B10 - Beban Hidup | Axe Pov

468 44 138
                                    

WARNING!!
CERITA INI HANYA KHAYALAN AUTHOR SEMATA
NB: jadi berimajinasilah sesuai deskripsi yang Author paparkan.

Selamat membaca 😘 baca dengan teliti ya, sekalian dikoreksi. Hehehehe..

Budayakan Vote kapanpun, tinggalkan jejak Comment dimanapun itu. Lebih baik Voment - Vote & Comment terlambat, daripada tidak sama sekali ~ De'en

Axe Pov#

Gelas berukuran sedang, berisi minuman yang katanya mampu membuat masalah hilang seketika itu ku teguk. Oke, cukup berhasil. Pikiranku rasanya lebih ringan. Padahal yang aku tahu efek setelah meminumnya, masalahku masih tetap ada, bahkan kepalaku akan pusing seakan-akan pecah saat bangun tidur. Tetapi, mau bagaimana lagi, aku butuh-- sangat membutuhkannya.

Sudah dua malam ini aku melakukan rutinitas seperti ini. Berulang-ulang sudah ku lakukan tetapi masih belum juga merasa tenang. Tegukan demi tegukan ku minum tanpa henti. Ini tegukan yang entah ke berapa, saat aku memutuskan untuk datang ke sini, tepatnya di cafe Inmole. Hampir satu jam penuh ku habiskan di bar cafe ini.

Sedari tadi saat menyadari adanya dia, mataku memanas menatap ke depan. Orang di depanku, jauh di seberang mejaku sekarang, itu salah satu hal yang membuat gairah minumku semakin membuncah.

Aku terus memperhatikan gerak-geriknya. Dia berjalan sempoyongan keluar dari dalam bar bersama teman-temannya yang mengapitnya. Hingga mereka keluar dari dalam bar, aku mengalihkan mataku ke mejaku.

Tujuanku ke sini untuk menetralkan pikiranku, tetapi sekarang bahkan jauh dari kata netral. Yang ku butuhkan ketenangan, namun apa yang ku dapat? Ketenanganku semakin menyusut. Melihat sosoknya mengingatkan aku pada dia. Bahkan ketenanganku jika ada atau tidaknya trio terlaknat yang berisik itu, tidak ada perbedaannya. Karena ketenangan yang ku peroleh hanya sejenak sebelum melihat kehadiran laki-laki di seberang meja tadi.

Aku menghentakkan gelasku. Dengan keseimbangan yang sempurna, aku berjalan keluar dari bar dan cafe ini mengikuti laki-laki tadi. Rasa mabuk yang melandaku sudah hilang sejak mataku mengawasi orang itu.

Aku terus melangkahkan kakiku. Sesekali langkahku terhenti oleh tangan-tangan perempuan penggoda di sini.

Cih! Aku menepis setiap tangan perempuan di sini yang mengenai kulitku. Entah sejak kapan aku begitu membenci sosok perempuan, kecuali ibuku dan dia.

Di parkiran mobil yang berjarak 50 meter dari cafe, terdengar keributan. Beberapa laki-laki terlibat perkelahian. Mataku menyipit, laki-laki yang ku perhatikan dari tadi dan dua temannya ternyata ikut terlibat. Fuck the hell, tiga lawan tujuh, yang benar saja.

Aku mendengus. Bukan karena ingin membantu mereka bertiga, melainkan tanganku gatal ingin menerjang ketidakadilan di depan mataku.

"Hei Brother, lagi main apa?" tanyaku setengah berteriak kepada mereka.

Kesepuluh kepala itu menoleh ke arahku, mereka menghentikan adu jotosnya. Ekspresi mereka lucu semua, andai kalian melihat sendiri. Muka mereka yang miring, senyum miring mereka, lipatan muka bengis mereka, raut wajah mereka yang babak belur, tautan kedua alis mereka dan salah satu tangan lawan dari tiga laki-laki itu, yang awalnya tadi mau menonjok pipi laki-laki yang ku perhatikan tadi, malah meleset mencubit keras pipinya.

Aku tersenyum miring, alisku terangkat tinggi. "Kalian lucu-- asyik main dan gak ajak-ajak gue?" tanyaku tanpa menginginkan jawaban. Aku berjalan semakin mendekat.

Laki-laki yang lebih dekat dariku menghardikku, "Pergi lo! Lo gak mau cari masalah sama kita kan, jadi pergi menyingkir!"

Aku tersenyum memamerkan deretan gigi putihku. "Well, emang gak. Tapi kayaknya kalian seru juga. Ikutan dong!" ujarku.

Life But UnlifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang