Waktu adalah ciptaan paling jahat sesemesta.
Waktu tak pernah peduli bahwa sebuah kenangan itu perlu, ingatan manusia hilangpun dia tak mau tahu.
Waktu menjadikan yang ada ke tidak ada, yang tidak ada menjadi ada.
Terus seperti itu, berjalan mempermainkan.
Sayang para manusia tidak tersadar..
.April tidak pernah tahu bahwa kata 'besok' yang dia ucapkan adalah kata yang akan membuatnya menyesal seumur hidup. April tidak pernah tahu bahwa kata 'besok' justru mempertemukannya dengan seorang yang kini sudah tidak bernyawa. Dia pikir 'besok' masih ada waktu, dia pikir 'besok' masih memberikannya kesempatan untuk bertemu. Bertemu dalam artian, bukan seperti ini.
"Mungkin besok.." kalimat singkat yang dia ucapkan pada Kanza seperti terngiang dalam kepalanya. Dia sangat menyesali itu, dia menyesal kenapa tidak kemarin dia menjenguk Galih, setidaknya pertemuan mereka terakhir kali tidak membuatnya se-sesal ini.
Gadis itu berlari disepanjang koridor rumah sakit. Tidak peduli dengan beberapa orang yang menegurnya saat berpapasan. April ingin segera menemui Galih, walau seperti tidak mungkin, tapi dia tetap berharap bahwa semua yang dia dengar adalah salah, dia masih berharap Kanza berbohong. Dia masih ingin mendengar lelucon cowok itu, dia masih ingin melihat senyumnya yang tulus dan tidak pernah dipaksakan. Dia masih belum mengatakan apa yang dia rasakan sebenarnya, dia ingin mengatakan jika Galih masih memiliki tempat dihatinya, dia juga ingin meminta maaf karena semuanya berakhir karena keegoisannya sendiri.
Harapan itu sirna saat semua orang terlihat menangis di depan kamar Galih. Dia tidak mau mempercayai ini, tapi sepertinya Galih benar benar meninggalkannya.
"Kanza.. Galih?" April sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. Tetes demi tetes menyusuri pipinya. Sedang Kanza juga sudah tidak mampu bicara, hanya suara sesenggukan yang bisa menjawab pertanyaan April sekarang. Bahwa, dia sudah pergi.
April memeluk Kanza sekarang. Lututnya sudah terasa sangat lemas, rasanya dia tidak mampu menumpu berat badannya sendiri.
"Kanza.. Kenapa secepat ini? Kanza.. Dia gak boleh pergi.." ucapnya sesenggukan.Sedang Kanza hanya membalas pelukan April tanpa mengatakan apapun. Dia juga berharap semuanya salah, dia berharap semua yang terjadi sekarang hanyalah mimpi dan dia akan segera bangun dari mimpi buruknya. Dia sendiri tidak ingin mempercayainya, bahwa sosok yang beberapa tahun ini selalu ada dalam hidupnya, mewarnai perasaannya, harus pergi. Dia sama terpukulnya dengan April, atau bahkan lebih terpukul dari gadis yang tengah memeluknya itu.
Bruk!
"Mama! Dokter dokter! " Suami Lina berteriak memanggil dokter saat tiba tiba istrinya pingsan namun masih dalam keadaan menangis. Sedang Bintang yang masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi ikut menangis karena Mamanya pingsan. Bintang sesekali berteriak memanggil Mamanya yang akhirnya dibawa oleh sang perawat.
Kejadian didepan mata April ini membuat tubuh gadis itu menegang. Air matanya sudah berhenti namun rasanya justru dadanya semakin sesak. Kanza sudah membawa Bintang dalam gendongannya, dan berusaha menenangkan gadis itu. Sedang April, dirinya hanya duduk mencoba menenangkan dirinya sendiri.
"Ga.. Galiih.." lirihnya saat dua orang perawat membawa brankar almarhum melewati April dan Kanza untuk dimandikan.
Kanza semakin mengeratkan pelukannya pada Bintang, suara tangisnya semakin terdengar memanggil nama Galih. Sedang saat itu April hanya membekap mulutnya sendiri, tatapannya masih tidak lepas pada tubuh yang sudah tertutup kain. Bahkan untuk detik detik terakhir seperti ini, gadis itu masih tidak mampu untuk melihatnya. Dia tidak bisa melihat Galih yang sudah tidak bernyawa. Padahal setelah ini, dia tidak bisa bertemu Galih lagi, selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pieces Hurt [Tamat]
Fiksi RemajaRank=> 8-bertepuk sebelah tangan (140619) 9-bertepuk sebelah tangan (250619) Sebuah Kehidupan SMA yang sebenarnya. Ceritanya sedikit terdengar *klise* sama kehidupan asli. Bukan dalam cerita sastra. Bukan tentang badgirl atau badboy at...