Beat 24 : Apostrophe

16 0 0
                                    

Pangeran Hafiz menyaksikan kegagahan sang ayah mengalahkan Raja Ardeth melalui balkon kamarnya. Detik itu juga ia menyadari bahwa tugasnya di masa depan tidak akan jauh berbeda, mungkin lebih berat. Putra sulung Carlo Dante tidak mungkin hanya berdiam diri saja di istana menunggu kedatangan musuh. Berbekal buah pikiran yang idealis, Hafiz memberanikan diri bicara di depan seluruh anggota keluarga.

Saat makan malam, semua dibuatnya tercengang. Cukup untuk menghilangkan selera makan sang raja.

"Tolong ulang lagi keinginanmu, Pangeran?" tanya Dante dengan raut muka serius.

"Aku ... memutuskan bergabung dengan pasukan Dewan Bumi. Aku ingin mencari jalan hidupku sendiri," jawabnya, berusaha agar tidak terbata-bata. Mengurangi secuil gentar ketika membalas sorot mata ayahnya yang tak berkedip sekalipun.
"Prinsipku mulai berbeda denganmu, Ayah. Cukup banyak perbedaan, oleh karena itu, aku memohon izinmu untuk pergi," lanjutnya.

Suasana tetap hening. Tak satupun di antara mereka yang berani buka mulut mendahului raja. Sungkan membiarkan hawa yang sedemikan kaku, Dante mulai buka suara.

"Ehem, pemikiran yang bagus, kau mulai dewasa, tapi ada bagian yang mengganjal pikiranku," Dante membiarkan semua menunggu, sambungnya, "selama ini Dewan Bumi berseberangan dengan Central. Kau tahu, ayahmu ini masih mendukung Central. Dia yang peduli memberi kesempatan bekerja di Saturn Gallant dulu. Sedangkan Dewan Bumi? Matipun mereka tak peduli."

"Itu kisah masa lalu, tak ada hubungannya denganku. Lagi pula, saat kita bersitegang, ayah selalu membiarkan aku pergi. Ayah tak pernah mengejarku untuk membuatku mengerti. Kadang, aku merasa tak mengenalmu."

Kalimat Hafiz yang telanjur jujur membuat ibunya menghela napas cukup dalam. "Hafiz ...." ucapnya lirih, mencoba menyadarkan putranya.

"Itu yang kurasakan, Ibu. Buat apa aku berpura-pura? Aku tidak ingin tinggal di istana selamanya."

"Ada dua pihak yang tidak akan kusetujui untuk kau dekati, Pangeran. Dewan Bumi dan Dark Kent. Mereka terlarang untukmu, titik!" Baru saja Dante hendak meninggalkan ruang makan, tanggapan putranya mulai menguji kesabarannya.

"Jika demikian, aku menolak menjadi raja!"

Semua orang terkesiap, kecuali sang paman, Al Hadiid, yang tampak tenang mendengarnya.

"Oh? Begitu? Kau masih kecewa dengan keputusanku melarangmu bertemu Airyn?" Dante kembali berdiri menghadap seluruh keluarganya. Beberapa saat mengatur kata-kata. "Lalu apa bedanya, Hafiz? Engkau di sini atau tidak? Bila tetap di sini, kau belum siap menempatkan diri dengan menyadari siapa Airyn yang sesungguhnya. Bila kau pergi, tetap memihak Dewan Bumi. Mengapa kau tiba-tiba begini?"

"Firatya," jawab Hafiz pendek.

"Apa maksudmu?"

"Ayah terlalu cepat menghakimi Airyn, tapi lunak terhadap Firatya, padahal ratu Mesir itu sudah jelas bersalah membantu Ardeth. Selain itu, terlalu banyak alasan yang sulit kujelaskan. Yang jelas, aku ingin menempuh jalanku sendiri. Hidupku sendiri. Aku tidak bisa melihatmu demikian gagah memimpin negeri ini, juga paman Al Hadiid, paman Ramshad, sedangkan aku ... hanya bersembunyi di balik bayangan kalian semua. Aku ...." Hafiz tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Mustahil baginya menyakiti hati ayahnya, namun di sisi lain, ia sangat membutuhkan kebebasan itu. "Sebaiknya aku pergi. Maafkan aku sudah menentangmu, Ayah. Ibu, doakan aku. Kerajaan akan baik-baik saja tanpaku. Selamat tinggal!"

Hafiz melangkah pergi, dan sebelum Eyn Mayra beranjak dari tempat duduknya, Dante lebih dulu menahan tangannya.

"Biarkan dia, jika tanpa izinku dia mampu meraih tujuan hidupnya, maka tidak masalah bagiku."

Carlo Dante: A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang