07. Daily Life of Oliver [2]

17.3K 2.5K 135
                                    

"Bibi! Di mana sepatu putih yang dad belikan bulan lalu?!"

"Bibi! Di mana tas larva kuning yang baru kupakai kemarin?!"

"Bibi! Di mana kaus kaki abu-abu yang dibelikan uncle Baek?!"

"Bibi! Di mana mom?"

Lisa menghela napas panjang. Akhir-akhir ini pagi harinya selalu dipenuhi dengan teriakan Oliver. Bocah tampan itu akan terus menanyakan di mana keberadaan barang-barangnya, padahal para pelayan sudah menyiapkan semua keperluannya, tapi Oliver lebih suka memilih sendiri dan membuat kekacauan setiap pagi.

"Aku ada di dapur, Oliver." Lisa balas berteriak, berharap bocah tampan itu mendengarnya dan tidak lagi membuat keributan atau tenggorokan itu akan berhenti berfungsi untuk sementara waktu.

"Ahjumma, apa Sehun selalu membiarkan Oliver bersikap seperti ini?" Lisa menoleh pada bibi Nam.

Saat ini dia sedang membantu untuk menyiapkan sarapan. Di antara semua para pelayan yang berada di rumah, hanya bibi Nam yang berani menatap mata Lisa secara langsung. Wanita paruh baya-yang sudah mengabdikan diri pada keluarga Alexander selama lebih dari tiga puluh tahun-itu tersenyum lembut pada Lisa. Kerutan di wajahnya tidak membuat bibi Nam kehilangan paras cantiknya semasa muda dulu.

"Tuan Muda selalu membiarkan Oliver melakukan apa pun yang anak itu inginkan."

"Tapi kenapa? Perilaku Oliver sangat buruk. Apa Sehun tidak pernah memarahi Oliver karena sikapnya?" Jujur saja, Lisa sedikit penasaran dengan apa yang membuat Sehun bisa membebaskan Oliver untuk melakukan apa pun yang bocah tampan itu inginkan. Harusnya sebagai orang tua, Sehun mengajarkan untuk bersikap baik, bukan malah membiarkan Oliver bersikap semaunya.

Bibi Nam tidak menjawab dan hanya mengulas senyum tipis, kemudian memberikan sarapan Oliver pada gadis itu. "Kau bisa bertanya langsung pada orangnya jika kalian bertemu nanti."

Lisa masih ingin bertanya, tapi kehadiran Oliver yang tiba-tiba dan langsung memeluknya, membuat gadis itu menelan pertanyaan yang sudah berada di ujung tenggorokan.

"Mom, besok dad akan pulang," kata Oliver mengingatkan. Suaranya terdengar sangat antusias untuk menyambut kepulangan Sehun besok.

Sebenarnya, Oliver tidak perlu mengingatkan Lisa tentang kepulangan Sehun. Tidak hanya Oliver yang menunggu, tapi Lisa juga sangat menunggu kepulangan laki-laki yang Jennie sebut sebagai Induk Boncabai itu. Kepulangan Sehun sama artinya dengan kedamaian bagi Lisa. Gadis itu tersenyum simpul saat tubuh mungil Oliver menarik diri dari pelukannya dan mendongak untuk menatapnya.

"Aku tahu. Apa kau sudah sangat merindukan ayahmu?" Lisa menggoda Oliver dengan jahil. Sejak kemarin bocah itu terus memberitahu Lisa mengenai kerinduannya pada Sehun. "Apa yang akan kau lakukan saat bertemu dengan ayahmu nanti?"

"Tidak ada. Aku hanya akan membiarkannya dan dia pasti akan datang padaku," kata Oliver dengan percaya diri.

Kesombongan yang terpatri di wajah itu membuat Lisa menggeleng gemas. Gadis itu tidak heran dengan sikap percaya diri yang Oliver tunjukkan barusan, tentu saja itu warisan dari Sehun. Terkadang Lisa merasa kalau Sehun dan Oliver adalah saudara kembar, jika mengingat betapa miripnya semua tingkah laku keduanya.

"Bagaimana jika dia tidak datang padamu?" tanya Lisa. Dia hanya sekadar ingin menggoda Oliver sebelum mengantar bocah tampan itu ke sekolah.

"Tidak, Mom. Dad pasti akan datang padaku, kita lihat saja besok." Lisa terkejut bukan main saat melihat Oliver yang tersenyum miring, seolah bocah tampan itu memiliki senjata nuklir yang siap untuk ditembakkan beberapa detik lagi.

Let's [Not] Fall In Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang