21- Yang Sakral

260 13 0
                                    

"Mei.." Panggil April seraya berjalan kearahnya. Mei memeluk gadis dengan baju yang sudah basah kuyup itu. April berusaha melepas pelukan Mei, namun Mei tetap erat mendekapnya.

"Bajuku basah"

"Sudah tau" timpal Mei tanpa peduli ucapan April. Dia hanya ingin menumpahkan rasa rindunya selama ini. Mei juga tidak rela jika April harus kedinginan karena hujan sebab menunggunya terlalu lama. Tapi kenapa April harus ke rumahnya segala?

"Aku kangen banget sama kamu" ucap April menjawab pertanyaan dalam benak Mei. Mei melepaskan pelukannya lalu mengusap air hujan yang membasahi wajah April.

"Ketemu kan bisa nanti Pril? Kalo kaya gini kamu bisa sakit. Sekarang masuk dulu ya?"

April mengangguk seraya tersenyum. Tatapannya mengarah pada Galih yang berada tak jauh di belakangnya. Mei baru sadar jika ada Galih disini. Belum sempat Mei mengajak Galih untuk masuk kedalam rumahnya. Galih sudah menolaknya terlebih dulu.

"Gue duluan aja, lo bisakan anter April nanti?"

Mei mengangguk. Ya, tanpa di perintahpun Mei juga akan mengantar April ke rumahnya. Disisi lain, Galih segera naik keatas motor dan mengenakan helm nya.

"Gue duluan Pril," ucapnya sebelum pergi. April hanya tersenyum dan mengangguk. Sedang Galih, cowok itu tersenyum tipis menikmati sensasi nyeri di ulu hatinya. Memang sepertinya sudah waktunya bukan? Galih merasakan rasa sakit itu juga, rasa sakit yang dulu April rasakan karenanya. Seharusnya dia lega sekarang, April sudah berpindah hati, dan tidak akan tersakiti karena dia lagi.

"Pril? "
"...."
"Masuk" Mei menggenggam tangan yang seakan hampir beku itu. April segera membalikkan tubuhnya saat menatap kepergian Galih dari kejauhan. Dalam hati, April masih merasa tak enak hati pada Galih. Siapa sangka, orang yang pernah menjadi masalalunya, orang yang dikira akan menjadi orang asing untuknya, justru membantunya kini.  Dia harus benar benar berterimakasih pada Galih.

"Segitunya ya kangen gue?"

Mendengar ledekan Mei, April mendorong Mei pelan. Gadis itu juga merasakan pipinya memanas seperti biasa.

"Cieee pipinya merah"
"Aapaansih Me?"
"Gue juga kangen lo Pril, lebih besar dari rasa kangen lo ke gue"
April tersenyum manis. Dalam pikirannya, dia tidak sadar kenapa dia bisa senekat ini hanya untuk bertemu dengan Mei. Ternyata perasaan bisa sekuat itu tanpa alasan lain.

"April pake baju gue aja dulu, baju lo basah kuyup gitu" seloroh Gisel saat melihat April mulai masuk kedalam rumah. Gisel memang pulang bersama Mei dan sengaja tidak langsung pulang ke rumahnya. Bahkan, mungkin saja dia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah Mei dari pada di rumahnya sendiri.

"Pake ini aja dulu, gak papakan?"
Seraya menerima baju yang Gisel berikan, April mengangguk. April tau dimana kamar mandinya, karena memang dia pernah ke rumah Mei saat itu. Jadi Gisel tak perlu mengantarnya pergi.

Gisel ikut duduk di sebelah Mei didepan televisi. Tatapan cowok itu masih kosong menerawang jauh apa yang sedang dia pikirkan. Gisel hanya menatap Mei melas. Tatapan Mei semakin frustasi hingga badannya selonjor ke bawah, dan menopang kepalanya di punggung sofa.
Gisel sengaja menyandarkan kepalanya pada bahu Mei supaya cowok itu tidak larut dengan lamunannya. "Masih keinget kejadian kemarin?"

Saat sadar dari lamunan, Mei beranjak dari rebah nya, setidaknya agar Gisel tak menyandarkan kepalanya dan mungkin jadi memperumit suasana jika April melihat ini. Cowok itu meregangkan tubuhnya dan menarik nafas pelan berharap perasaannya menjadi lebih baik.

"Semua ada waktunya kok Me, dan yakin ada ganti yang jauh lebih baik.."

Mei hanya mengangguk kecil mendengar saran Gisel. Sedang Gisel mengambil wajah Mei supaya cowok itu mau menatap nya. "Sekarang April udah disini, perasaan lo lega kan?"

Pieces Hurt [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang