Beat 46 : First Wave

13 0 0
                                    

"Rencana paling gila yang pernah kulihat," ujar Taja, sambil menyodorkan segelas minuman untuk rajanya. "Mengapa tidak langsung menyelamatkan ratu dan menyerang Ardeth? Rakyat Eyn dan Hinnan lebih mengakui kemenangan dengan cara itu." usulnya kemudian.

"Kita tidak berperang dengan rakyat Hinnan, meskipun mereka mau dan membenci kita. Ini murni masalah pribadi. Ardeth berani macam-macam dengan mencoba merebut istri orang. Sedikit pelajaran akan membuatnya jera. Namun kali ini, harus lebih menyakitkan. Dia harus kehilangan semua pasukan yang berjaga di Eyn." jelas Dante, memandang ke balik jendela. Pondok kecil tempat mereka bernaung terletak tak jauh dari sungai di sebuah lembah, cukup jauh dari istana. Lembah itu dapat dicapai setelah melewati hutan di belakang istana. Ardeth tidak mungkin memeriksa tempat itu karena pandangan mereka akan tertutup, tak melihat apapun karena pengaruh kekuatan Dante.

"Semua?" tanya Ramshad, tengah asyik mengasah pedang sambil melirik rajanya dan tersenyum pada Taja.

"Tak ada pilihan lain. Berat, tapi inilah perang. Jika tidak, Ardeth akan berpikir kita terlalu lemah. Aku sudah membuktikannya di perang terakhir. Dia tetap tidak paham. Beraninya masuk ke dalam istana dan masih berniat memperistri Eyn Mayra sebagai ratunya."

"Bagaimana jika ... kali ini dia tetap tidak jera?"

"Maka dia akan kehilangan rakyat, juga nyawanya!" jawab Dante pada Taja, membayangkan betapa sedih Eyn Mayra dalam kesendirian saat ini. Menghadapi kenyataan bahwa ia harus menjalani adat pernikahan akibat ulah Ardeth yang semena-mena.

Taja mendongak ke arah jendela seraya berkata, "Sudah saatnya. Titah raja sudah jelas. Ayo, Ramshad, mainkan bagian pertama kita!"

Sebelum pergi melalui teleportasi, Dante mengingatkan Ramshad, "Dulu kau selamat karena Dante muda bekerja sama denganmu menciptakan ilusi sehingga semua orang mengira kau yang terbunuh. Tapi sekarang .... "

Ramshad mengangguk. "Saya tidak akan menyesali apapun, Yang Mulia. Anda sudah membuktikan bahwa seorang raja harus berkorban demi rakyatnya. Sekarang, giliran kami berdua dan seluruh pasukan."

"Al Hadiid dan Eyn Huza juga sudah tahu tugas mereka. Pergilah!"

***

Eyn Mayra, sang ratu, berjalan menuju tengah balairung. Gaun pernikahannya bertabur berlian terkesan mewah. Kepalanya tertutup tudung dan cadar. Langkahnya tenang.

Tepat di depan sana, seorang pria tengah menunggunya.

Zaghas Ardeth.

Saat ini semua orang masih mengira bahwa Eyn Mayra tak lagi bersuami. Kenyataan yang ada ditutup rapat oleh Ardeth, juga tidak merasa sayang untuk memanjakan rakyat Eyn pagi ini sebab ia hendak merebut sang ratu dari hati rakyatnya. Setelah pengkhianatan wanita itu, Ardeth berencana memboyongnya langsung ke Hinnan. Selamanya.

Sayangnya, ia tak pernah belajar dari pengalaman.

Matanya selalu menuntut tanggung jawab Firatya yang hadir sebagai tamu kehormatan untuk membantunya. Pasukan telah siap dan para pengawal Hinnan menjaga setiap sudut istana. Ia pikir, semua itu sudah cukup menghalangi Dante.

"Buka penutup wajahmu," pinta Ardeth lembut sebelum akad dilangsungkan. Tampak romantis, tapi sesungguhnya ia berniat memastikan pengantinnya tidak ditukar. Firatya pun memberitahu lewat teleportasi bahwa wanita di depannya adalah benar-benar ratu Eyn.

Jadi tidak ada masalah, pikirnya.

Anggukan kepalanya merupakan tanda dimulainya pengucapan ikrar setia.

Carlo Dante : A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang