11.

1K 178 71
                                    

Jika takdir berkata lain? Apa boleh buat. Ini masalah hati, bukan matematika yang jika malas, tak perlu di kerjakan. Cukup bersantai lalu menunggu teman menyelesaikannya.


Sebelum tubuh Zidny sepenuhnya masuk ke dalam kelas, dia mendengar suara heboh di dalam kelasnya. Karena penasaran, Zidny ingin menguping pembicaraan mereka,

"Yang bener lu??"

"Iya gue serius!, dia nyanyiin gue sebuah lagu trus abis itu...." suara Sarah menggantung membuat yang lain penasaran, "...dia meluk gue!" Teriaknya heboh.

"Wahhh jangan-jangan dia suka lagi sama lo!"

"Udah jelas lah. Tanya aja Jidan!" Dengan nada sombongnya Sarah pun menyuruh Jidan menjelaskannya.

"Iyya kak Zaky yang nyuruh gue ngasih tau lo biar lo ke taman"

Semuanya pun terkagum-kagum memuji Sarah, mendengar semua itu kini Zidny tahu siapa yang membuka handphonennya.

'Dasar munafik!'

"Woi!!" Zidny datang mengagetkan Sarah dengan memegangi kedua bahunya, "lagi cerita apa nih?"

Semuanya seketika hening, entah kenapa mereka seperti maling yang tertangkap basah. Lalu beberapa detik setelah keheningan, Gilang datang dengan santainya tanpa menghiraukan kecanggungan orang-orang di kelas. Ia bersiul-siul seolah tak ada siapa-siapa di kelasnya, kemudian ia berjalan keluar kelas.

"Eh, Lang! Tungguin gue!" Zidny pun berlari mengejar Gilang yang langkahnya biasa saja namun kakinya yang panjang membuat Zidny kesusahan mengejarnya.

Gilang berbalik tiba-tiba dan membuat Zidny tak bisa mengerem kecepatannya....

BRUK!
"Adduhh!"

"Jangan panggil gue Lang, emang gue si bolang!" Gilang mendorong jidat Zidny agak menjauh karna tubuh Zidny yang tadinya mendarat di dada bidangnya membuatnya tak enak.

"Trus lo maunya di panggil apa? Masa gue panggil Gil sih, Coba nih! Gil! Gil! GILAAAAAAAAMPP__" bungkaman Gilang pun langsung memotong suara cempreng Zidny.

Dug dug dug, rasanya jantung Zidny memakai speaker hingga dengan jelaa ia dengar detakannya yang begitu keras.

"Ekhem," Zidny memperbaiki posisinya dan berdehem agar dirinya tak canggung, "gue mau nanya, lo kemarin mau bilang apa?"

"Yang mana?"

"Waktu lo ke rumah gue?"

"Ohhh itu. Gak ada kok, lupain aja" ucap Gilang lalu pergi meninggalkan Zidny.

"Ishh!" Kesal Zidny.

_________

Setelah agak lama mengaduk-aduk minumannya tanpa meneguknya sekalipun, Zahdan datang dan mengagetkannya. Zidny baru menyadari keberadaan Zahdan saat pria itu melambai-lambai di depannya wajahnya.

"Eh.."

"Kok melamun? Mikirin apa?"

Dengan senyum canggung Zidny menjawab pertanyaan Zahdan, "hehe gak ada kok."

"Jangan bohong.."

Zidny pun cuma diam tidak menjawab

"Yaudah kalo gak mau cerita, gak papa. Oiya katanya temen kamu yang di rawat di rumah sakit itu udah bisa ke sekolah ya?"

"Ha??" Zidny sempat bingung. Bagai ada jam besar di otaknya, tik tok tik tok...

"Maksud kamu Zaky??"

"Iya, kamu gak tau?" Tanya Zahdan saat melihat mata Zidny yang membulat.

"Zahdan kamu tau dari mana?"

"Dari__"

Ucapan Zahdan pun terpotong oleh keributan segerombolan cewek-cewek yang lewat, "Wahh Zaky udah masuk sekolah lagi ya?"

"Iyya tuh, yuk liat ke kelasnya! Gue penasaran gimana muka dia sekarang!"

"Yuk yuk!"

Zidny berdiri dari duduknya lalu hendak menuju ke kelas Zaky,

"Kamu mau kemana?" Zahdan mencekal tangan Zidny, apakah gadis itu benar-benar tidak peka dengan semua perhatian Zahdan? Kenapa setelah di sakiti oleh Zaky, Zidny masih saja ingin melihat wajah pria itu?

Zidny teridiam sejenak, tak berani menatap Zahdan, "emmm.."

"Aku temenin."

Zidny pun mengangguk, kemudian mereka pergi menuju kelas Zaky. Namun mungkin bukan takdir, pria yang di cari Zidny tidak tampak, dan entah kenapa Zahdan merasa agak senang.

Jam pelajaran di mulai saat bel masuk berbunyi. Zahdan pun meninggalkan Zidny karna dia tidak bertujuan untuk menjjadi budak cinta saat KKN.

Zidny membolos dan memilih untuk berdiam diri di bagian paling atas sekolah, dimana tak ada yang akan mendengarnya menangis dan tak ada yang akan melihatnya terlihat lemah. Dia benar-benar merasa kehilangan Zaky padahal pacaran saja tidak. Ini lebih sakit dari yang ia duga. Perasaan, dulu Zidny meremehkan teman SMPnya bahwa mengapa harus menangis hanya karna cinta, sungguh bodo jika kau membuang-buang air matamu demi seorang pria yang bahkan tak punya hubungan darah denganmu, namun kini dirinya mengerti. Hati ini sakit dengan sendirinya, air mata ini turun tanpa di undang, dan perasaannya tak enak bahkan saat dia berpura-pura baik-baik saja.

Sehabis meluapkan kekesalannya, Zidny beranjak ingin ke kelas, ia melewati lapangan basket. Matanya sembab makanya dia berjalan dengan cepat tanpa melihat sekitar.

Bruk!

"Eh sorry kak,"

"Wah kalo jalan liat-liat dong. Baju gue basah nih" Zidny mendongak menatap siapa yang ia tabrak.

Zaky?

"Eh elo?" Zaky sepertinya mengenalinya. Sebaiknya Zidny harus pergi sekarang juga sebelum ia di serang pertanyaan-pertanyaan yang bisa saja membuatnya keceplosan.

"Eh lu ingat permaisuri lo?" Celetuk teman Zaky.

"Permaisuri? Siapa?"

"Yang tadi, nabrak lo."

"Ha? Sejak kapan?"

"Lo lupa ya? Dia itu belahan jiwa lo. Dulu lo selalu cerita ke anak-anak, kalo lo udah suka dia sejak SD, dan lo bela-belain ikut program 2 tahun SMP demi dia."

Kening Zaky berkerut, apakah benar yang dikatakan temannya itu. Setahunya dia hanya suka pada Rena.

"Gue kan udah punya pacar"

"HA? Siapa??"

"Rena.."

"Sumpah! demi apa lo balikan sama Rena??? Bukannya lo udah khilaf lahir batin?"

"Ashh..udah. Kepala gue sakit. Gue mau ke kelas!" Kepala Zaky rasanya berdenyut-denyut. Dia tidak bisa berpikir terlalu keras. Dan dia masih tidak percaya dengan kata-kata temannya itu. Karna bundanya lah yang sudah menjelaskan semua padanya, tidak mungkin bundanya membohonginya.

Tbc.
😘

Double Z Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang