Beat 45 : Marriage of Jealousy

13 0 0
                                    

Dante melakukan teleportasi tepat sebelum Ardeth menghancurkan pintu. Membawa belahan jiwanya ke sebuah padang bunga dan menikmati setiap detik kemesraan yang semula hanya angan-angan. Tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya mereka berdua dan beberapa jenis serangga. Eyn Mayra yang berada di bawahnya, diberinya waktu untuk mencapai kesadaran, hingga kemudian tangan wanita itu mencoba menggapai sesuatu.

"Ya, Tuhan! Gaunku! Dante, kita meninggalkannya di ruangan itu." Kedua tangannya menyilang menutupi dada, tapi Dante tak setuju. Ia menarik tangan Eyn Mayra dan menahannya. "Jangan egois, Sayang, kita tidak selamanya berada di tempat ini. Di-dimana kita? Lagi pula, sebentar lagi gelap. Kau tidak akan membiarkanku kedinginan 'kan?" rajuk Eyn Mayra manja. Tempat itu benar-benar tak dikenalnya. Seingatnya, di Eyn tidak ada padang bunga seindah ini.

"Aku bisa menaburimu dengan bunga-bunga," hibur Dante sekenanya, terus mencumbu istrinya.

"Aku serius, Sayang! Ada di mana kita?!" Eyn Mayra melepaskan pelukan Dante karena panik, langit di atas mereka tiba-tiba berubah aneka warna bagai pelangi meski masih menyisakan tempat untuk sinar matahari, menghangatkan tubuh mereka di kala senja.

"Ini wilayah Hinnan." jawab Dante enteng.

"Apa?!" Mata wanita itu terbelalak, mulutnya terbuka saking terkejut dan tak percaya. Membayangkan petaka seumpama Ardeth dan pasukannya tiba-tiba mengepung mereka berdua, dalam keadaan memalukan.

"Yaahh, tempat yang sempurna bagi kita bercinta justru di negeri si pembuat onar. Indah bukan? Kau senang?" bisiknya.

"K-kau ... !" Eyn Mayra gagal berontak sebab Dante masih menahan kedua pergelangan tangannya. Ia tahu kecerdasan ayah dari anak-anaknya itu, tapi kali ini, benar-benar menakutkan! Eyn Mayra bertambah resah. "Tidak, aku tidak mau di sini. Kita harus pulang!"

Dante tersenyum, dibelainya rambut hitam Eyn Mayra, menenangkan hati wanitanya agar bisa berpikir jernih. "Sayang, permaisuriku, istana sedang tidak aman. Ini sulit, tapi aku percaya kau sanggup menghadapinya. Lagi pula, sebentar lagi kau akan menikah. Ardeth akan memaksamu. Kau harus siap."

Lagi-lagi Eyn Mayra tertegun, lantas berteriak sekencang-kencangnya. "TIDAAKK!! Kau gila, Dante! Aku tidak mau ikut permainanmu! Aku benci padamu! Lepaskan aku!"

"Sampai kapanpun pengorbanan kita untuk kerajaan tidak akan pernah cukup, Eyn Mayra! Aku tidak akan pernah memberitahumu apa yang kulalui setelah ledakan itu. Tidak akan pernah! Tapi jika kau belum paham juga, kubus metalik bisa menceritakannya padamu."

"Kubus metalik? Benda yang diberikan dayang padaku?"

Dante mengangguk. "Dayang itu Taja. Dia perlu berhari-hari untuk menghilangkan jejak dan mulai menyamar. Dia juga yang memberitahu Ardeth bahwa kau mengejar penyusup di puri tua. Semua sudah terencana. Semua orang memainkan bagiannya. Bagaimana denganmu? Keputusanmu? Lanjut, atau menyerah sebagai bangsa yang terjajah. Kau sanggup menyiapkan panah suci untuk melukaiku, lalu, kuatkah dirimu menjawab tantangan baru? Ardeth, tidak akan menyakitimu, namun menyaksikan Al Hadiid, Eyn Huza dan yang lainnya dihabisi satu persatu ... apakah kau tega?"

Eyn Mayra teringat ancaman Ardeth. "Covar, dia juga dalam bahaya. Dante, kita harus melindunginya!"

"Taja sudah mengambil alih putra kita. Ardeth menyerahkan Covar padanya tanpa tahu siapa dayang yang sedang berada di depannya. Untuk sementara, kau tidak perlu mencemaskannya."

Eyn Mayra memeluk tubuh suaminya. Begitu erat dan seolah takut terpisah. Ia bangga, senang dan gelisah. Bisiknya di telinga Dante, "Baiklah, aku ikut. Tapi pertama-tama, beri aku pakaian."

***


Gampang ditebak, Ardeth murka. Namun kali ini, ia memilih memutar otak, ketimbang mengamuk seperti orang bodoh. Dia sengaja menunggu Eyn Mayra pulang di kamar pribadi ratu Eyn itu.

Carlo Dante : A King's Chapter of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang