Tidak ada yang lebih disukai Silas, kecuali bola dan anak-anak yang bermain disana. meski gemerlap pesta panen ini cukup membuat mata pusing. Meski Arvin sudah berusaha membuatnya menikmati nuansa festival panen dengan makanan, para penari, pagelaran musik dan lampu yang kelap-kelip namun ketertarikan utama anak ini tetap sama, Bola. Arvin sudah lelah mencoba mengalihkan perhatian Silas pada hal lain selain bola, namun dia anak yang punya pendirian kuat dan tidak mudah dipatahkan. Alhasil, dia hanya duduk menikmati eskrim aneka buah sambil melihat sahabatnya ini menggila di atas sepetak tanah yang disulap jadi lapangan sementara.
Baru beberapa suap dia menikmati perpaduan manis dan asam dalam dinginnya es, makanan yang membuat Arvin terlena itu sudah berpindah tangan ke Belma. Dia muncul entah dari mana dan tiba-tiba menyendok penuh serta memasukannya ke mulut dengan ukuran yang dibilang tidak normal untuk seorang wanita pada umumnya. Merasa haknya dilanggar, Arvin protes saat itu juga, " Merebut hak milik orang lain tanpa memintanya terlebih dahulu adalah kejahatan, kau tahu."
Arvin mengambil kembali gelas eskrimnya, namun semuanya sudah terlambat karena tidak ada apapun yang tersisa kecuali sedndoknya. Ia menunjukkan benda itu kepada Belma, dan dia hanya mengedik bahu. " Maaf, tapi hanya itu yang tersisa, aku kehausan."
Arvin membenamkan wajahnya di atas meja. " Itu es krim terakhir yang tersisa malam ini, tidak akan ada lagi sampai festival panen satu tahun ke depan, aku menunggu selama satu tahun untuk ini, dan kau...," Arvin menunjukkan wajahnya, "...memakannya begitu saja."
Belma hanya tersenyum simpul semanis mungkin, dia menangkupkan kedua tangan dan meminta maaf. Arvin tidak tahu harus berbuat apa, dia hanya menggeram kesal dan menangkupkan wajahnya dan membenamkannya lagi di atas meja.
Merasa bersalah, dia berusaha mencairkan suasana. " Ba-baiklah, maaf ya, hehehe....oh ya, kau melihat dimana Silas."
Arvin kembali bangkit, lalu menunjuk ke Arah Silas dengan lemas. " Disana, masih dengan bola dan anak-anak yang sama."
" Dia maniak bola memang, tapi dia begitu ekspresif sih ketika bermain bola, itu point tambahan yang bisa aku tambahkan."
Arvin menatap ke arah Silas, mungkin dengan ini dia bisa mengobati rasa kecewanya karena es krim. Arvin kemudian beralih menatap Belma, " Jadi, kau sudah memaafkannya? Perihal yang tadi?"
" O-oh, itu ya, aku hanya sedikit mengalami lonjakan emosi. Bukan hal yang aneh, itu biasa untuk remaja. Hehehe..."
Belma menopang kepalanya dengan dagu, melihat Silas dengan seksama, sesuatu yang aneh sedang terjadi, Arvin menyadari hal tersebut. Dia melihat ada senyum yang sedikit demi sedikit muncul dari wajahnya yang mulai memunculkan jerawat. Arvin mengikuti arah pandang Belma yang seperti orang terkena hipnotis. Kedua mata hazel itu tak pernah lekat dari Silas, ia seakan-akan mengikuti bagaimana pria itu bergerak. Ini membangkitkan analisa Arvin, dia pandang seksama tingkah laku Belma. Mulai dari kepala, jeda napas yang terdengar, tingkah kaki dan juga perilaku tangan. Ia melihat itu lalu membandingkannya dengan tingkah dan perilaku lain yang pernah ia teliti dari teman-temannya yang juga berusia remaja. Dalam beberapa detik perenungan, dia ahirnya menemukan jawaban.
"Belma, aku telah mengambil kesimpulan."
Belma yang setengah melamun itu teradar saat namanya di sebut Arvin. Ia membenarkan posisi duduk untuk mendengarkan Arvin, alisnya bertaut. " Apa yang kau simpulkan?"
Arvin nampak bersemangat, ia hirup napas sedalam-dalamnya, lalu menhembuskannya sekali tekanan. " Aku telah menemukan rahasia, sebuah rahasia yang mungkin kau sudah sadari ini dan tidak mau mengungkapannya. Belma, kau menyukai Silas bukan?"
Pupil Belma membesar, kulit wajahnya bernagsur-angsur memerah. Bibirnya tidak bisa diam dalam satu posisi. " Hal bodoh apa lagi yang kau simpulkan sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]
Ciencia FicciónKisah-kisah lama telah hilang, dunia berganti pada lembaran baru. Tanah-tanah hijau itu jadi saksi dari tumbuhnya Tirani baru yang merongrong di era kebangkitan umat manusia. Jauh setelah gempa besar dan perang nuklir, segelintir umat manusia mulai...