Senja terlihat sangat indah dengan cahayanya yang menghangatkan. Semua yang ada di taman itu terlihat ceria. Namun, tidak dengan namja bersurai merah ini.
"Apa yang harus aku lakukan?" Taeyong bertanya pada dirinya sendiri. Mengacak frustasi rambutnya, Taeyong tengah bingung dengan permintaan kedua orang tuanya yang memintanya untuk segera menikah padahal usianya baru menginjak 26 tahun. Ia masih ingin menikmati masa mudanya. Sebenarnya ada satu alasan lagi yaitu ia belum pernah memiliki kekasih. Dari dulu ia hanya fokus belajar untuk kariernya.
"Aku harus bagaimana? Saat ini pun aku tidak tertarik pada siapa-siapa" Taeyong menengadahkan kepalanya menatap senja. Ia tidak tahu harus berbuat apa, padahal nyatanya banyak perempuan dari yang biasa saja sampai yang tercantik pun berusaha mendapatkan perhatian dari Taeyong. Namun, Taeyong tidak pernah merespon mereka karena berkepribadiannya yang tertutup.
"Permisi, boleh aku duduk disisimu?" Taeyong menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Taeyong diam sejenak memperhatikan pemuda itu. Tatapan Taeyong tersebut membuat pemuda tadi jadi salah tingkah.
"Aku sangat lelah dan semua kursi di taman ini sudah penuh, jadi apa aku boleh duduk disini?" Ten mencoba tidak terlihat gugup karena sedari tadi orang dihadapannya ini menatapnya lekat.
Taeyong hanya menganggukan kepalanya dan kembali menatap senja yang hampir berganti malam. Tanpa disadari Ten, ia terus menatap pria tampan disebelahnya yang membuat sudut bibirnya tertarik ke atas.
"Sudah puas mengagumi wajah sempurnaku?" Taeyong berkata tanpa menolehkan kepalanya.
"Ahh ti-tidak. Ten, namaku Ten" Namja manis itu menyodorkan tangannya menunggu pria disampingnya membalas jabatan tangannya.
"Lee Taeyong" Taeyong membalas jabata tangan Ten dan tersenyum. Hal itu membuat jantung Ten berdebar dua kali lebih cepat.
"Sepertinya kau sedang ada masalah" Tebak Ten.
"Ntahlah" Terdengar helaan nafas kasar dari Taeyong. Tiba-tiba ia menemukan jalan keluar untuk masalahnya.
"Kau bisa membantuku?" Taeyong menaruh atensinya penuh pada Ten.
"Tergantung"
"Hm kita berpura-pura menikah di depan orang tuaku, kau akan kubayar seberapa pun kau mau. Setelah itu sekitar 1,2 atau 3 bulan kita bisa berpisah"
Ten speechless ditempat. Setelah kesadarannya kembali, Ten langsung meneriaki Taeyong.
"Kau gila! Kau pikir pernikahan itu sebuah permainan. Pernikahan adalah hal yang sangat sakral"
"Jangan berteriak bodoh. Aku diberi waktu satu bulan untuk mencari pasangan, dan jika dalam kurun waktu satu bulan itu aku belum bisa menemukan seorang pendamping aku akan dijodohkan. Aku tidak mau, aku ingin mencari sendiri seseorang yang akan menjadi pendampingku kelak"
"Memangnya ini sudah mencapai tenggat waktu yang diberikan orang tuamu?"
"Tidak malahan sebaliknya"
"Maaf aku tidak bisa membantumu" Ten segera pergi dari tempat itu. Ia tidak bisa membantu hal gila seperti itu. Padahal tadi ia sudah sedikit membuka hati untuk pria itu. Ten merasakan sesuatu yang berbeda yang belum pernah dirasakannya selama ini. Ten telah terjerat dalam pesona seorang Lee Taeyong. Tapi Ten harus membuang jauh perasaannya karena kejadian tadi.
Ten terus berlari mengikuti kemana langkah kakinya membawanya. Malam sudah beranjak naik, ia berhenti di jalanan yang sepi hanya ada satu dua mobil yang lewat. Ten duduk ditrotoar, kakinya lelah karena berlarian. Tiba-tiba setitik air mata jatuh menuruni pipi mulusnya.
"Kenapa aku bisa secepat ini jatuh cinta pada pria itu. Padahal kami baru saja bertemu. Aku bahkan belum mengenalnya lebih jauh. Kurasa aku sudah tak waras" Ten terus berbicara sendiri, ia menjatuhkan kepalanya di atas lutut kecilnya. Tangannya mengacak asal rambut pirangnya. Tanpa Ten sadari, Taeyong ternyata mengikutinya diam-diam.
"Aku kira hanya diriku yang merasakannya ternyata dia juga sama. Dasar Taeyong bodoh, kenapa kau tidak peka" Taeyong merutuki dirinya sendiri.
Ia berjalan menghampiri Ten yang sudah sesenggukan, membuat dada Taeyong terasa sesak. Taeyong berdiri dihadapan Ten seraya mengulurkan tangannya. Ten yang merasakan kehadiran seseorang mengangkat wajahnya yang tidak berbentuk lagi, jejak air mata terlihat jelas di sekitar wajahnya.
Keheningan menyelimuti mereka, tidak ada yang ingin membuka suaranya terlebih dahulu. Ten masih memandang Taeyong yang mengulurkan tangan padanya. Ten menghapus kasar air matanya dan menyambut uluran tangan Taeyong untuk membantunya berdiri.
"Maaf aku telah salah bicara. Harusnya aku tidak mengatakan hal itu" Taeyong mendekap Ten dengan lembut.
"Aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Awalnya aku juga tidak percaya aku bisa merasakan hal ini. Karena sebelumnya aku tidak begitu peduli dengan yang namanya cinta. Tapi sejak melihat senyummu tadi, tubuhku bergejolak. Dan aku yakin bahwa aku telah jatuh cinta padamu" Ntah kenapa semenjak dengan Ten, Taeyong jadi suka bicara panjang lebar. Biasanya ia akan bicara seperlunya.
"Apa kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu?" Ten menatap manik kembar Taeyong mencari kebohongan disana namun nihil yang ia dapat adalah keseriusan atas ucapan sang empu mata.
"Kau percaya sekarang. Jadilah milikku. Sekarang kau sudah resmi menjadi milikku sepenuhnya"
Ten merasakan pipinya terbakar menahan rasa malu. Ia membenamkan wajahnya didada Taeyong yang mengeluarkan aroma khas yang membuat Ten candu.
Dijalan yang sepi ini, dibawah gemerlapnya bintang menjadi saksi bisu kisah asmara antara dua insan tersebut.
Jangan lupa vommentnyaaaaa💝
KAMU SEDANG MEMBACA
This is about Donghyuck
FanfictionMarkhyuck, Jihyuck, Jaemhyuck dan Nohyuck. ps: beberapa part awal isinya random.