Beat 5 : City of Bridges

28 4 0
                                    

Dante menengadah, memandang Eyn Mayra dalam busana hitamnya. Cadar dengan warna senada menutupi sebagian besar wajah cantiknya. Meski hanya terlihat mata, Dante membatin wanita itu sedang tidak sabar menunggunya mengikat tali sepatu. "Sebentar lagi aku menyusul." ucapnya, disambut dengus halus yang baginya sangat menggoda. Walau demikian Eyn Mayra tetap bergeming, terpaku di samping Dante hingga selesai.

"Sepatu yang merepotkan!" sungut Eyn Mayra kesal. "Kau bisa terbunuh hanya gara - gara sepatu bertali yang sungguh tidak efektif!"

"Oh, sekarang kau mengkhawatirkanku?" Dante bergerak ke arah wastafel lalu mencuci tangan di sana.

"Tidak! Misi ini membutuhkanmu. Itu saja."

Dante tersenyum, dan sungguh ... garis bibir itu nyaris membuat Eyn Mayra terlena bila mengingat ketampanan suaminya. Cepat - cepat dibunuhnya perasaan itu, ditepisnya seperti lalat.

"Apapun menurut Anda, Yang Mulia. Ayo, kita temui mereka."

***

Perjalanan itu pun dimulai. Melintasi wilayah gurun yang kering dan berbatu. Sekitar sepuluh orang menjaga Black Dean dan sembilan orang lainnya termasuk Dante, Eyn Mayra dan pengikutnya. Siang hari berada dalam kendaraan berat dan malam mereka gunakan untuk beristirahat.

"Maaf, Anda tidak bisa masuk. Ratu tidak ingin diganggu. Beliau butuh istirahat." cegah Ramshad memalang pintu tenda dengan pedangnya.

"Ratu-mu adalah bayaranku. Aku bebas menemuinya kapanpun, di manapun, sesuka hatiku. Dan tak perlu kuingatkan, tugasmu hanya menjaganya dari musuh, bukan dari suaminya sendiri. Paham?!" tegas Dante, kilat di matanya memaksa Ramshad menggeser pedang, memberinya jalan masuk.

Di dalam, Eyn Mayra berbaring dengan mata terpejam, setengah tubuhnya tertutup selimut yang menjuntai di karpet bulu yang menghalangi kakinya dari tanah. Benar, memandangnya saja Dante sudah tak tega, apalagi membangunkannya. Mengurungkan niat, ia berbalik, namun langkah pertamanya terhenti ketika suara Eyn Mayra mengajaknya bicara, atau lebih tepatnya ... berdebat.

"Jadi, aku cuma bayaran, ya? Rendah sekali nilaiku bagimu?"

Dante menoleh, Eyn Mayra berbaring sambil menopang kepala dengan tangannya. Senyumnya sinis menantang, menghiasi sepasang bibirnya yang penuh. Tak bergerak sedikit pun tatkala Dante datang mendekat lalu duduk di sampingnya, mengunci tubuhnya dengan lengan berotot yang semakin berisi setelah lama di penjara. "Bayaranku memang mahal, Yang Mulia. Berapapun nilai uang dan emas yang ditawarkan Black Dean, sama sekali tidak berarti untukku. Tapi Anda, terlalu berharga." Bibir Dante turun, namun sebelum menyentuh bibir merona itu, Eyn Mayra memalingkan muka. Dulu, rangsangan seperti itu pasti dijawab wanita di bawahnya dengan penuh cinta yang membara. Tapi kini ....

"Sudah kubilang, jangan sentuh aku. Bukankah selama bertahun - tahun kau tega meninggalkanku? Jangan samakan aku dengan wanita di luar sana, Dante. Lukaku terlalu dalam dan semua itu karenamu."

Datar. Dingin. Sikap Eyn Mayra membuat Dante bertanya, benarkah tak tersisa cinta lagi untuknya?

Tubuh Dante menjauh, berdiri dan menarik napas panjang. "Besok malam kita sampai, awal perjalanan yang kelam. Takkan ada tenda dan selimut hangat yang bisa menaungimu. Kusarankan kau pulang. Jika tidak, maka kumpulkan keberanianmu. Apapun yang kau lihat, akan menjadi mimpi burukmu. Semoga malam Anda menyenangkan ... Yang Mulia." Maka sosok pria itu pun menghilang dari balik tenda.

Eyn Mayra mengelus dada, berusaha menenangkan detak jantungnya. Semoga talu itu tak terdengar oleh suaminya. Dante sangat menghormati apapun keputusannya, dan mencuri tahu melalui telepati bukanlah kebiasaan lelaki itu, bahkan terhadap istrinya sendiri. Lebih dari itu, berada sedekat itu dengan Dante setelah sekian lama ... akhirnya menyebut dirinya munafik sebab bertahan untuk berpura - pura. Eyn Mayra menutup wajah dengan kedua tangan, bingung antara sedih atau bahagia, mengetahui Dante masih sangat menyayanginya. Dan jika perjalanan ini dapat mengembalikan Dante kepadanya seperti dahulu kala, maka 'sedikit' luka kecil bukanlah jadi masalah. "Yah, Tuan Dante. Mari kita jawab tantanganmu. Aku bahkan takkan meneriakkan namamu. Kita lihat saja."

***

Roda besi sedikit berdecit saat berhenti di tepi jurang. Kabut malam mengaburkan pandangan, meski alat scan berhasil mendeteksi lingkungan sekitar. Semua personel keluar dari kendaraan baja milik Black Dean, lantas berkumpul di tepi mulut jurang yang menganga lebar.

"Pernah terjadi pertumpahan darah di sini. Clementine, siapa lagi?" geram Black Dean, memandangi situasi teramat gelap di bawah. "Kita tidak bisa menyeberang dengan mudah."

Seorang kaki tangan Black Dean tergerak menjelaskan, "Dulu, membentang jembatan kokoh dan permanen yang menghubungkan dua tebing ini. Tetapi ledakan itu menghancurkannya. Tinggal tangga besi yang mungkin dapat kita gunakan. Itu artinya kita harus menempuh jalan memutar. Melewati wilayah kegelapan. Tempat - tempat penuh horor dan menakutkan."

Kalimat itu menyebabkan anak buah Black Dean ragu. Mereka saling berbisik hingga akhirnya kembali fokus setelah Black Dean mengancam mereka. "Selangkah kaki kalian mundur, akan kuhabisi saat ini juga!"

"Tapi, di mana tangga itu?"

"Gunakan mata batinmu, Ramshad! Kau terlahir untuk itu." Dante melangkah, menatap tajam ke suatu benda yang tersembunyi di balik kabut. Tiba - tiba menerjunkan diri dengan posisi kepala di bawah, melawan gravitasi, ditelan kabut jurang. Semua yang melihat adegan itu terkesiap, bahkan Eyn Mayra nyaris berteriak.

Sampai pada titik yang diinginkan, mata Dante terpejam, tubuhnya melayang. Tidak lagi meluncur dengan kecepatan tinggi. Kekuatan yang dipercayakan Airyn telah menjadikannya melebihi kemampuan bangsa Eyn. Kembali dalam posisi berdiri, kakinya menapak pada dinding jurang yang terjal. Tangannya menggapai sesuatu, sebuah tuas yang letaknya tersembunyi, namun mampu digerakkan Dante.

Terdengar patahan yang menggema, alat itu berfungsi. Perlahan bunyi besi dari arah bawah, semakin lama kian jelas pergerakannya. Tangga itu mulai tampak!

Berharap cemas, Eyn Mayra hampir mendeteksi keberadaan Dante menggunakan telepati, sebelum terlihat tangga besi itu terlihat mengiris dinding jurang. Black Dean tersenyum, anak buahnya berteriak girang. Dan sosok lelaki itu terlihat, berdiri tenang di atas tangga yang terus bergerak hingga akhirnya berhenti setelah mencapai ketinggian maksimal.

"Ratu," ucapnya tegas, "Anda turun lebih dulu."

Eyn Mayra tahu tak perlu menunggu dua kali Dante mengulang perintahnya. Melangkahkan kakinya ragu, Ramshad mencegahnya. "Kita turun bersama." kata pengawal itu khawatir. Carlo Dante memang memiliki ratu-nya, namun jika alasan tersebut membahayakan nyawa sang ratu, maka ....

"Tidak! Kau dan yang lainnya akan turun setelah aku." cegah Eyn Mayra. Dimantapkannya langkah, berusaha menuruni satu persatu anak tangga di tengah jurang yang menganga hingga akhirnya berhasil mencapai tempat di mana Dante berdiri.

"Inikah mimpi buruk yang kau maksud?" tanyanya dengan nada sedingin es.


Bola mata Dante tak berminat memandangnya, ia mengawasi semua orang menuruni tangga itu satu persatu. "Ini bahkan belum awalnya, Ratu. Lihat di bawah sana, kabut sedikit tersibak dan cahaya bulan meneranginya. Tempat itulah yang aku khawatirkan. Itulah mimpi buruk yang kumaksud."

Eyn Mayra mendesah takjub, tanpa terasa menyebut gelar suatu kota, "City of bridges! Kota impian para pendatang. Tak kusangka kota itu masih ada!"

"Dan menewaskan semua penduduknya."

"Itu yang kau tahu?"

Dante mengangguk. "Memang itu yang kutahu. Ada lagi yang kau tahu?"

Eyn Mayra menerawang nun jauh di sana. Mendadak tubuhnya hampir jatuh setelah merasakan sesuatu yang menghalangi daya telepatinya. "Aku tidak apa - apa," katanya, sebelum Dante sempat meraih dirinya. "Jalan memutar yang harus kita tempuh, apakah itu artinya .... "

"Ikuti kata - kataku dan jangan menjauh. Kota mati itu penuh dengan aura kegelapan. Melewati kota itu ... bukanlah impian siapapun lagi sekarang." Menatap tajam Eyn Mayra, masih berharap wanita itu percaya padanya.

***

Carlo Dante: A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang