8-TroubleMaker

280 16 4
                                    

Senyumnya mencerahkan, secerah mentari. Sayang tidak dapat ku miliki.
~April~

April keluar dari toko buah dekat rumah sakit dengan senyum rekah. Entah perasaan tak enak hati apa yang tengah di rasakan cowok yang sedang memperhatikan senyumnya itu. Kemudian setelahnya mereka melanjutkan ke dalam rumah sakit, mencari ruang mawar no 142 yang merupakan ruang inap Galih. Banyak perasaan yang hinggap dalam lubuk Mei, cemburu, rasa sakit, semuanya campur aduk tetapi dia juga tidak bisa  memperlihatkan nya. Tepatnya, tidak mau sampai sampai  karena ulahnya, senyum di wajah gadis itu sirna, wajah ceria berganti putus asa.

April berhenti di depan sebuah pintu dengan nomor 142, gadis itu menoleh ke arah Mei seolah sedang memgisyaratkam bagaimana tanggapan Mei untuk hal ini.

"Buka lah, sia sia juga kalo semisal lo udah di depan pintu, gak masuk, yakan?"
"Iya ya?"

April  mengetuk pintu beberapa kali dan ada suara mengizinkan mereka masuk, kemudian keduanya masuk seraya mengucapkan salam.  Galih terkejut saat yang datang adalah April, cowok yang tadi berbaring dibantu seorang ibu ibu untuk duduk, itu mama Galih, April mengetahuinya karena memang pernah bertemu beliau di rumah Galih.

"Waalaikumsalam, " timpal mereka- Galih dan mamanya. Setelahnya April dan Mei segera mencium tangan Mamanya Galih.

"Owh temannya Galih ya? April? Iyakan April? Sama siapa?" Tanya Mama Galih antusias seraya melirik ke arah Mei.

"Eh iya tante, ini temen April , namanya Mei, dia sekelas sama Galih, April juga tau Galih sakit dari Mei," jelas April.

Mamanya Galih mengangguk, " Pas banget tante mau keluar sebentar mau jemput bintang,, bisa temani Galihnya dulu sayang?" Ucap Mamanya Galih pada April dan Mei.
"Um, iya tante tidak apa apa kok "

"Kalo gitu tante pergi dulu ya.. Makasih sudah mau menemani Galih.." April dan Mei mengangguk mengiyakan. Mamanya Galihpun segera pergi dan tubuhnya menghilang dari balik pintu.

Mereka berjalan mendekat ke ranjang Galih, April dan Galih saling melempar senyum. Lagi lagi perasaan Mei setidak enak ini.
"Pril, lo udah makan?" Tanya Mei basa basi, suasana mereka kurang mendukung sehingga membuat Mei merasa canggung sendiri, obat nyamuk maksudnya.

"Belum," jawab April seadanya.

"Kalo gitu gue cari makan dulu, nanti kesini lagi." April mengangguk, kemudian Mei pergi.

Kini tertinggal April dan Galih berdua. Mei sengaja melakukan ini.
Ah ya.. Tau bukan Mei sudah menahannya dari tadi? Perasaan sakit itu terasa begitu nyata, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa apa. Padahal tadi dia yang mengajak April untuk menjenguk Galih, tapi dia sendiri yang menyesali perbuatannya. Memang penyesalan datangnya diujung.

Disisi lain, setelah Mei pergi, tinggal April dan Galih berdua saja dikamarnya. Ini canggung karena mereka hanya diam diamman. April segera menarik kursi didekat meja Galih untuk didudukinya. Setidaknya dengan itu dia bisa menyembunyikan salah tingkahnya.

"Lo kenapa bisa masuk rumah sakit?" Tanya April basa basi.
"Kemarin gue salah makan, gue muntah muntah sama diare, " jawab Galih sekenanya, sepertinya dia terbawa suasana juga.

"Gue nggak nyangka lo bakal kesini," kemudian satu kalimat itu yang keluar dari mulut Galih. Sebenarnya sedari tadi dia masih tidak percaya bahwa cewek disampingnya adalah April, apalagi dia kesini bersama Mei. Sedekat itu kah mereka?

Pieces Hurt [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang