Baron sepertinya tahu akan keadaan yang terjadi padaku, dan ia berbaik hati menonaktifkanku selama seminggu kedepan untuk pemulihan. Sedangkan, pabrik memberiku penalti karena pelanggaran yang aku lakukan semalam, mereka memberi skorsing padaku selama dua hari kerja dan pengurangan gaji hampir sepuluh persen karena melanggar jam malam dan melawan petugas, meski pada kenyataannya akulah yang dihajar mereka.
Aku tidak ambil pusing dengan skorsing, lagi pula aku sudah tidak mempermasalahkan gaji karena pekerjaan sambilanku menghasilkan uang lebih banyak. Pekerjaan di pabrik menjadi tidak menarik lagi, sekarang itu hanya topeng dan penyamaranku agar tidak diketahui. Dalam kesempatan yang lumayan langka ini, aku ingin melakukan satu hal, yaitu bertemu dengan Arvin. Kabar terbaru rumah sakit mengatakan, bahwa kondisi Arvin sudah lumayan normal. Itu hal yang baik, sekaligus membuatku lega. Maka bergegas aku pergi menuju rumah sakit distrik. Namun, sebelum itu aku ingin membeli sesuatu, bunga mawar mungkin akan membawa kehidupan yang lebih baik bagi Arvin, sebelum aku pergi kerumah sakit aku membelikannya satu tangkai mawar merah yang baunya harum.
Aku yakin bunga ini di dapatkan dari area perkebunan mawar modifkasi di distrik 5, menurut yang aku pernah baca, kebanyakan tumbuhan seperti bunga dan pohon-pohon besar merupakan hasil dari rekayasa genetik dari tumbuhan yang sejenis. Aku kurang tahu maksudnya apa, namun jika dipermudah seperti yang aku dengar penjelasan si penjual bunga ini, mengatakan bahwa ada bagian-bagian tertentu dari bunga yang melalui proses di meja lab menjadi tubuh dengan bau yang lebih harum dari parfum dan bunga aslinya. Entah proses seperti apa atau entah maksud dari wanita penjual bunga, namun faktanya bau harus dari bunga ini sangat harum, seakan-akan dia tumbuh dari minyam parfum itu sendiri. Meski pada kenyataannya bunga ini adalah produk cacat—tidak ada satupun produk pertanian dan perkebunan di masyarakat urban yang merupakan produk unggulan—tapi dari baunya saja sudah cukup.
Aku tuntas membeli bunga ini sebanyak dua belas helai, beserta vas dari porselen sintetis yang harganya cukup lumayan. Sesampainya di rumah sakit, setelah perjalanan penuh penyiksaan menjaga bunga-bunga ini tidak rusak tergencet oleh orang-orang gemuk penunggang trem serta menahan pegal teramat sangat karena posisi kursi yang tak pernah nyaman sama sekali, aku meminta izin pada dokter untuk membawa bunga ini ke kamar rawat Arvin Untung dia mengizinkannya, meski dia terbatuk-batuk karena belum pernah mencium bau bunga yang teramat tajam ini.
Aku nyaris lupa melihat wajah Arvin sejak beberapa bulan tidak pernah mengunjunginya lagi, rambutnya yang coklat kepringan dan agak lepek membuatku benar-benar rindu. Matanya yang berwarna kebiruan itu kini bersembunyi sangat lama dalam kelopak matanya. Satu hal yang sangat dinantiku adalah saat kelopak mata itu terbuka, lalu kami bisa berbincang dan mengobrol hal-hal aneh lagi.
Aku menaruh bunga itu di nakas di samping kanannya, lalu aku duduk disampingnya, menggeggam tangannya dengan kuat. Merasakan betapa lemah dan tak berdayanya Arvin, batinku terluka, lalu menjalar hingga ke mataku yang kini berair, lalu setetes air meluncur membawa kesedihan membasahi Arvin. Seakan-akan ingin menyampaikan betapa hancurnya hatiku melihat dirinya seperi ini ke alam mimpinya yang panjang.
Tetes air tersebut juga membangkitkan duka lamaku akan kejadian beberapa bulan lalu. Saat itu adalah hari yang sangat ribut, ada pemberontakan kecil di wilayah pemukiman lama kami, yaitu kawasan timur. Saat itu aku dan Arvin baru selesai dari membeli beberapa sayur dari distrik 5. Kondisi jalanan awalnya damai dan hanya beberapa orang yang melintas, lalu segalanya tiba-tiba berubah ketika segerombolan orang dengan senjata-senjata mengerikan berlari amat kencang menuju arah gedung dewan distrik.
Sopir Trem yang ketakutan lantas melajukan kendaraannya dengan sangat cepat, saat itulah aku kehilangan kontrol dan Arvin terjatuh dengan luka yang membuat dirinya harus berada dalam kondisi seperti sekarang. Aku tak kuasa lagi mengingat saat keadaan dirinya di tanah. Tanganku bergetar saat membayangkan hal tersebut, ada rasa sesak yang menusuk dan menahan dada, saat merasakan lagi bagaimana aku begitu putus asa, berpikir yang tidak-tidak pada Arvin hingga kendaraan medis distrik membawa adikku pergi ke rumah sakit ini. Rasa bersalah terus menyelimutiku sejak peristiwa mengerikan tersebut. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa, aku tak bisa memaafkan diriku karena persitiwa tersebut. Sampai sekarang, rasa itu terus muncul dan tak pernah hilang.
Aku tidak sadar sudah menangisi Arvin seperti korban kejahatan perang, dokter memintaku keluar karena Jam besuk sudah selesai. Aku tidak bisa melakukan apapun kecuali patuh.
" Baiklah Arvin, percaya atau tidak, ini saatnya aku untung kembali ke rumah kita, sayang kau belum melihatnya, tapi tak apa, dalam waktu dekat kau akan segera bangun. Aku akan berusaha juga untuk terus percaya, mulai hari ini, perjumpaan kita akan semakin sering, selamat beristirahat." Aku mengusap dahi remaja tersebut dan segera keluar dari ruangan ini.
Setidaknya, meski belum bisa melihat mata Arvin terbuka dan sadar sepenuhnya, ada harapan yang kini muncul. Luka di pelipis ini telah memberikan hasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]
Fiksi IlmiahKisah-kisah lama telah hilang, dunia berganti pada lembaran baru. Tanah-tanah hijau itu jadi saksi dari tumbuhnya Tirani baru yang merongrong di era kebangkitan umat manusia. Jauh setelah gempa besar dan perang nuklir, segelintir umat manusia mulai...