Mereka melanjutkan perjalanan.
Diatas bukit, Belma menangis sekeras yang dia bisa. Untung saja tidak ada yang mendengarkan, sehingga saat dia melakukan hal tersebut hanya suara jangkrik dan serangga malam yang membuyarkan suaranya. Rasa ketidakmampuan dan ketidakberdayaan membuat dirinya tiba-tiba menjadi selemah ini. sempat ia menyalahkan ketidakseimbanan hormon yang terjadi padanya, namun rasa-rasanya itu percuma. Dia pernah mendengar bagaimana teman-teman yang sudah pernah mengalami ini melampiaskan rasa tersebut, dia tidak menyangka bahwa ini akan menjadi hari yang cukup sulit baginya. Dalam ketidakberdayaan itu, Belma menatap ke arah festival. Dari atas bukti semua nampak indah dan nyaman, pencahayaannya sangat terang dana da dua kampu sorot yang menuju ke langit. Melihat itu semua tidak membuatnya bahagia, malah sebaliknya. Ia malah mengingathal bodoh yang terjadi beberapa waktu lalu, dan tanpa berpikir panjang dan malah ingin melampiaskan hal tersebut pada Arvin sekarang. Jika seandainya dia ada disini, begitulah yang dia harapkan.
Akan tetapi, pada kenyatannya, tidak ada siapapun yang berdiri diatas bukit kecuali dirinya. Fakta ini membuat keasadarannya kembali. Ia sempat menyalahi dirinya sendiri kenapa malah kabur ke arah bukti, namun bagaimana bisa ia turun sekarang? Jalurnya terlalu gelap. Maka muncullah pemikiran aneh untuk tinggal disini selama semalam, digigiti nyamuk, semut api da serangga-serangga penghisap darah lain. dalam keadaan seperti ini dia merasa begitu tenang, nyaman, sampai-sampai dia mendengar suara hatinya memanggil dirinya sendiri.
"Belma!" ucap suara itu sayup-sayup. Dia yakin itu pasti pembimbing jiwanya. Namun, ada seusatu yang aneh. Suara itu semakin kencang dan semakin keras, seakan-akan dia mendekat. Belma menoleh kebelakang, namun dia tidak menemukan apapun. Berbagai pikiran negatif masuk ke dalam kepalanya. Dalam hal ini, dia paham bahwa ada yang sesuatu yang salah. Bulu kuduknya menegang, dia merasa ada sesuatu yang sedang mengikutinya.
Ia berteriak keras ketika dua sosok gelap muncul dari balik jalur menuju bukit.
Belma memejamkan mata dan bertetiak, terdengar dua makhluk itu berlari ke arahnya. Kedua kaki Belma seperti ditahan sesuatu, dia tidak dapat melakukan langkah apapun. Dia merasa seluruh hidupnya sekarang di tahan oleh kedua makhluk itu. Lalu tiba-tiba, ada sesuatu yang membekap mulutnya.
" Hei-hei diamlah, ini aku Silas, kau bisa mengundang seluruh warga jika berteriak disini!" ucapnya keras namun tidak sekarang teriakan Belma. Secara remang cahaya bulan, dia dapat melihat kedua orang itu adalah Silas dan Arvin.
" Astaga, teriakanmu hampir menghancurkan gendang telingaku." Protes Arvin, dia masih menepuk-nepuk kedua telinganya.
" Ma-maf, itu refleks."
" Kenapa kau pergi ke bukit malam hari, ini berbahaya." Silas menatap Belma khawatir, tidak pernah dia melihat Silas melakukan hal itu.
" A...a..anu, aku tidak tahu harus berbuat apa, Tadi benar-benar kacau, heeheheh." Belma menggulum senyum kecil, ia usap tengkuknya karena malu. Malu karena dengan terang-terangan dia mengatakan itu, malu karena sekarang mereka berdua harus rela-rela datang menjemputnya di sini. Semua jadi repot gara-gara ketidakseimbangan hormonal.
" Sudahlah, aku sudah tau alasannya."
Kedua mata Belma melotot, ia beralih pandang ke arah Sila, tidak lagi membuang muka.
"Bagaimana yah, aku juga bingung mengatakannya." Kini, giliran Silas yang mengusap tengkuknya bingung.
" Haiss, kalian ini," Keluh Arvin, " Aku harus turun tangan juga sekarang? Kalian sudah saling berhadapan, langsung saja katakan. Silas, katakanlah, ayo! Biar kita bisa pulang lebih cepat, aku lelah setelah berlari puluhan meter ke bawah."
" Hei diamlah anak kecil, kau belum remaja bagaimana bisa tahu?" Timpal Silas, Arvin hanya bisa mendegus kesal, dia putuskan untuk menyender saja di bongkahan batu di dekat mereka. melihat bagaimana Silas akan emngakhiri ini semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]
Science FictionKisah-kisah lama telah hilang, dunia berganti pada lembaran baru. Tanah-tanah hijau itu jadi saksi dari tumbuhnya Tirani baru yang merongrong di era kebangkitan umat manusia. Jauh setelah gempa besar dan perang nuklir, segelintir umat manusia mulai...