Aku masih bingung dengan keadaan aku sekarang. Aku akan menikah? Dengan siapa? Aku belum mengenal wujud calon suami ku. Apa yang harus aku lakukan? Dan terlebih lagi aku belum siap berkeluarga diumurku yang sekarang ini. banyak ketakkutan yang tita-tiba terlintas dalam otak kecilku.
Aku takut kelak dia tidak mencintaiku, aku takut diabaikan olehnya, aku takut calon suamiku mempunyai calon istri idamanya sendiri, aku takut,takut atas segala hal yang membuatku rapuh. Aku ingin menolak tapi aku gak sanggup mengecewakan mudir terlebih lagi ayah yang sudah sangat antusias dengan perjodohan ini. aku menundukkan kepalaku dalam gak sanggup menatap mudir terlebih lagi ayah.
" Naira..." panggil ayah lembut yang membuatku refleks menatap ayah. Ku gigit bibir bawah ku sekuat tenaga menahan tangis yang sedari tadi ingin aku tumpahkan. Jujur, aku sangat belum siap.
" iya yah.." jawabku terbata seraya menahan tangis. Ayah meenatapku teduh dan penuh kasih sayang. Aku menghirup oksigen sebanyak mungkin dan menghembuskannya secara perlahan. Dalam otakku hanya satu keinginan, aku harus menjelasakan apa yang aku takutkan dan aku rasakan saat ini. dengan tenang aku menatap mudir dan ayah secara bergantian. Dan...
" Ayah,ustad.. sebelumnya Naira ingin minta maaf,,," dan akupun menceritakan segala keresahanku yang mulai dari umurku yang masih dini jikalau untuk berumah tangga,apalagi terkait pendidikan dan yang paling penting terkait calon yang akan dipasangkan denganku.
Ayah dan mudir tersenyum maklum mendengar ucapanku. Aku sangat yakin mereka pasti maklum dan wajar dengan apa yang aku rasakan saat ini. apalagi diumur ku yang saat ini, kebanyakan remaja sebaya denganku sedang asik-asiknya menikmati kehidupan remaja. Mengejar prestasi, menjadi center disegala bidang, memperluas pertemanan dan yang paling penting tidak ingin terikat dengan segala peraturan yang dianggap terlalu mengekang.
"nak Naira tenang saja," ujar mudir seraya tersenyum " nak Naira akan tetap bisa melanjutkan pendidikan nak Naira. Apalagi tujuan kami menjodohkan nak Naira dengan putra saya semata-mata untuk berjuang dijalan Allah salah satunya untuk kader atau penerus kami berjuang dipondok ini. in sya Allah semuanya berkah". Hatiku bergetar mendengar penjelasan mudir yang sama sekali tidak terlintas dalam otakku.
" nak Naira belum tahu kan anak saya yang mana?" ucap mudir seraya tersenyum hangat padaku. Aku hanya menggeleng polos seraya menggenggam tangan ayah erat. Ayah tersenyum dan memelukku dari samping.
"Sebentar nak, saya panggilkan dulu" ucap beliau berlalu pergi.
Mudir pun meninggalkan aku dan ayah. Ayah tersenyum menggodaku. Dan jujur saja aku masih bingung kenapa ayah bisa mengenal mudir dan parahnya punya niatan untuk menjodohkan aku dengan putra mudir. Seperti yang aku jelaskan sebelumnya, keluargaku bukan dari kalangan pesantren kami hanya orang biasa. Ayahku seorang pengusaha bukan ulama ataupun kyai.
"Ayah,, ayah gak main-mainkan akan hal ini" tanyaku pada ayah. Lagi-lagi ayah tersenyum hangat sebelum menjawab pertanyaanku.
"Ayah serius sayang,,,kalian itu dijodohin dari kalian kecil" jelas ayah enteng.
Aku terkejut bukan main. Dijodohkan sejak kecil? Perasaan aku gak pernah punya teman kecil yang berasala dari pesantren ataupun dari keluarga pesantren apalagi anak pemilik pesantren. Aku semakin bingung. Ya udahlah sudah terjadi juga....
"kenapa ayah gak pernah cerita" ucapku merasa ayah telah melanggar perjanjian kita untuk tidak saling merahasiakan apapun.
"karena belum waktunya sayang," ucap ayah seraya mengusap kepalaku. "kamu sudah di khitbah oleh abahnya calon suami mu dari kamu duduk di bangku tsanawiyah,makanya kami memondokkan kamu, biar kamu terjaga" lanjut ayah menjelaskan padaku.
"Ayah harap kamu tidak mengecewakan ayah Ra" ucap ayah sukses membuatku bungkam.
"Naira gak mau jadi anak durhaka yah.. ayah tahu sendirikan gimana karakter putri kesayangan ayah ini" ucapku final seraya bertingkah manja dengan memeluk lengan ayah erat.
" putri ayah yang manjaaaa" ujar ayah seraya mencubit hidung mancungku....
....
Mudir datang menghampiri aku dan ayah disertai seorang lelaki ynag mengekori beliau dari belakang. Aku terkejut dan sangat terkejut mengetahui sosok yang berada dibelakang mudir. Ya, aku sangat mengenal sosok itu, dia yang sering menjadi bahan perbincangan dikalangan santri wati, dia yang selalu diagung-agungkan.
"Assalamualaikum" suara itu, suara yang pernah melintas dalam indera pendengaranku.
Ya,, dia Ahmad Zamzam Abdul Muttaqqin,,lelaki yang menjadi sorotan dikalangan santri, sekarang idola para santri sedang duduk dihadapanku ditemani abahnya.
"Waalaikumussalammm " jawabku.
"Nak Naira,, perkenalkan dialah calon suamimu" ucap mudir sungguh.
Kurasakan tatapan mata si dia mengarah kearahku. Mungkin dia sama terkejutnya denganku akan hal ini.
"afwan ustad apa ana boleh bertanya sesuatu kepada gus zamzam? " tanyaku. Aku sengaja menyebutnya dengan panggilan gus. Karena kurasa gak sopan kalau aku langsung memanggil dia dengan sebutan namanya.
"tafadhol,, tafadhol,, silahkan tanyakan apa ingin nak Naira tanyakan" ucap mudir mempersilahkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEMAN UNTIL JANNAH (SELESAI✅)
Fiksi RemajaSebuah skenario kehidupan yang tidak pernah ternalar oleh otak manusia. Syukur, sabar dan ikhlas menjadi landasan utama mencapai kebahagiaan yang hakiki. Kisah ini, adalah cerminan dari perjuangan sang gadis penyembara hidup yang menyertakan Allah d...