B33 - Liar!

215 29 51
                                    

Ready for read? Musik ⏯️ volume pol yak👆

Sebentar, tahan musik ▶️

--------------
Oke, lanjut again✌️
--------------

"I love you."

Tiga kata itu membuatnya urung. Seharusnya dia sudah beranjak pergi dari sana, namun ia juga tak bisa karena tangannya masih saja dicekal oleh tangan ramping itu.

"Love?" gumam laki-laki itu, rasanya ia ingin mendecih. Liar! Penipu! Pembohong! Pembual!

"Aku--kami, menyayangimu, Finn. Kamu teman terbaik bagi kami. Kumohon jangan pergi," lontar gadis itu lagi.

Finn sudah menduga. Ia diam, sengaja tak menimpali.

"Finn ... kami--aku dan Dyse minta maaf. Maaf karena kami pura-pura gak melihatmu selama ini."

"Kami ngerti perasaanmu terhadap kami. Asal kamu tau itu. Sebenarnya kami juga suka kamu, tapi kami gak mungkin menyukai satu orang yang sama. Jadi ...," ucapannya terpotong.

Finn memotong perkataan gadis itu, "Hm. Gak usah diterusin Dyn, gue ngerti." Ngerti banget kalau gue gak sepenting itu untuk kalian.

"Gak, gak kayak gitu, Finn!" bantah Dyne.

Finn menghela napas. Ah, sejak kapan mereka tau? Selama ini? Jadi udah sejak lama ya? "Gak apa, anggap aja gitu, Dyn."

"Gak bisa," tolak Dyne.

"Udah Dyn. Gue pergi dulu," pamitnya entah sudah yang keberapa kalinya. Finn menepis tangan Dyne.

"Finn!" bentak Dyne.

Finn tak acuh dengan bentakan Dyne yang tak biasanya. "Gak usah diambil hati. Anggap aja kayak biasa."

Dyne menggigit bibirnya. "Biasa gimana kalau kamu berubah!"

Kedua tangan Dyne menarik kemeja Finn kasar. Selanjutnya, yang ia lakukan kepada Finn sepertinya sudah membuatnya hilang akal.

Rahang Finn mengeras. "F*ck!" umpat Finn. Ia hanya bisa menjadi saksi bisu saat bibir mereka menempel secara tiba-tiba karena ulah Dyne.

"Finn ... dengar, aku--kami gak mau kehilangan kamu," ujar Dyne.

Luluh? Tidak. Hal itu membuat Finn semakin mengeratkan rahangnya. Hanya sekadar gak mau kehilangan, pikir Finn.

Dyne mendengar apa yang Finn pendam. Ia bisa Mindly sejak beberapa minggu ini. Dyne meyakinkan Finn lagi, "Kami butuh kamu, Finn. Jangan pergi."

Haha, iya, butuh gue sebagai pelampiasan.

Dyne frustrasi. Sejak tadi, dalam kepalanya, Finn selalu saja menepis kata-kata yang diucapkan Dyne.

Kesal juga, Dyne menggigit bibir Finn. Refleks Finn membuka mulutnya.

Aku udah merendahkan diriku dan berlaku seperti penggoda ... lalu ini balasannya? batin Dyne miris.

Finn memegang pundak Dyne. Dengan pelan namun kuat, ia menjauhkan tubuh gadis di depannya. Tarikan kedua sudut bibirnya terangkat. Miris, ungkapan itu cocok untuk senyumnya yang terpasang.

"Lo gak pantas kayak gini, Dyn. Jadi gak usah kayak gini lagi. Gue gak suka."

"Satu lagi, kalau lo masih bimbang dan ragu dengan perasaan lo, gak usah beri gue harapan. Maaf, gue pergi."

Setelah berkata demikian, Finn menghilang dari hadapannya. Menyisakan ruang hampa dan kosong.

Ditinggal orang yang selalu ada di sampingnya, yang selalu menemaninya setiap waktu, rasanya ada yang hilang dari dirinya. Tanpa ia sadari cairan bening dari pelupuk matanya terjatuh.

Di sisi lain, di tempat yang lebih dalam di dalam hutan, Finn berpijak di atas dahan tinggi. Netranya menatap langit malam. Dengan frustrasi tangannya mengacak rambutnya kasar.

"Sshh! Twins the d*mn! Selama ini, sampai saat ini, mereka berbohong ... dan berpura-pura gak tau, hebat! Sialnya aku tertipu."

****

Di ruang latihan, Dyse masih terbaring di lantai dengan mata terpejam. Ia tak sadar, di dekatnya berdiri laki-laki yang sejak tadi melihatnya dengan alis terangkat.

"Udah 10 menit lebih, gak ada niat buat pergi?" ujar laki-laki itu menyindir.

Dyse membuka matanya. Hah, orang ini, dengusnya dalam hati.

Tanpa kata, Dyse membangunkan tubuhnya dan beranjak pergi. Namun sebelum terlaksana, laki-laki itu menahannya.

"Apa maumu! Lepas!" geram Dyse. Tangannya menepis tangan laki-laki itu.

"Cold, but I like it." Laki-laki itu menatapnya lamat-lamat. Dyse tak balas menatapnya. Ia memilih segera beranjak pergi.

"Penakut. Mau sampai kapan kamu ngehindar?" seru laki-laki itu mampu menghentikan langkah Dyse.

Dyse paling tak suka jika dikatai 'penakut' tetapi kali ini ia harus menampik egonya yang pemberani. "Aku emang penakut. Apa masalahmu," ketusnya.

"Pantas aja. Udah penakut, pembohong lagi."

Dyse menggeram. Ia membalik tubuhnya. Ia menatap kesal laki-laki di depannya. "Apa masalah kakak! Gak cukup apa, nyakitin Dyne."

"Gak. Sampai kamu berhenti berbohong."

Dyse tertawa hambar. "Berbohong? Sok tau. Kalau kak D gak suka Dyne ya udah. Gak usah cari alasan nyangkutin aku."

"Hah! Aku bingung, apa susahnya buka hati untuk orang lain?" imbuh Dyse sarat akan sindiran.

Dion melangkah mendekat. Refleks Dyse melangkah mundur. "Dan aku bingung, apa susahnya gak berbohong dengan perasaan sendiri?"

"Selama ini aku udah nuruti maumu untuk jauhi kamu. Setiap kali kamu didekatku, setiap kali juga aku urung lepas kendali meluk kamu. Kamu berbohong, aku imbangi. Kamu berpura-pura, aku ikuti. Dramatis! Egois!"

"Sekarang giliran aku yang egois. Dan Kamu ... harus nuruti mauku," ucapnya menekan tiga kata terakhir.

Tubuh Dyne meremang. Benar, yang diucapkan oleh Dion memang benar. Selama ini mereka berdrama. Berpura-pura tak saling dekat satu sama lain, di depan yang lain dan keluarga besar mereka.

Dyse diam tak berkutik. Kakinya sulit melangkah. Melihat hal itu, Dion menyeringai lebar. Diikuti tatapan yang memojokkan Dyse, lembut namun mengintimidasi. Ditambah jarak mereka yang semakin berkurang, Dyse benar-benar terjebak.

"Let's get started," ucap Dion. Dengan sekali hentakan, ia menghapus jarak mereka. Lengan kekarnya mengikat Dyse dalam belenggunya. Kemudian,

Cup.

Dion melakukannya. Mereka tak sadar kalau di sudut ruangan itu, ada seseorang yang menyaksikan. Namun tak lama, ia memilih menghilang dari sana.

** TBC **

Jangan lupa
Klik

👇

Thanks a lot 😊

NEXT CHAPTER....
.......... EPISODE.....
.......... LONG STORY
NEXT PART... STAY TUNE.

Spam Next, kuy » » » B34

Life But UnlifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang