24 - Menyingkap Lembar Cerita

138 7 1
                                    

Permasalahan kemarin belum selesai, Mei belum sempat meminta maaf, sedang April, sejak di kelas tadi dia belum bicara pada Gisel, Gisel juga tidak berusaha mengajaknya bicara, apa dia marah? Pikir April dengan perasaan masih tidak enak.
Coba bayangkan saja, dua jam setengah  yang biasanya digunakan untuk mengobrol disela sela  pelajaran mereka, justru mereka saling mendiamkan diri, bisa di bayangkan akan secanggung apa?

Dan akhirnya, saat bel istriahat berbunyi, Mei segera menemui April di kelas. Bisa dipastikan saat itu Gisel sudah keluar dulu entah kemana. "Ke kantin yuk" ucap Mei mengajak pacarnya itu untuk ke kantin.

April menggeleng, dia tidak nafsu makan. Memang, jika perasaannya sedang tidak mendukung seperti ini, rasanya mau disuguhkan makanan apapun tidak akan dia sentuh. Keinginannya hanya tidur dan menenangkan diri, udah itu saja.

"Bukannya tadi pagi kamu juga belum makan?"
"Aku gak lapar Me,"
"Gak boleh gitu dong Pril, kamu bisa sakit, makan dulu ya?"
April tetap menggeleng. Dia sepertinya tidak akan makan sebelum pikirannya tenang.
"Temenin aku makan"
"Ha?"
"Katanya kamu gak lapar? Yaudah temenin aku makan aja"

April akhirnya mengangguk, sebenarnya dia masih 'enggan - enggan nan' untuk mengikuti Mei ke kantin. Di kantin pasti ramai, sedang dirinya lagi ingin sendiri. Tapi dia juga tidak mempunyai kemampuan untuk menolak Mei yang terus terusan memaksanya untuk pergi ke kantin. Dia paham dengan sifat Mei yang keras kepala dan tidak mau mendengarkan ucapan orang itu.

Saat April menoleh kearah Mei yang sudah membawa pesanannya, dia sedikit kaget karena ternyata cowok itu membawa dua mangkuk mie ayam dan dua gelas es teh.
"Kok dua?" Tanyanya memastikan, dan berharap bahwa satu porsi mie ayam itu bukan untuknya.

"Aku gak akan ngebiarin perut kamu kosong, kalo kamu sakit gimana? Bisa bisa Ayah kamu nyalahin aku lho"

"Me.."

Mei mengacungkan jarinya mengisyaratkan agar April diam. Cowok itu tak akan mendengarkan apapun yang keluar dari mulut April. Dan saat mereka tiba di meja yang terisi beberapa anak, Mei segera duduk dan menaruh nampannya.

"Hey brooo" sapa Mei, sedang yang disapa balik tetap diam hanya memperhatikan.

Untuk kedua kalinya April dibuat cengo dengan sikap Mei lagi. Cowok itu membawanya ke tempat teman temannya yang bisa kalian tebak siapa. April masih tidak paham dengan pola pikir Mei yang kadang 'nyeleneh'. Bisa bisanya juga, Mei bersikap biasa saja seolah tidak pernah ada apa apa.

"Duduk dong Pril," ucap Mei lagi saat melihat April masih diam berdiri. Gadis itu tersenyum tipis lalu duduk di depan Mei yang tepatnya di sebelah Gisel.

Keempat temannya yaitu Gisel, Brian, Fahmi, dan Rangga masih diam tidak merespon ucapan Mei. Cowok itu menatap temannya satu persatu.
"Kalian masih marah ya?" Tanya Mei yang lagi lagi tak mendapat jawaban, sekedar balas menatap nya pun tidak. Teman temannya saling menyibukkan diri dan menganggap Mei tak ada.

"Sorry deh, gue minta maaf soal sikap gue kemarin, emosi gue gak sempet terkontrol, gue sadar gue udah keterlaluan, termasuk ke lo Sel, gue minta maaf ya" ucap Mei tulus. Teman temannya mulai mendongakan kepala menatap kearah Mei kemudian saling bertatapan satu sama lain.

"Gue ngelakuin itu karena gue paham sama alasan April, gue cuma gak mau April merasa terpojok karena paksaan kalian,  tapi kalau kalian masih marah, so jangan marah sama April juga, ini salah gue-"

Pieces Hurt [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang