30-Karam

108 6 0
                                    

Aku memilih bidukku berlayar sendiri, dari pada harus merepotkan sana sini.
April


Suara ketukan pintu terdengar jelas dari luar kamar gadis itu. April berbalik dari cermin menatap pintu dan berjalan ke arahnya. Wanita paruh baya segera menyapanya dengan senyum cerah seperti biasa, dan April hanya tersenyum tipis membalasnya.

"Kamu udah siap? Makan yuk, Mama sama Randa masakin makanan kesukaan kamu, nasi goreng spesial"

April mengangguk pelan, gadis itu menutup pintu dan mengikut dengan Mamanya ke meja makan yang menjadi satu dengan ruang tamu. Di sana Randa tersenyum ke arahnya. April segera duduk bersebalahan dengan Mamanya dan di depan duduk Randa.  Di hadapannya ada sepiring nasi goreng dengan taburan bawang goreng di atasnya. April sangat menyukai bawang goreng, gadis itu memakannya dengan lahap.

Anggi mengelus rambut gadisnya itu dengan senyum haru. Perasaannya melega saat melihat April yang terlihat lebih baik dari keadaannya kemarin. Anggi mengecup pipi putrinya pelan,
"Mama sayang sama kamu Pril, maafin Mama ya" ucapnya.

April hanya mengangguk, dan setelahnya dia pamit untuk berangkat sekolah.

Gadis itu menghela nafas sebentar saat menunggu bus di halte dekat apartemennya tadi. Perasaannya mungkin sedikit membaik, namun dia juga tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia belum bisa melupakan kegelisahannya itu. Senyuman yang tadi dia tunjukan seolah hanya tipuan topeng, agar Mamanya tidak khawatir berlebihan padanya. Dia tidak bisa melihatnya tersenyum penuh luka seperti kemarin kemarin, apalagi air mata itu. Mamanya tetap mamanya, seburuk apapun yang pernah dia lakukan, wanita itu yang pernah mengandung dan melahirkannya dengan kesusahan. April tetap menyayangi Mamanya.

Di tengah lamunan itu, bus berjalan mendekatinya. Gadis itu melambai dan segera menaiki bus.

Sesampainya di sekolah, gadis itu segera pergi ke parkiran mencari tahu apakah Mei sudah sampai di sekolahnya. Gadis itu berniat meminta maaf karena sikapnya kemarin, dia takut hal ini justru akan menjadi salah paham dan merenggangkan hubungan mereka. April melewati beberapa kendaraan seolah mengabsennya satu satu. Gadis itu masih mencari, namun dia pastikan Mei belum berangkat, padahal jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi dan sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi. Gadis itu memilih naik ke kelas dan menemui Mei nanti.

April duduk di sebelah Gisel yang tengah memainkan handphone nya. Gadis itu tersenyum saat mata Gisel meliriknya sebentar lalu kembali fokus pada platform dalam layar handphone itu.

"Mei belum berangkat Sel?" Tanya April.

"Kenapa tanya gue? Bukannya lo pacarnya?" Jawab Gisel tak acuh dengan suara yang begitu ketus.

April tersenyum tipis saat mendengar ucapan Gisel tadi, dia merasa Gisel seakan tak mengacuhkannya, apa gadis itu marah dengannya? Apa dia berbuat kesalahan yang tidak dia sadari? Gadis itu memilih diam dari pada melihat sikap ketus Gisel dengannya. Dia jadi merasa tidak nyaman sendiri.

Gisel meletakan handphone nya dan matanya melirik ke arah April yang pandangannya entah sedang kemana. Dia menyenggol lengan April supaya sadar dari lamunannya.

"Eh iya?" April mengerjap beberapa saat setelah sadar dari pikirannya sendiri.

"Lo kenapa kemarin gak sekolah? Tumbenan bolos" tanya Gisel, kali ini nada suaranya tidak begitu ketus seperti tadi.

"Emm, kemarin aku sakit, jadi gak sekolah" ya, ucapan April tidak sepenuhnya berbohong, gadis itu memang sakit. Lebih tepatnya pikiran dan hati gadis itu yang sakit.

Tanpa kata Gisel segera meraba dahi gadis itu mengecek suhu tubuh April.  " sekarang udah mendingan? kalo sakit itu seharusnya lo bilang, biar gak khawatirin banyak orang, gue sahabat lo kan? Kenapa lo gak ngehubungin gue kalo lo sakit? Sayang juga kan lo jadi dapet catatan alfa kemarin"

Pieces Hurt [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang