Tidak habis pikir, aku benar-benar meremehkan Belma kali ini, dari sekian banyak pesawat yang aku pakai, mau sebesar apapun level kekuatannya, Belma dengan mudah membuatku seperti pemain amatir. Rahasia apa yang dia pakai? Ini adalah misteri.
Aku selalu dibuntungkan oleh harapan, ketika aku nyaris menghancurkannya, dia ternyata menjebakku. Sial! dari berbagai level yang kami mainkan. Belma selalu mendominasi. Dia bahkan menguasai segala level medan, dari daratan gurun sampai luar angkasa. Aku tidak bisa melakukan apapun, Belma meningkat dengan sangat tajam. Kami sudah sampai di level terakhir, untuk pertama kalinya aku dibabat habis olehnya. Bagaimana dia bisa selicik ini? ah kurang ajar!
" Ini tidak mungkin, aku lebih unggul daripadamu." Kesalku, aku lembar kontrol konsol itu ke sofa bekas disamping kami.
" Mungkin, takdir sudah berbalik." Ia mengambil satu kentang goreng sintetis dan mengunyahnya, dengan sangat menikmati seakan-akan itu sajian kemenangannya. Saat aku hendak mengambil milikku yang tersisa hanya remah-remah. Ini menambah kesialanku.
" Oke-oke, satu kali lagi, dan kita impas." Aku tak yakin bisa menang melawannya. Ahhh sudahlah, kalah dari orang yang kau ajari sendiri bukan hal yang bagus.
" Kita sudahi saja, sebentar lagi jam malam, sebaiknya lekas kembali, ayo." Aku sebenarnya tidak ingin berhenti bermain, namun mengingat akan adanya jam malam, aku terpaksa menyudahi permainan kami dengan sebuah fakta bahwa aku melepas segala kepenatan malam minggu ini dengan kekalahan telak, untuk pertama kalinya dalam karirku bermain konsol Holo. Air Strike sudah membuatku tidak minat lagi, bahkan mungkin Holo Cafe karena kekalahan ini.
Aku terus menggerutu dan sekarang aku malah memohon-mohon diajari bagaimana melakukan putara udara dan hujan peluru tersebut, menjadi satu-satunya hal yang kami obrolkan selama perjalanan kembali.
" Ini semua tidak masuk akal." Aku menelangkup muka di tangan, masih saja tidak percaya dengan ini semua.
" Tidak masuk akal bagaimana? Semua terkendali kok." Ia tersenyum licik, dan itu membuatku semakin curiga dengan kemenangan Belma.
Ia melihatku dengan ekspresi yang sama, lalu dengan sekali napas panjang dia menjelaskan alasannya. " Terkadang, kau perlu kalah untuk bisa menang, dan menang untuk bisa kalah. Aku selalu mengalah untuk menemukan rahasiamu, dan itulah yang membuatku menang, belajar dari yang biasa menang. Cukup mudah bukan?"
" Aku, masih belum menerimanya." Bagaimanapun, dikalahkan perempuan dalam permainan yang seharusnya mudah bagi pria adalah hal yang cukup—dalam bahasa yang agak kasar—payah!
" Suatu saat, kau akan paham maksudku." Belma memberiku ungkapan aneh itu, buatku selalu bingung dengan logika dibalik kata itu. Karena ungkapan-ungkapan tersebut, nyaris saja aku curiga Belma adalah anggota suatu kekultusan atau sekte-sekte beraliran ekstrem. Namun, segera aku tepis pemikiran kuno itu.
" Ahh...Baiklah, aku mengalah. Kau menang." Aku sudah buntu, baiklah lagi pula jika dipikir dengan akal sehat, itu hanya permainan, tidak lebih.
" Akhirnya, si sombong Salasar mengaku juga, hahaha..." ekspresi Belma nampak berbeda dan dia terus memojokkanku. Namun, yah sifat menjengkelkan itu dan agak kelaki-lakiannya terkadang membuat orang-orang kaget. Aku hanya bisa tertawa melihat tingkahnya yang kadang lucu, misterius dan mudah sekali berhubungan dengan banyak orang. ini adalah ciri paling menonjol. Ia mudah menyukai anak kecil, dan terkadang anak kecil juga dengan mudahnya menyukainya.
Aku masih ingat saat perayaan hari nasional, Belma dengan suka rela memberikan pancake kemerdekaan yang harganya lumayan tersebut untuk seorang anak kecil urban yang nampak lusuh dan hanya bisa menelan ludah melihat jajaran kue tersebut di toko kue. Ia pernah mengatakan, bahwa dia menabung uang gajinya untuk bisa mendapatkan kue yang hanya keluar setiap satu tahun sekali tersebut.
Belma melihatku terbengong menatapnya, saat ia melambaikan tangan dia berhasil menyadarkanku. Sesaat rasanya membingungkan. " Apa yang kau pikirkan? Jika kau biarkan saja kau bisa terantuk dengan tiang listrik itu."
Belma benar, ada satu tiang listrik besar di depanku. Aku buru-buru belok selangkah, benda tersebut mendadak nampak mengerikan, apalagi saat aku membayangkan dia menimbulkan luka lebam dikepalaku " Nyaris saja."
" Kau nampak banyak pikiran Sal, tak biasanya sering melamun. Ada yang dipikirkan? Apa ini tentang Adikmu?"Tebak Belma.
Aku tidak bisa menjawabnya sepenuhnya benar, namun karena dia mengatakan hal tersebut. Aku jadi teringat dengan Arvin. "Sedikit, hanya permasalahan bagaimana aku bisa mendapatkan uang lebih untuk perawatannya. Aku sudah memakai seluruh dana termasuk Asuransi, namun, semuanya tidak cukup. Kondisi Arvin tidak kunjung membaik, aku perlu sesuatu yang lebih."
" Cobalah jadi pengepul, atau sesuatu yang lebih dari itu. Bekerjalah pada para Perlente."
Bekerja dengan Para Perlente bukan hal yang cukup bagus, kita bekerja nyaris seperti budak. Iming-iming untuk dibayar itu adalah palsu. Kawan satu pabrik ku, Ali, dia tidak pernah kembali sejak memutuskan untuk bekerja dengan kaum perlente bersama delapan orang nekat lainnya. Namanya tidak lagi terdengar. Dia sudah terlupakan.
" Aku tidak mau menjadi budak, lagi pula apa kau tidak tahu yang terjadi dengan orang-orang itu? beberapa mendapat kabar bahwa mereka dijual di New Land, atau dijadikan budak seks di rumah-rumah besar mereka. itu bukan ide bagus." Jawabku.
" Begitukah? Aku baru tahu akan hal itu." dia membulatkan matanya.
Belma tahu apa yang aku rasakan, meskipun kami baru kenal dan bahkan dia belum pernah melihat Arvin. Namun rasa kepeduliannya ini tulus, bukan hanya sekedar cuap-cuap saja. dia bahkan pernah memberiku roti gandum beberapa hari yang lalu, dan aku masih menyimpannya sampai sekarang. Roti gandum adalah makanan yang cukup mahal dan langka, aku tidak tahu kapan bisa membalas dengan roti gandum juga.
Belma nampak surut. " Maaf, aku belum bisa membantu apa-apa, semoga kau menemukan tambahan dana itu secepatnya."
Aku memasukkan tangan ke saku celana. " Yah, terima kasih, kau tidak perlu bertanggung jawab disini, hehehe..lagi pula ini masalahku kok. Aku percaya pasti ada jalan disemua rintangan."
Belma menoleh kearahku protes. " Hei...kau mencuri kata-kataku."
Dia hendak memukulku ringan, aku menghindar dan itu memulai canda gurau kami. Malam ini kami menghabiskan waktu sebelum tanda jam malam khusus distrik 2 berbunyi, beruntung, saat sirine memekakkan telinga tersebut berbunyi, kami sudah berada di depan apartemen. Jujur saja, gedung tua ini ketika malam terlihat menakutkan.
" Baiklah Salasar, saatnya mengucap selamat malam, besok kita bertemu kembali. Jangan lupakan rekreasi, kita jogging besok di taman Victory, bagaimana? Ada parade peringatan hari Mada oleh siswa-siswa sekolah distrik."
Aku mengangguk untuk menjawab, malam itu kami berpisah di lobby apartemen. Kembali untuk tidur, dan memimpikan sesuatu yang besar dan indah. Semoga besok, ya besok ada harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Ursulanda | dan bagaimana kami memenangkannya [ TAMAT ] [Revisi]
Ficção CientíficaKisah-kisah lama telah hilang, dunia berganti pada lembaran baru. Tanah-tanah hijau itu jadi saksi dari tumbuhnya Tirani baru yang merongrong di era kebangkitan umat manusia. Jauh setelah gempa besar dan perang nuklir, segelintir umat manusia mulai...