Beat 36 : Gangsta Arms

10 0 0
                                    

"Bawa anak itu kemari!"

"Tapi ... dia belum siap."

"Aku yang menentukan dia siap atau tidak, BAWA KEMARI, CEPAAT!!"

Pria itu menatap hampa anak yang direnggut darinya, namun tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah. Puluhan anak lain telah gagal menjalani proses itu, dan kini giliran Dante. Bocah laki-laki tiga tahunan itu menjerit ketakutan menyebut namanya, "Alex! Aku takuutt! Alex!"

"Kita tidak bisa apa-apa untuk menolongnya, Sayang. Semua tergantung Dante sekarang." Ruby, istrinya, hanya sanggup mengelus punggungnya.

"Aku tidak ingin kehilangan anak itu, Ruby. Jika dia hidup, kita harus mengeluarkannya dari sini!"

Berjam-jam berlalu, belum ada tanda-tanda seseorang keluar dari ruang upgrade. Ruby tak henti berdoa mengharap Dante selamat. Bagaimanapun ia dan suaminya telah diam-diam merawat anak itu, menganggapnya seperti anak sendiri, berjuang memisahkannya dari anak-anak lain yang sudah dicuci otak oleh Roughart dan mengajari Dante untuk berpura-pura taat, bila ingin selamat.

"Berjanjilah untuk tidak menangis, Ruby." ucap Alex lesu. Sebagai pria, ia sudah tak sanggup berdiri, kedua lututnya lemas membayangkan nasib si kecil Dante.

Ruby mencium lengan suaminya. "Kuharap, dia hidup lebih lama dari kita."

"Dan menghancurkan tempat ini, Lethal-X Academy, berikut orang-orang di dalamnya. Aku tak peduli lagi, Ruby. Aku bahkan rela mati demi melihat kebebasan Dante."

Mereka saling berpeluk.

Di dalam ruang upgrade, Dante merasakan ketakutan yang luar biasa. Seseorang muncul dari kegelapan namun bukan orang-orang yang dikenalnya selama tinggal di akademi terselubung itu. Lima makhluk aneh mengitari Dante yang sudah dibelenggu besi pada leher, tangan dan kaki. Mulut mungilnya pun dibekap supaya tak ribut. Jelas mereka tidak mau repot menangani korban yang terus berontak, meskipun cuma anak kecil.

Dingin besi yang menjalari kulitnya tak sebanding dengan rasa ngeri menghadap malaikat maut. Mereka memang bukan malaikat tapi mampu mengantarkan dirinya pada kematian. Mungkinkah ... kematian lebih baik baginya?

Semakin dekat, kelima makhluk itu semakin jelas. Sangat jelas bahwa mereka BUKAN MANUSIA! Bentuk wajah, kulit dan tubuh mereka seperti alien dari planet lain. Gigi-gigi yang menyeringai, mengisyaratkan muak berkepanjangan akibat sering mengalami kegagalan. Satu hal yang pasti, mereka tak berniat memakan Dante atau setidaknya mencicipi daging muda yang tersaji tak berdaya di depan mereka.

Makhluk yang tampak lebih garang sekaligus pemimpin mereka, Roughart, mendekati Dante setelah saling bercakap-cakap dengan bahasa mereka. "Namamu Carlo Dante?"

Dante yang kesulitan bergerak cuma bisa berkedip sekali, masih berharap dikasihani. Kini seluruh tubuhnya gemetar, dan basah oleh keringat.

Makhluk itu berkata lagi dalam bahasa bumi, "Kami akan menghadiahkan kekuatan ini padamu. Kau dapat menjadi lebih kuat. Sayang, banyak temanmu yang justru tewas saat proses pemindahan belum selesai. Fisik mereka terlihat kuat, namun membuat kami kecewa. Sekarang, kau harus mencobanya. Satu hal yang harus kau ingat, bila kau tak mampu mengendalikannya, berarti kehancuran planetmu sudah dekat. Hahahaa!!"

'Upacara' kecil pun dimulai. Tak satupun yang mengucap mantra, kecuali masing-masing dari mereka mulai mengeluarkan sesuatu yang bergerak seperti asap berwarna gelap, merayap dan memasuki lubang telinga dan hidung Dante, selebihnya menyatu dengan kulit. Saraf mati rasa, anak itu bagai dirasuki kekuatan luar biasa, sehingga ia tak lagi mampu berteriak.

Roughart terkejut melihat daya tahan Dante. Tak lama, ia tersenyum puas. "Akhirnya, inti Zord telah menemukan 'rumah'-nya. Kini bumi memiliki 'bom waktu' yang bisa menghancurkannya setiap saat. Dante, nasib bumi kini ada di tanganmu. Kendalikan, atau kau akan kehilangan segalanya, hahahahaa!!"

Carlo Dante : A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang