Sebuah Payung pun Memiliki Cerita Tersendiri

4.1K 260 2
                                    

Jun, 18th Umbrella

Haechan berdiri di balik jendela. Jaket tebal dan celana jeans membungkus tubuhnya. Di luar hujan turun dengan sangat deras. Suara gemuruh guntur terdengar di kejauhan. Haechan menimang-nimang haruskah ia tetap pergi sementara di luar sedang hujan.

"Lebih baik aku tetap pergi saja, aku kan bisa menggunakan payung. Lagipula aku juga menyukai hujan."

Sambil berjinjit, Haechan mengambil sebuah payung yang tergantung di dekat pintu rumahnya.

Udara dingin langsung menyapa Haechan ketika membuka pintu. Haechan menghela nafas dalam diam dan melangkahkan kaki menuju pasar untuk membeli persediaan bahan makanan. Haechan nekat pergi dihari hujan seperti ini karena ia kehabisan stok bahan makanan di rumah.

Haechan telah selesai dengan acara berbelanjanya. Ia kira hujan akan sedikit reda, ternyata masih sederas tadi. Ia genggam erat payung ditangannya agar tidak terbang terbawa angin yang berhembus kencang.

Tetesan hujan jatuh dengan ganasnya mengenai payung yang Haechan kenakan. Tadi Haechan mengatakan ia menyukai hujan, tapi ia gunakan payung di saat hujan. Bukankah ia terlihat munafik?

Haechan berhenti di tengah-tengah  derasnya hujan. Haechan tatap payung berwarna merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu di atasnya. Payung itu hadiah ulang tahun dari orang yang sama dengan yang mengisi hati Haechan sampai sekarang.

Di bawah payung yang Haechan genggam, Haechan meneteskan air dari matanya. Bayangan masa lalu berkelebat di memorinya. Ada begitu banyak cerita di bawah payung itu. Cerita yang mengisahkan tentang Haechan dan kekasihnya, ah tidak mantan kekasihnya. Ini yang Haechan tidak sukai dari hujan. Ia akan teringat banyangan indah bersama kekasihnya dulu. Ia benci akan keadaan yang tidak bisa menyatukan mereka.

Grep.

Tiba-tiba ada sepasang lengan yang memeluk Haechan dari belakang. Ia sudah akan memberontak, tetapi ketika indra penciumannya menangkap bau khas dari seseorang yang sangat Haechan sukai, ia tidak jadi memberontak yang ada tangisan Haechan semakin pecah.

"Mark?" Panggil Haechan lirih.

"Haechanie." Balas Mark. Kepalanya ia letakkan di bahu Haechan, sedang tangannya mempererat pelukannya.

Lama mereka dalam posisi seperti itu. Mark dengan setia mengucapkan kata penenang untuk Haechan yang masih menangis. Jalanan di sekitar mereka sepi, hanya ada satu atau dua mobil yang lewat.

"Why are you here Mark?" Tanya Haechan yang kini sudah tidak menangis lagi.

"Menemui kekasihku, memang apalagi?" Mark membalik paksa tubuh Haechan mengakibatkan belanjaan di tangan Haechan jatuh dan sedikit berserakan.

"Tidak Mark, aku bukan lagi kekasihmu." Ucap Haechan getir.

"Kata siapa, aku bahkan tidak pernah memutuskanmu." Mark sedikit tersulut emosi sehingga tanpa sadar cengkeraman tangannya di lengan Haechan menguat membuat sang empu lengan meringis.

"Ah maaf, aku tidak sengaja. Aku bertemu dirimu untuk mengobati rasa rinduku bukan untuk mendengar ucapan itu. Haechan tatap dan dengarkan aku!" Haechan sebenarnya enggan menatap Mark, ia tahu hal itu akan menyakitinya.

"Chan, kamu tahu perjodohan sialan itu terjadi karena eommaku yang sedang sakit, aku sebagai anak hanya tak ingin membuat eommaku sedih jadi aku terpaksa menerima perjo-"

"Iya aku tahu Mark, jadi jangan menemuiku lagi. Eommamu tak akan suka, ia pasti sedih jika tahu kau masih menemuiku." Potong Haechan. Persetan dengan sopan santun. Haechan hanya tak ingin mendengar apapun lagi tentang Mark. Itu hanya akan menambah lukanya.

This is about DonghyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang