Beat 8 : Leader of the Pack

42 4 0
                                    

Eyn Mayra merapatkan busananya. Angin malam terasa lebih dingin dari malam sebelumnya di kota jembatan itu. Jaket bulu tebal yang dikenakannya ternyata gagal menghalau gigitan hawa dingin. Keingintahuan mendorongnya melirik ke arah Dante yang berjalan di sebelah kanan, kira - kira tiga meter jaraknya. Sempat heran, bagaimana mungkin dia sama sekali tidak merasa kedinginan? Lantas dihubungkannya dengan kekuatan yang diperoleh Dante dari Airyn selama ini. Kenapa tidak? Batinnya. Dante tak membutuhkan siapapun atau apapun lagi sekarang. Kekuatan itu lebih dari cukup. Sekali lagi, Eyn Mayra dirongrong rasa cemburu berlebihan sehingga menutupi kata hatinya.

Di sisi lain, terlintas harapan bahwa pria itu akan memalingkan pandangan ke arahnya. Menanyakan keadaannya. Atau bahkan, memeluknya? Memberikan kehangatan terindah yang hanya bisa diberikan Dante untuknya. Dan untuk kesekian kali, dua jalan pikiran yang berseberangan itu saling beradu. Membuat kepalanya sedikit berdenyut.

Pemandangan kelam di depan sungguh mengejutkan. Semua orang siaga tatkala kabut tersibak, muncul bayangan seseorang. Sosoknya kian lama terlihat jelas. Setengah wajahnya tertutup topeng tengkorak hewan dan sisanya terukir tato berlambang aneh. Rambutnya panjang tertiup angin, tajam tatapannya mengisyaratkan kekosongan. Jenis pembunuh yang takkan menyesali lumuran darah di tangannya. Mencabut kehidupan hanya demi kesenangan.

"Maaf, kami hanya lewat, tolong minggir sedikit. Kami tahu kau tidak suka kedatangan kami tapi percayalah, kami pun tak suka di sini lama - lama." sapa Black Dean kurang sopan namun apa adanya.

Situasi makin mencekam saat sosok misterius itu menjawab, "Kalian tamu kami. Kenapa terburu - buru? Sudah lama kami tidak pernah berjumpa pendatang. Dan kau, adalah tamu terhormat. Aku salut padamu."

Tersanjung, Black Dean berkomentar bangga. "Benarkah? Wah, kita baru bertemu tapi tak kusangka akan bertemu salah seorang penggemarku."

"Bukan kau, melainkan pria yang berdiri sendiri di belakang sana!" jelas sosok menakutkan itu dengan suara keras.

Semua orang menoleh pada Carlo Dante. Hanya dia yang menyepi tanpa kawalan siapapun.

"Kau, majulah. Aku ingin menyapamu secara pribadi." Walau berkesan sopan, tetaplah mencurigakan.

Tatapan dingin kedua laki - laki itu beradu. Dan tanpa diminta dua kali, Dante maju. Eyn Mayra nyaris berteriak, "Jangan!" Namun kata itu kembali ditelannya. Ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk berpantang melibatkan perasaan dalam situasi apapun. Termasuk kali ini.

Kini mereka telah saling berhadapan. Laki - laki bertopeng itu membuka suara lebih dulu seraya tersenyum, "Kau, kuucapkan terima - kasih sebab telah ... MEMBANTAI TEMAN - TEMANKU!!!"

Tiba - tiba tinju maut menyasar ke wajah Dante, namun insting tajam akan bahaya cepat membuatnya meliukkan sedikit kepalanya. Dalam hitungan detik, mereka terlibat adu nyawa. Teringat ketakutan Eyn Mayra, Dante melonggarkan tehnik serangannya. Lebih banyak bertahan dan terkesan basa - basi mengakibatkan sebuah pukulan telak mendarat di rahang Dante. Disekanya darah segar yang mengalir dari sisi mulutnya.

"Kenapa? Kau rela nyawamu kucabut malam ini?!" ejek musuhnya.

Dante tak menggubris ejekan itu. "Tunggu sebentar!" Ia berbalik arah, melangkah menuju Eyn Mayra. Tiba di depan istrinya, Dante sedikit membungkuk, mencium kening wajah bercadar itu sembari berbisik mesra, "Demi Allah, lakukan permintaanku. Tolong berbaliklah dan tutup matamu."

Eyn Mayra menyembunyikan rasa kagetnya akibat sentuhan itu dengan berkata, "Kali ini aku takkan menangis, takut atau gemetar. Aku bukan wanita lemah."

Enggan berdebat, Dante meninggalkan Eyn Mayra, melanjutkan pertarungannya. Ramshad maju, mencoba berpendapat, "Jika Anda tidak melakukannya, pertarungan ini akan makan waktu lama, sedangkan kita harus bergegas pergi dari kota ini sebelum malam berikutnya."

Carlo Dante: A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang