13 - Perasaan Kita

241 17 0
                                    

April merebahkan tubuhnya, sedangkan matanya menatap langit langit kamar, nanar. Matanya memerah, sepertinya air yang tertampung di kelopak matanya juga siap untuk meluncur jatuh. April menangkup wajahnya dengan telapak tangan, dan benar saja, air matanya luruh.

Perasaan tak enak kembali menguasai hatinya. Entah kenapa sejak kejadian tadi siang, perasaan yang tidak bisa dia tunjukan, seolah menjadi benalu untuk dirinya sendiri. Ah, dia tidak marah, dia juga tidak kesal. Dia tidak boleh merasakan itu karena tidak ada alasan kenapa dia harus merasakan hal itu.

Saat gadis itu sedang menikmati bagaimana perasaan menyebalkan ini. Tiba tiba saja dering teleponnya berbunyi. Segera gadis itu melihat nama yang tertera di layar hpnya.
April menatap layar hp itu begitu lama, bimbang dengan perasaan sendiri. Orang yang selama ini menjadi penenangnya, menjadi tempat terbaiknya berkeluh kesah saat di jakarta, dan menjadi alasan kenapa dia harus merasakan perasaan tidak enak itu.

Dan akhirnya dia menyerah, walau sesakit apapun perasaannya kali ini, hatinya tetap ingin mendengarkan suara yang sekarang menjadi tempat perasaannya bermuara.

"Halo?" Suara bas di balik telepon itu terdengar jelas di telinga April.
"Halo Pril?"

April masih tak menjawab, gadis itu justru semakin resah dengan suara yang selalu menjadi penenangnya. April mematikan telepon. Tak begitu lama, ada pesan dari orang yang sama.

Mei
Pril? Sudah pulang? Sudah sampai rumah?
Lo baik baik saja kan?
Besok kita ketemu ya, ada yang pengen gue omongin soalnya..

_______

Keesokan harinya, sikap Gisel ke April sudah seperti biasa. Berbeda dengan April yang terkesan canggung. Ah, siapa juga yang bisa dengan mudahnya bersikap seolah baik baik saja, setelah kemarin terjadi hal yang tidak baik. Kecuali, memang ada sesuatu yang tidak April ketahui.

"Lo ngalamun?" Tanya Gisel sambil menyenggol lengan April.

Saat April mulai sadar, April menggeleng lemah. "Eh enggak kok"

"Kalo lo masih keinget soal kemarin, gue minta maaf si, sebenarnya pengen banget gue ngejelasin semuanya ke e lo, cuma kayaknya Mei lebih berhak menjelaskan semuanya" ujar Gisel.

Entah kenapa perasaan April mulai tak enak. Jantungnya berdebar tak karuan. Terlebih pikirannya yang selalu memikirkan hal yang tidak tidak. Seperti Gisel dan Mei ada sesuatu, mungkin.

"Pril?" Panggil Gisel lagi.
Ah ya, lagi lagi gadis itu melamun. "Kayaknya aku haus sel, aku cari minum dulu ya" ucapnya berpamitan.

April benar benar pergi ke kantin, gadis itu membuka lemari es dan mengambil satu botol air mineral. Saat gadis itu akan berbalik, ternyata Mei berada tepat di belakangnya. Gadis itu langusng merunduk dan berusaha melewati Mei begitu saja.

"Pril?" Panggil Mei membuat gadis yang berada dua langkah didepannya berhenti.
"Ada apa?"

Mei melangkah menyetarakan posisinya dengan April. "Ada yang mau gue omongin, semoga lo gak pura pura untuk tidak tahu."

April mendongakan kepalanya menatap cowok yang juga sedang menatap nya lebih dalam. "Aku gak tau"

"Biar gue kasih tau, ikut gue ya,"
"Aku gak bisa" potong April cepat.

Mei mendengus mendengar ucapan April. Ya, dia juga tidak menyangka ternyata April sekeras kepala ini. Tapi dia harus menjelaskan semuanya, hingga benar benar tidak ada kesalahpahaman antara mereka.

"Gisel bakal baik baik saja kok Pril, dia bahkan yang nyuruh gue untuk menjelaskan semuanya ke elo, "

Mei menggandeng tangan April. Sedang April, dia diam saja saat Mei menarik tangannya lembut. Namun siapa sangka jika Mei justru membawanya ke tempat kemarin. Rooftop sekolah.

Pieces Hurt [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang