Beat 18 : First Days (Day One)

22 1 0
                                    

Hari-hari pertama Dante sebagai raja....

"Ayo, Yang Mulia, larilah lebih cepat! Setelah ini latihan angkat beban. Lengan Anda harus berotot sedikit!"
Tepuk Al Hadiid di bahu Dante sambil meninggalkannya semakin jauh di depan.

Mengatur napas, Dante kembali melanjutkan larinya dengan sangat terpaksa. "Hari pertama kau sudah menyiksaku, Al Hadiid!"

Al Hadiid menoleh, ia hanya memberi isyarat dengan ibu jari yang dijungkirbalik ke bawah, tanda rajanya sangat payah.

"Aarrghh!!" Dengan terpaksa Dante menggenjot energinya.

Eyn Mayra tertawa menyaksikannya dari tribun penonton. Kompleks istana Eyn memang memiliki fasilitas lengkap, termasuk arena lari dan gelanggang olahraga lainnya. Di tempat itu, Hafiz putra Dante juga digembleng oleh pamannya, Al Hadiid dengan beragam latihan keras.

"Ayah kelihatan sangat lelah, kupikir ia manusia super. Bisa mengendalikan roh pedang sekaligus inti Zord dalam tubuhnya, tapi payah dalam lomba lari melawan paman?" Hafiz datang, langsung duduk di samping ibunya.

"Ayahmu tetap manusia biasa, Hafiz. Kekuatan itu datang bila dia membutuhkannya saja." jawab ibunya yang disambut anggukan kepala putranya. "Tapi lumayan, 40  kali putaran, setelah ini, sesuai 'perintah' pamanmu, Yang Mulia Raja akan berlatih angkat beban, menambah massa otot. Menurut pamanmu, ayahmu kurang berotot."

Hafiz tergelak, "Apa? Ayah mampu mengangkat pedang Zeal. Itu lebih dari cukup."

"Entahlah, yang jelas ayahmu menyetujui pendapat pamanmu. Mereka sering bersitegang, tapi juga sepakat dalam banyak hal. Ayahmu kehilangan postur terbaiknya selama tinggal di rumah Clementine. Ia tidak pernah makan." ujar Eyn Mayra sambil terus mengamati Dante yang berhasil menyusul Al Hadiid. "Tidak ada yang bisa menyaingi kecepatan Carlo Dante," gumamnya lagi.

Hafiz yang menyimak reaksi ibunya mulai memikirkan sesuatu. "Memangnya, mereka start lari bersama-sama?" tanyanya pelan, ikut mengamati ayah dan pamannya yang sedang adu kecepatan di lintasan lari.

"Hm, tidak. Pamanmu baru datang."

Jawaban Eyn Mayra terang membuat mata Hafiz terbelalak. "Empat puluh kali putaran, dan sekarang berhasil menyusul paman? Tanpa berhenti? Ibu, ayah bukan manusia normal," komentar Hafiz ternganga.

"Ya, begitulah. Manusia biasa yang punya kemampuan tidak normal. Entahlah, Hafiz, tidak usah membahasnya lagi. Lebih baik ibu memikirkan urusan dapur daripada soal kemampuan ayahmu." Derai tawa Eyn Mayra membuat Dante penasaran setelah menyentuh garis finish.

"Kalian membicarakanku?" tebaknya, ketika melihat Hafiz juga mengikuti tawa Eyn Mayra.

"Kami senang, itu saja." ujar Hafiz membela ibunya.

"Oh, tidak. Ini konspirasi kecil. Aku harus waspada," canda Dante, berdiri tenang dan membiarkan Eyn Mayra menyeka keringatnya dengan sebuah handuk kecil. "Hm, aku tidak bisa lama-lama bersantai. Lihat, pamanmu sudah tak sabar 'membantai' ku lagi."

Hafiz tertawa. "Kita ke sana, Yah. Aku ingin menemanimu latihan menggantikan ibu. Boleh?"

"Tentu saja, Sayang." jawab Eyn Mayra, melipat handuk itu setelah selesai. "Ibu tidak tega melihat ayah dan pamanmu latih tanding. Saranku, jangan mengalah, Dante. Al Hadiid tidak pernah main-main."

"Baik, kuingat itu. Sekarang, istirahatlah." Tangan Dante mengelus lembut pipi Eyn Mayra, lalu beralih pada Hafiz, "Ayo, Nak, kita temui pamanmu."

Perkiraan Eyn Mayra tepat. Dimulai latihan angkat beban yang keras, hingga latih tanding melawan Al Hadiid, akan membuat siapapun membayangkan seperti apa masa lalu Carlo Dante. Dante menjalaninya dengan mental baja, terus bangkit walau beberapa kali terkena pukulan atau tendangan sang panglima perang Eyn. Di atas ring, ia terus mengimbangi cara bertarung Al Hadiid yang tidak mengijinkannya lengah barang sebentar.

Carlo Dante : A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang