WARNING!!
CERITA INI HANYA KHAYALAN AUTHOR SEMATA
NB: jadi berimajinasilah sesuai deskripsi yang Author paparkan.Selamat membaca 😘 baca dengan teliti ya, sekalian dikoreksi. Hehehehe..
Budayakan Vote kapanpun, tinggalkan jejak Comment dimanapun itu. Lebih baik Voment - Vote & Comment terlambat, daripada tidak sama sekali ~ De'en
⏯️
Angin fajar masih menyelimuti hutan Xigarea menjaga kesejukan di dalam hutan itu. Embun pagi menyerbak di setiap penjuru hutan. Harum tanah dan dahan-dahan yang lembap menciptakan wangi khas hingga memanjakan indra pernapasan setiap makhluk hidup.
Mentari hangat enggan keluar dan memilih menemani awan yang masih terlihat kelabu. Dengan memancarkan cahayanya, ia berharap bisa memberikan sedikit kehangatannya untuk sang awan.
Keheningan dalam suasana sepi dengan sedikit sentuhan kicauan burung, gemerisik daun dan dengungan lebah menciptakan melodi alunan alam yang begitu indah didengar. Nyanyian beberapa serangga hutan dan hewan lain yang ikut andil mampu menyita perhatian beberapa orang yang tengah lewat di sana.
Tak terkecuali mereka. Seketika salah satu langkah dari mereka terhenti. Laki-laki itu menajamkan telinganya menikmati alunan musik alam yang tersaji. Kedua tangannya yang memancarkan cahaya putih nan halus yang semula terayun mengikuti irama langkah kakinya itu ikut terhenti.
Tetapi tampaknya bukan alam yang menyita perhatiannya, melainkan hal lain yang sudah dicari-cari dari tadi oleh mereka. Bahkan jauh-jauh hari saat berada di sini. Matanya yang terlihat lelah nampak sedikit berbinar saat melihat apa yang dilihatnya.
"Stt. Sepertinya ada satu jejak yang sangat familiar," ucapnya menahan langkah seseorang di belakangnya.
"Katakan dimana? Jejak siapa?" tanya laki-laki di belakangnya.
Laki-laki tadi memejamkan matanya sejenak. Dia membiarkan angin sayup-sayup memainkan helai rambut silver di dahinya. Dia mengambil napas sebelum menimpali pertanyaan temannya itu. "Di ranting pohon depan kita. Jejak siapa lagi kalau bukan Dion, tapi pemijakkan Reption-nya udah dua hari yang lalu."
Laki-laki berambut cokelat pekat itu berseru, "Oh, ya udah gak apa-apa. Buruan kita lacak, Ax!"
"Ngegas aja lo, Finn. Sabarlah!" ketus laki-laki itu, Axe.
"Jelaslah. Gue asli udah capek, Ax. Kasihan juga sama Dyse dan Dyne." Finn menolehkan sedikit kepalanya, bermaksud menunjuk kepada dua gadis di belakangnya.
Axe menghendikkan bahunya. "Kan udah gue bilang kemarin, risiko tanggung sendiri-sendiri."
"Udah, Finn. Tenang. Gak usah pedulikan kami berdua, Ax. Fokus nyari kak Dion saja," ucap gadis berambut cokelat.
"Sama dengan Dyse. Kita baik-baik saja, Finn. Kamu tenang saja," timpal gadis berambut pirang di samping gadis yang disebutnya.
Kalau mereka sudah berkata begitu mau bagaimana lagi. Finn mendesah.
"Tapi bentar, Ax. Ini ... bukannya ini memasuki wilayah mereka?" tanya Finn. Matanya meneliti tempat sekitar. Cahaya putih nan lembut ikut memancar dari tangannya. Dia mencoba memindai tempat itu.
Dyse dan Dyne yang mendengar hal tersebut otomatis memunculkan cahaya yang sama dari tangan mereka. Alis Dyne berkerut tajam. "Benar katamu, Finn. Ini wilayah mereka."
Axe mengangguk. Ini memang wilayah mereka. Dan jumlah mereka jauh di dalam sana lebih dari satu tentunya. Batinnya.
Klan Warlock terang-terangan tidak menghilangkan aura ilmu hitam mereka, karena memang inilah tanda wilayah mereka yang seharusnya tidak memperbolehkan orang lain selain bagian dari klannya masuk ke wilayah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life But Unlife
FantasíaRomance Fantasy [ ON GOING ] ⚠️ Warning!! Kata-kata kasar, perkelahian, dan beberapa skinship ⚠️ Diane Abrelle, Elle, berumur 17 tahun, dia sekolah di SHS - Senior High School Counvill kota Kagya. Elle sebenarnya gadis cantik dan pintar, namun karen...