Beat 49 : Can't Forget

12 0 0
                                    

Sejak kekalahannya, Ardeth hanya berdiam diri di istana. Belum ada hari-hari ia seharusnya mengelilingi seluruh negeri untuk melihat keadaan rakyatnya atau sekadar menikmati udara keindahan Hinnan. Mendadak, semua keinginannya luruh, tiap kali teringat bahwa ia sekarang tak lebih dari seorang penjaga putra mahkota Eyn. Covar.

Kutukan Dante takkan terelakkan. Semalaman ia sudah merasakan reaksi racun Firatya, sedangkan ia tak yakin ratu Mesir itu masih sanggup meracik penawarnya, mengingat kondisi Firatya yang akan lama pulih. Tak seorang pun tahu, ia nyaris mati!

Sebelum minum sebagian sisa racun, Ardeth melihat Dante mengamati botol kecil tersebut. Suami Eyn Mayra itu tahu persis bahwa efek samping terbesar ada pada residu yang tenggelam di dasar botol. Oleh sebab itu, ia minum lebih dahulu lantas mengendalikan Ardeth agar menghabiskan seluruhnya, termasuk endapan racun yang paling berbahaya.

Licik! Tapi semua orang menganggap Dante adalah makhluk cerdas. Sudah terlambat menyadari betapa sulitnya menaklukkan Eyn selama Dante masih bernapas. Akibat kelancangan Hinnan, kini butuh waktu dua generasi untuk menghimpun satu armada perang yang tangguh seperti dulu.

Tangan Ardeth mengepal.

Giliran Hinnan yang menjadi kerajaan terlemah. Ia tak punya daya melindungi rakyatnya, ibarat harimau tak bergigi yang cuma bisa berharap bakal selamat untuk sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan. Sangat menyeramkan, karena Hinnan adalah salah satu kerajaan besar, tentu akan membuat raja lain tergiur untuk menginvasi negaranya. Semua tinggal menunggu waktu.

Ardeth bangkit, mencoba menyegarkan ingatannya tatkala Firatya meyakinkannya untuk 'sedikit' meracuni putra Dante. Sesungguhnya ia ragu, bagaimanapun Covar masih bayi. Belum saatnya menanggung dampak perselisihan dua raja. Namun, mulut manis Firatya berhasil membuatnya mengangguk setuju.

"Anak itu memang akan sakit, tapi tidak sekarang. Bila waktunya tiba, racun itu pasti bereaksi." ujar Firatya saat itu.

"Kapan?"

"Ketika kekuatan ayahnya mulai merasuk dalam dirinya."

"Maksudmu, kekuatan Carlo Dante akan berpindah pada Covar?"

Firatya menggeleng. "Tentu tidak! Kekuatan itu membentuk kembarannya."

Ardeth meninju dinding hingga menjadi sedikit retak. "GILA!! Mengapa nasib baik selalu berpihak pada Dante?!" seru Ardeth dengan dada naik turun karena amarah.

"Karena dia ... baik?" jawab Firatya setengah bertanya. "Oleh karena itu, sebaiknya kau mengikuti saranku. Sebelum ketakutan itu terjadi, kita harus memutus aliran kekuatan Dante." Diliriknya sang penguasa Hinnan seraya kembali berbisik di telinganya, "Atau ... kau lebih suka terinjak untuk kedua kali?"

"Tapi ... bukankah sebaiknya kau juga meramu penawarnya? Aku khawatir, Covar tidak kuat menahannya sebelum tiba waktunya."

"Buat apa? Kau pikir Dante akan menyerahkan tahta Eyn kepadamu demi nyawa putranya?"

"Jika itu terjadi, maka Covar harus sembuh. Pastikan kau membuat penawarnya, Firatya!"

Wanita itu mengangkat bahu. "Yah, mau bagaimana lagi? Jika kau lebih memilih tahta Eyn dan ratunya, daripada melihat anak itu menderita kelak. Aku heran, apa pedulimu? Covar bukan darah dagingmu. Nasibnya bukanlah urusanmu."

Ardeth justru menatap tajam Firatya. Butuh waktu beberapa saat sebelum akhirnya kembali berkata, "Sebab aku bukan pengecut, Firatya! Aku tidak pernah menggunakan seorang bayi untuk menyelamatkan diri!"

"Mulai sekarang ubah cara berpikirmu! Ini perang! Dalam perang, semua cara boleh dilakukan demi kemenangan. Lagi pula, aku menyarankan ini sebagai jaminan keselamatanku dan kerajaanku. Dante sudah menipumu, seolah sudah tewas karena ledakan itu. Kemudian muncul dan bebas menemui Eyn Mayra di balik punggungmu. Kejutan apalagi yang kau tunggu? Sangat bodoh jika kita tak punya rencana apapun. Hanya Covar kunci kemenangan kita. Ingat itu!"

Carlo Dante : A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang