Meski orang menghapus memori tentangmu, tetap saja perasaan tidak bisa bohong.
Dian tak henti-hentinya menangis, ia sedari tadi berjalan kesana kemari memikirkan kondisi Zidny, Rian sudah membujuknya untuk tetap tenang namun dirinya begitu keras kepala.
Tak lama kemudian seorang dokter keluar dengan wajah tersenyum. Dian langsung menghampirinya, "kalian berdua jangan khawatir, dia baik-baik saja" ucapnya seakan tahu itulah yang teman-teman Zidny tunggu.
Helaan napas lega terhembus di susul senyum Dian, dan Rian. "Untunglah goresan tersebut tidak terlalu dalam dan kalian dengan sigap membawanya ke rumah sakit jika tidak, mungkin goresannya akan melebar"
"Syukurlah." Ucap Rian.
"Pria yang membawa Zidny tadi kemana ya?" Tanya dokter itu.
"Dia pulang dok, ada keperluan." Balas Rian.
____________
"Gue mau bicara sama kalian berdua," ucap Zaky dengan nada yang begitu serius, menatap Jidan dan Dante bergantian. Dua bocah itu terduduk menatap ke bawah merenungi kesalahan mereka.
Zaky mengusap wajahnya kasar, rasanya ia ingin mengumpat. Ia tak berhenti menatap keduanya sambil berdiri bak orang dewasa. Jika orang melihat mereka bertiga mungkin mereka akan mengira Zaky sedang memarahi kedua anaknya.
"Dante.. gue tau, lo punya hubungan sama preman itu kan." Tatapnya pada Dante.
"Lo enggak merasa bersalah, tega-teganya ngorbanin paman lo? Demi nyelametin diri lo sendiri"
"Bagus deh lo paham," jawaban tak terduga keluar dari mulut Dante " gue nggak perlu lagi capek-capek ngejelasin ke kalian, dan merasa bersalah sama Zidny"
Dante bangkit dari duduknya, tersenyum lalu beranjak pergi.
"Tunggu!" Teriakan Zaky membuat Dante berhenti."Lo harus ngakuin semuanya ke polisi!"
Tanpa menjawab bahkan tak berbalik sedikit pun, Dante melanjutkan jalannya dengan santai.
"Gue ngaku gue salah, gue nggak tau Zidny lagi jadi sandera dia. Bahkan gue gak tau kalo dia punya pisau. Gue tau gue bodoh dan ceroboh, tapi gue nggak pernah ada maksud ngelukain orang yang gue sayang." jelas Jidan sesaat setelah Dante pergi.
"Hah? Apa? Lo suka sama Zidny?"
"Iyya, kenapa?"
Zaky terkekeh tak percaya, ia menatap tajam Jidan lalu dengan cepat menggenggam kerah bajunya, "songong lo ya," Zaky terlihat sangat emosi, napasnya menggebu, ia tak tahu ingin berkata apa karna faktanya dia bukan siapa-siapa Zidny dan ia baru sadar sekarang, "...ehhrghhh!!" Erang Zaky, menghempaskan tubuh Jidan ke kursi taman.
Sejenak Zaky berpikir, ia kira tak akan ada yang berani menyukai Zidny sampai saat ini karena semua tahu kalau ia dan Zidny dekat.
Keduanya terduduk, "walaupun lo senior, derajat kita sama kalo persoalan cinta." Ucap Jidan.
______
Zidny dibolehkan pulang setelah 1 hari di rumah sakit karena lukanya tak terlalu parah. Namun ia harus beristirahat di rumah sampai luka di lehernya kering.
Dengan gips yang menempel di leher Zidny, membuat Dian dan Sarah menjadikannya bahan ejekan. Tapi dengan adanya kedua sahabatnya itu, ia jadi merasa di perhatikan dan tak kesepian di rumah.
"Zid, nyokap lo kemana sih?" Tanya Sarah.
"Lagi ada urusan, gak tau, " balas Zidny, "minta air dong Di, itu tuh di nakas." Dian pun mengulurkan segelas air kepada Zidny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double Z
Teen Fiction• BELOM DI REVISI GUYS • [Comedy Sad Romance] SILAHKAN BACA BLURBNYA JIKA INGIN JATUH CINTA PADA CERITA INI ;) "Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada pria yang lebih pendek dariku?" - Zidny Feradita Anjasmara. 4 thn kemudian. "Bagaimana? Masih ingin m...