Beat 48 : Luka

9 0 0
                                    

"Jadi ... kau tanamkan gerbang jiwa dalam diri Covar dan Ardeth?" Eyn Mayra mendekat, rona wajahnya tampak pucat. Begitu jelas terpancar di sela-sela cahaya bulan yang bertamu di balairung istana. "Mengapa? Tidak adakah hukuman lain untuk Raja Hinnan?"

Sikap Eyn Mayra yang menuntut pertanggungjawaban, memaksa Dante menegakkan kepala, setelah lama hanya termenung sambil bertopang dagu menatap lantai. Duduk di atas singgasananya, sosoknya kelam dalam nyala penerangan yang remang, seolah memendam tekanan yang begitu besar. "Racikan racun Firatya bukan main-main. Aku melihat aura Covar menghitam, akibat reaksinya setelah Firatya kubuat gila. Dengan gerbang jiwa, Ardeth akan merasakan penderitaan yang sama."

"Pengecut itu memiliki penawarnya. Dia bisa sembuh kapan saja!" tentang Eyn Mayra, sepasang matanya mulai berkaca-kaca.

Ujung bibir Dante sedikit naik, sangat memaklumi ketidaktahuan istrinya. Tapi, wanita yang sudah melahirkan anak-anaknya itu harus tahu kenyataan yang sesungguhnya walau akan terluka. Jelasnya perlahan, "Firatya tidak pernah membuat penawar untuk Covar. Dia membohongi Ardeth. Andai kau tahu, Firatya melampiaskan dendamnya padaku karena menganggap aku memengaruhi Zeke. Celah itu yang tak terbaca olehku. Maafkan aku, Eyn Mayra. Aku gagal melindungi putra kita."

"Sayang?"

"Aku tahu, kau kecewa padaku. Kumohon, biarkan aku merenungi dosa-dosaku. Nanti, pastikan Covar terjaga saat aku datang." ucap Dante, kembali tenggelam dalam suramnya hati yang tercabik.

Mendengar itu, Eyn Mayra menelan kata-kata. Berbalik, namun urung. Pelan menghadap ke arah singgasana, lalu menaiki anak tangga. Tak berapa lama, ia sudah jatuh bersimpuh di depan kaki suaminya. Dengan jari bergetar, memberanikan diri menyentuh, kemudian memeluk kaki kanan Dante.

"Aku takut kehilangan. Pertama dirimu, lalu Covar. Kira-kira, siapa berikutnya?"

"Aku? Kau kehilangan diriku? Apa maksudmu, Eyn Mayra?" Telunjuk Dante memainkan dagu wanita terkasihnya agar membalas tatapannya.

Dan air mata pun mulai mengalir di pipi Eyn Mayra. "Sejak kau muncul setelah selamat dari ledakan, aku merasa ada yang berbeda. Kekuatan, cinta, juga ... kehangatan yang kau berikan," terbuai oleh sentuhan tangan Dante yang berakhir dengan memberikan kecupan kecil di jemari kokoh pria itu. "Benarkah ini dirimu, Sayang? Gerbang jiwa hanya bisa dibuka oleh keturunan Eyn yang terpilih. Bagaimana bisa kau melakukannya? Mengendalikan pikiran hampir semua orang? Segala perubahan yang terjadi padamu, akan memperlebar jarak di antara kita bila kau tak mampu menjelaskan. Aku takut, kau menjadi terlalu hebat, meskipun tak henti menyalahkan diri sendiri karena lengah melindungi Covar. Dante, ini aku, masih Eyn Mayra yang sama. Bagaimana denganmu?"

Dante tersenyum, menganggap lucu kekhawatiran Eyn Mayra yang mengira bahwa leburnya inti Zord dan Zeal telah memengaruhi kepribadiannya. "Lebih kuat? Entahlah, rasanya biasa saja. Inti Zord punya kelebihan meniru kekuatan seseorang. Aku belajar darimu dan dia memberiku fasilitas itu. Mengendalikan pikiran? Itu juga ciri telepati bangsa Eyn 'kan? Zeal menghadiahiku kemampuan itu. Lalu apa masalahnya? Tapi ... lebih hangat?" Dante membangkitkan wanitanya supaya duduk di pangkuannya, mendekatkan wajah mereka berdua. "Mau mencobanya lagi?" godanya penuh cinta di telinga Eyn Mayra hingga wanita itu tak kuasa menahan tawanya, sejenak melupakan air mata.

"Aku .... "

"Ya? Jangan berpikir lama-lama."

"Dengarkan dulu."

"Baik."

"Dante, berhenti menyentuh bagian itu. Kau tahu, aku suka .... "

Wanita itu tak lagi bersuara.

Dante memang lihai menghanyutkan perasaan Eyn Mayra, namun kali ini, ia dalam kendali penuh. Raja Eyn itu tak meluluskan desah istrinya yang terus memohon.

Carlo Dante : A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang