29- Balam Balam

77 6 0
                                    


Alarm di kamar gadis itu terus berbunyi, membuat si empu bangkit untuk mematikan alarm di atas nakas. Matanya menerawang langit langit kamar, pikirannya masih lelah. Bahkan, dia baru saja bisa tidur subuh tadi. Gadis itu kembali merapatkan selimutnya, dia hanya ingin tidur, tidur lagi, dan berharap ketika dia terbangun semuanya sudah baik baik saja. Dan tak lama, matanya kembali terpejam. Meninggalkan  sementara semesta yang menurutnya terlalu kejam. Gadis itu bahkan yakin tidak berniat beranjak dan masuk sekolah seperti biasa. Dia, tengah rapuh, dan tak ada seorang yang akan mengobati kerapuhannya saat ini.

Dan beberapa saat setelah itu, terdengar ketuk pintu dari luar kamar. Tidak biasanya gadis dengan sejuta kedisiplinanya bahkan belum keluar kamar sampai matahari mulai terik di tengah hari. Mata April beberapa kali ikut mengerjap bersamaan dengan suara ketukan pintu. Dia menutupi matanya yang terasa silau akibat cahaya matahari yang memaksa menerobos masuk lewat celah celah gorden. April segera beringsut dan membuka pintu kamarnya, dan satu lagi, mungkin dia sedikit lupa bahwa perasaan nya begitu kacau semalam. Ini fungsinya tidur.

"Mba April? Ya Allah, Mba Anggi, sama Tuan Dani khawatir banget gara gara Mba April gak keluar kamar sejak pagi. Apalagi Mba April gak berangkat sekolah, takut terjadi apa apa Mba, Randa disuruh buat bangunin Mba April sama Tuan tadi.."

April tersenyum tipis lalu mengangguk. "April gak apa apa kok Randa.. April cuma capek, jadi butuh istirahat."

"Alhamdulillah kalau gitu, kamar Mba April di kunci jadi gak ada yang berani ganggu.."

"Sekarang udah gak apa apa Randa.."

"mm, iya Mba, ohiya Mba, Mba April di suruh turun sama Tuan," kini suara Randa terdengar lebih pelan penuh hati hati.

April mengangguk, mau bagaimanapun dia tidak boleh larut dengan perasaannya. Dia tidak boleh egois sendiri, karena dia juga yakin, kesakitan ini bukan hanya milik dirinya, tetapi kedua orang tuanya juga. Sekalipun itu Mamanya.

Mereka turun, April mendapati kedua orang tuanya yang lebih tenang dari kemarin malam. Dani segera melangkah memeluk gadis itu, April merasa semakin tenang. Dani juga mencium dahi April posesif, seolah mereka sudah lama tidak bertemu, atau bahkan tidak akan dipertemukan lagi kedepannya.

April ikut membalas mencium pipi lelaki yang lebih tinggi darinya, gadis itu berjinjit dan Dani sedikit membungkuk. Perasaan April benar benar terasa damai, entah apa yang terjadi kemarin sehingga dengan cepat merubah pemandangan di rumahnya. Begitu juga Anggi, sedari tadi dia tersenyum lebih cerah, membuat April semakin lega melihatnya.

"April, cuci muka terus makan ya, nanti kalau sudah selesai ke kamar Mama ya sayang?"

April tersenyum dan mengangguk, tidak curiga kenapa tiba tiba suasananya berubah indah seperti mimpi saja. Gadis itu segera mencuci mukanya di wastafel dapur, ah perutnya sudah sangat lapar jadi dia tidak berniat naik ke atas hanya untuk mencuci mukanya. Gadis itu makan dengan lahapnya, ditemani Dani, Anggi juga Randa. Ini benar benar seperti mimpi. Apa iya hanya karena tidur setengah hari hidupnya berubah seperti ini? Dia tersenyum kecil sambil memakan makanannya.

"Setelah ini kamu bantu Mama kamu ya Pril?" Kini Dani yang bersuara. Gadis di depannya mengangguk tersenyum, tanpa bertanya memang membantu apa? Dan ada apa di kamar Anggi, Mamanya.
April memperhatikan kedua orang tuanya, mereka mengambil makanan sedikit dan memakannya tidak begitu nafsu, padahal bisa April tebak mereka belum sarapan.

Pieces Hurt [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang