur berukuran king size milik Sehun dan menatap langit-langit kamar dengan bayangan Sehun di atasnya. "Sebenarnya, untuk apa kau bekerja keras seperti ini di saat kau sudah memiliki kekayaan yang melimpah?" Lisa bertanya, tapi jelas tidak ada jawaban selain hening. Lalu, melanjutkan celotehannya. "Harusnya kau berhenti bekerja dan mengurus Oliver, mengajarinya tata krama, mendampinginya di masa pertumbuhan, mendidiknya untuk menjadi anak yang sopan, dan seharusnya—"

Lisa berhenti berceloteh saat ponselnya bergetar di genggaman. Matanya membulat saat melihat nama yang tertera di layar, buru-buru dia menegakkan tubuh dan menjawab panggilannya. 

"Yak! Kenapa kau lama sekali menjawab panggilan teleponku?"

Bukan sapaan 'hai' atau 'halo' yang Lisa dapatkan, melainkan sebuah pekikan yang membuat telinganya berdengung kencang. Kini Lisa merasa menyesal karena sudah menjawab panggilannya.

Let's [Not] Fall In Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang