WARNING!!
CERITA INI HANYA KHAYALAN AUTHOR SEMATA
NB: jadi berimajinasilah sesuai deskripsi yang Author paparkan.Selamat membaca 😘 baca dengan teliti ya, sekalian dikoreksi. Hehehehe..
Budayakan Vote kapanpun, tinggalkan jejak Comment dimanapun itu. Lebih baik Voment - Vote & Comment terlambat, daripada tidak sama sekali ~ De'en
⏯️
Seseorang dari ujung gang berdiri dengan geram menatap empat anggota geng dan satu bos yang mengunci seorang gadis di tembok dengan kedua tangannya.
Dia berjalan mendekat dengan tangan terkepal. Empat anggota geng itu menghadang laki-laki yang mendekat ke arah bos mereka.
Duagh.
"Ugh...." ringis mereka bersahutan.
Empat anggota geng itu terhempas ke tembok secara bersamaan. Mendengar keributan di belakangnya, Justin melepaskan tangannya yang mengunci tangan gadis di depannya. Merasa terganggu, dia membalikkan tubuhnya ke belakang dengan kesal.
"Kalian bisa diem ka--gak!" Justin menjeda kata terakhirnya karena melihat keempat anggota gengnya terhempas di tanah.
"Siapa yang melakukannya!?" teriak Justin marah.
Laki-laki yang sedari tadi berdiri tidak jauh dari empat geng yang bersimpuh di tanah, berjalan lebih mendekat. "Yo! Bang, gue balik lagi. Ada yang tertinggal," sapa laki-laki itu kepada bos geng itu.
Justin menoleh ke samping anggota gengnya, ke arah sumber suara. Gadis yang berdiri di belakang Justin dengan mata sembab itu, Elle, dia yang masih ketakutan di belakang punggung Justin-pun ikut mengintip apa yang tengah terjadi.
Elle masih menangis sesenggukan. Dia tidak tahu apa yang membuat dia merasa senang disela-sela tangisannya. Yang Elle tahu, dia merasa senang karena laki-laki itu kembali lagi. Meskipun bukan Elle yang dimaksud dari kata-katanya 'ada yang tertinggal', dia hanya senang laki-laki itu kembali.
Justin menggeram. "Grrr! Dasar bocah ingusan. Ternyata lo belum kapok ya!"
Laki-laki itu berdiri tenang, menantang pemimpin geng itu. Dia tersenyum mengejek. "Sebaiknya lo milih jalur damai, Bang. Karena kali ini gue gak akan segan-segan menghabisi kalian," ucapnya penuh penekanan.
"Hah! Ternyata mau jadi berandal tapi masih bocah gitu, hahaha." Justin tertawa mengejek.
Laki-laki itu hanya tersenyum tipis, matanya memicing menatap Justin. "Bacot lo panjang juga, Bang--ke pengecut!"
Justin mengepalkan tangannya. Dia mendecih. "Cih! Bangun kalian, serang dia!" perintah Justin. Dia ikut maju bersama ke empat anggota gengnya.
Mereka berempat bangun dan mulai menyerang dengan brutal. Selama lima menit, serangan mereka berlima tidak ada yang mengenai laki-laki itu. Hingga akhirnya laki-laki itu melayangkan tendangannya ke arah mereka semua dan kelimanya ambruk, bertekuk lutut.
Dengan koar-koar perintah Justin, mereka berlima bangkit lagi dan menerjang dengan mode sempoyongan. Laki-laki muda itu tetap meladeni Justin dan anak buahnya.
Hingga saat laki-laki itu meladeni pukulan dan tendangan Justin dan anak buahnya yang lain, salah satu anak buah Justin yang membelakangi laki-laki muda itu berinisiatif mengeluarkan senjata tajam dari balik perutnya. Anak buah Justin membuka sebilah pisau seukuran telapak tangan dari belitan kain yang membungkusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life But Unlife
FantasyRomance Fantasy [ ON GOING ] ⚠️ Warning!! Kata-kata kasar, perkelahian, dan beberapa skinship ⚠️ Diane Abrelle, Elle, berumur 17 tahun, dia sekolah di SHS - Senior High School Counvill kota Kagya. Elle sebenarnya gadis cantik dan pintar, namun karen...