Carlo Dante masih berusaha menyeimbangkan akal sehatnya. Dalam waktu semalam ia telah kehilangan seluruh pegangan hidupnya. Keluarganya, yang selama ini menerima dirinya, menyayangi dan menghormatinya sebagai pemimpin keluarga.
Langkahnya gontai, tatapannya kosong seolah isi dunia menjadi tidak berarti. Waktu seperti terhenti. Duduk di sebelah Ramshad, lututnya masih gemetar.
"Ada apa?" tanya anak buah Al Hadiid itu. Tak kunjung memperoleh jawaban pasti, dahinya berkerut, kembali mengulang ucapannya. "Yang Mulia, apa yang terjadi?"
"Lupakan semuanya, Ramshad. Kembalilah ke istana. Aku bukan rajamu lagi dan mengabdilah pada siapapun pilihan sang ratu." jawab Dante, suaranya terdengar hampa.
"Tapi ... apa yang terjadi?!"
"Kembalilah. Kau akan tahu. Semua terjadi karena salahku. Aku akan menyelesaikan janji terakhirku pada Black Dean untuk menyelamatkan putrinya."
Ramshad menggeleng, "Tidak! Panglima Al Hadiid bahkan belum memerintahkan saya kembali ke istana, jadi pasti ada yang aneh."
Dante tersenyum kecut. Kata-kata Ramshad untuk memancing kecurigaannya semakin tak bermakna. "Ratu Eyn Mayra telah memutuskan hubungan kami demi lelaki yang baru dikenalnya sehari. Eyn Huza menyalahkan aku atas tindakanku memilih hidup di luar istana. Bukti apa lagi yang ingin kau tahu? Mereka jelas telah mengusirku dari istana seolah aku bukan siapa-siapa. Lalu kau? Siapa dirimu hingga berniat membelaku? Ramshad, pulanglah. Ini bukan tugasmu lagi."
Ramshad menggeleng tak percaya. "Tapi, mengapa?"
"Jika kau terus bertanya, maka jawabannya karena kesalahanku. Kebodohanku. Istriku memintaku pergi sebab dia merasa sepi. Mungkin begitu."
Wajah Ramshad sedikit berbinar, seolah muncul ide cerah di kepalanya. "Lakukan telepati, Yang Mulia. Coba selami pikirannya! Dengan begitu Anda tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Kini giliran Dante yang menggeleng, menolak gagasan Ramshad, pengawal setia sekaligus anak buah Al Hadiid itu. "Tidak! Tak seorangpun suka dibaca pikirannya. Terutama Eyn Mayra. Dia akan langsung tahu dan marah. Hal itu akan menambah kebenciannya padaku. Sudahlah! Bila kukatakan semua sudah berakhir, maka memang harus berakhir. Kau atau siapapun tidak bisa mencegahnya. Aku harus menghormati keputusan ratu."
"Bagaimana bila itu keputusan yang salah?!"
Dante terdiam. Kecewa telah membentuk awan duka di hatinya, menghentikannya memikirkan segala kemungkinan.
Ramshad yang merasa junjungannya membenarkan kata-katanya, kembali berkata, "Saya akan pulang, namun untuk kembali. Saya ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi dan ketahuilah, Anda pun tidak bisa mencegah niat saya! Tetaplah waspada, Yang Mulia. Orang-orang ini, Black Dean dan Rafael, mereka tidak bisa dipercaya."
"Aku tahu, Ramshad. Pergilah." perintah Dante pelan.
Pengawalnya itu segera bangkit, lalu membungkuk memberi hormat. "Sampai nanti, Yang Mulia."
Dante mengangguk dan Ramshad pun menghilang dari pandangan, tanpa menyadari bahaya lain mengincar Dante sesudah kepergiannya.
Sementara itu, agak jauh dari posisi Dante duduk termangu, Black Dean mulai memainkan lidah ularnya. Licik dan berbisa. Mendekati Rafael yang juga belum mengistirahatkan indranya.
"Lihatlah! Tak lama lagi kesempatan kita akan datang. Kau pun harus bersiap." ucapnya, memulai pembicaraan.
"Untuk?" Dahi Rafael berkerut.
"Membuktikan dominasimu. Ingat! Carlo Dante telah membantai kawanan serigala kesayanganmu. Setelah semua yang terjadi, tidakkah kau ingin membalasnya?" bisik Black Dean halus membius, menerbitkan amarah dan nafsu membunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carlo Dante : A King's Chapter of Life
FantasySepak terjang Carlo Dante ketika masa restorasi kapal induk Saturn Gallant II. Menghadapi komplotan penjahat membutuhkan konsentrasi tinggi dan pengorbanan fisik. Ia harus rela berpisah dari Eyn Mayra selama bertahun - tahun, bahkan dipenjara di Ch...