April memasuki apartemennya, sedang wanita paruh baya dengan wajah cemas segera menghampiri gadis itu saat sadar bahwa putrinya telah pulang. "Habis dari mana sayang? Kok pulangnya malam?"
"Rumah sakit, Ma"
"Rumah sakit? Kamu kenapa? Sakit?" Tanya Anggi dengan nada khawatir, sedang gadis didepannya menggeleng sambil tersenyum kecil.
"Bukan April yang sakit, teman April Ma" jelas gadis itu, Anggi bernafas lega.
"Ayah kamu tadi kesini" tambah Anggi saat gadis itu berjalan akan masuk ke kamarnya. April berhenti, kemudian menoleh kearah Anggi lagi.
"Ayah? Kenapa gak ketemu April?""Tadi Ayah kamu mau nunggu tapi kamu gak pulang pulang, Ayah nganterin makanan sama jajan buat kamu, ada di meja makan, kamu mandi dulu habis itu makan ya sayang?"
April kembali melangkah mendekati Anggi saat melihat ada sesuatu di muka Anggi. Gadis itu meraba wajah Mamanya membuat Anggi tak berani menatap anak gadisnya. "Mama dipukul Ayah?" Tebak gadis itu membuat mata Anggi terbelalak. Bukan hal asing bagi April, tapi entah kenapa dia tetap tidak rela saat melihat wajah wanita cantik walau sudah berumur itu jadi seperti ini.
"Udah gak papa kok sayang, udah gak sakit juga, kamu mandi dulu habis itu langsung makan ya? "
"Maafin April Ma, gara gara April Mama jadi kena pukul Ayah, "
"Bukan salah kamu,"
"Salah April karena gak bilang ke Mama April pergi kemana tadi, pasti Ayah pukul Mama karena Mama gak tahu April kemanakan? April tahu sifat Ayah Ma, maaf.."Mata Anggi sudah berkaca kaca mendengar ucapan putrinya. Dia mengelus rambut April lalu mengambil tubuh April untuk dipeluknya sebentar.
"Udah, gak papa, kamu cepat mandi sana, Mama tunggu di meja makan, ohiya Pril, tadi siang Randa berangkat ke kampung, dia pulang karena suaminya sakit, kamu gak papa ya berdua sama Mama?"April mengangguk pelan, saat berangkat sekolah tadi Randa juga sempat mengatakan hal ini padanya. Dan gadis itu mengerti.
"Mama tetap Mama aku.." ucap gadis itu dengan nada lirih namun dipastikan Anggi mendengarnya. Anggi mengusap pipinya saat air mata itu jatuh, perasaannya menghangat setelah April mengucapkan kalimat pendek tadi. Dia memeluk tubuh April sekali lagi. Kali ini lebih lama. Rasanya perasaan bersalah Anggi menguap pelan pelan."Mama sayang kamu, sayaang bangeet, maafin kesalahan Mama ya?"
April hanya mengangguk pelan, bukan sekedar anggukan. Dalam hati, dia juga bertekad untuk benar benar memaafkan Mamanya, mengikhlaskan semua yang sudah terlanjur terjadi. Masalalu tidak akan pernah berubah, tapi masadepan bisa. Dia juga tidak bisa terus terusan membenci seorang yang harusnya menjadi orang yang paling dia sayang. Mamanya, Ayahnya, sama sama berharga untuk gadis itu.
April mengendurkan pelukan mereka, lalu melepaskannya perlahan.
"April.. Mandi dulu Ma" ucapnya membuat Anggi mengangguk.:-)
April kembali ke kamar saat acara makan malam dengan Mamanya tadi selesai. April mengambil beberapa buku di dalam tasnya akan mengulangi pelajaran yang gurunya ajarkan tadi pagi. Gadis itu juga mencoba beberapa soal untuk latihan. Kebiasaannya tidak pernah berubah, dia ingin mendapatkan nilai yang bagus, setidaknya jika bukan untuk mimpinya, tapi supaya Ayahnya puas dengan hasil belajar April selama ini. April ingin menunjukan pada Ayahnya bahwa dia bisa menjadi kebanggaan untuknya, setidaknya tidak membuat Ayahnya berfikir sia sia sudah membesarkan dan membiayai hidup April selama ini.
Setelah dua jam menghabiskan waktu untuk hal bermanfaat itu, April memilih untuk merapikan bukunya dan beranjak kearah kasur. Dia mengambil handphone miliknya yang tadi dia charger setelah pulang dari Rumah Sakit. Tidak lupa, gadis itu juga menutup kedua telinganya dengan earphone berwarna putih. Mendengarkan musik yang beralun menghangatkan perasaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pieces Hurt [Tamat]
Teen FictionRank=> 8-bertepuk sebelah tangan (140619) 9-bertepuk sebelah tangan (250619) Sebuah Kehidupan SMA yang sebenarnya. Ceritanya sedikit terdengar *klise* sama kehidupan asli. Bukan dalam cerita sastra. Bukan tentang badgirl atau badboy at...