Part 4

209 38 9
                                    

Selamat membaca ya. 💕

•  

Langkah kakinya yang sedikit cepat terdengar bergema saat berjalan dilorong gedung seni sekolah. Diliriknya beberapa kali jam tangan milikya, waktu menunjukkan pukul 5 petang yang berarti telah 2 jam lebih dia berdiam diri di gedung seni ini. Kaiya merutuk pelan akan kebiasaanya yang satu ini, terlalu sering lupa waktu saat sedang melakukan hobi menggambarnya.

Untung saja jadwal kerja part time dirinya hari ini sedang libur, membuatnya bisa sedikit bernapas lega.

Masih berada di dalam gedung seni, samar terdengar oleh pendengarannya alunan musik yang bertempo sedang, beberapa meter dari tempat ia berdiri, musik itu kia terdengar jelas ditelinganyasaat dirinya mendekat ke salah satu pintu.

Bukan kah gedung ini kedap suara?

Pantas saja, ternyata pintu itu terbuka sedikit yang membuat musik yang sedang terputar didalam keluar dari celah pintu.


Karena penasaran, siapa orang yang masih betah sepertinya berada di gedung seni ini. Kaiya dengan pelan melangkah mendekati pintu yang terbuka itu. Di majukan kepalanya sedikit agak ke dalam, menyipitkan mata supaya bisa melihat seorang pria yang kini berada didepan kaca yang menggerakkan tubuhnya dengan lentur dan selaras mengikuti ketukan dari alunan lagu yang sedang terputar. Dengan penerangan yang redup seperti itu, membuat Kaiya mendesah kecewa, tak bisa melihat paras pria itu.

Melihat tarian pria itu membuat Kaiya sesekali berdecak kagum. Pria itu, menari sangat baik menurutnya. Selagi memperhatikan Kiaya mencoba mengingat setiap informasi yang diberikan Kiana tentang setiap anak di sekolah ini. Tapi, sepertinya Kiana tak pernah menceritakan padanya kalau ada seseorang yang bisa menari sehebat itu.

Kaiya selalu bersemangat saat melihat seseorang yang sedang menari, karena tari menurutnya sama seperti menggambar yang dapat mengekpresikan apa yang sedang dirasakan pembawanya dan membuat beberapa orang yang melihatnya akan merasa takjub. Kaiya berharap bisa melihat pria itu menari setiap saat dan Kaiya dapat berkenalan dengannya.

Ponsel yang berada disakunya bergetar. Membuuat Kaiya dengan cepat sadar karena sejak tadi terfokus memperhatikan pria itu menari.

Mas Alli.

Kaiya menepuk dahinya pelan. Dilihat jam yang ada diponselnya yang sedang bergetar itu dan telah tertulis jam 6 petang. Jika begini dia harus siap dimarahi saat sampai dirumah oleh Mas Alli. Kaiya sebenarnya merasa tak rela, jika harus pulang dan berhenti melihat pria itu menari.

Belum sempat Kaiya menjawab panggilan dari Mas Alli ponselnya telah berpindah tangan. Membuat Kaiya terkejut dan mengangkat kepalanya secara perlahan. Ternyata pria tari itu telah berada dihadapannya membuat Kaiya meneguk ludahnya kasar.

"Ngapain lo?! Ngitipin gue?!"

Deg!

Mata itu.

Kaiya seperti mengenalnya. Ah, ya! Dia pria yang membentak dirinya dihari pertama kali Kaiya menginjakkan kakinya disekolah ini.

"Lo bisu? Nggak bisa ngomong?"

Suara pria itu begitu dingin, membuat bulu kuduk Kaiya sampai berdiri.

Begitu menyeramkannya pria ini, batin Kaiya.

"Ma-maaf, a-aku bukan mau ngintip kok cuman tadi nggak sengaja lewat sini dan aku lihat pintu ruangan tari ini nggak ke tutup rapet." Kaiya sedikit memundurkan badannya saat dirinya membalas perkataan orang yang dihadapannya ini yang memiliki postur tubuh yang tinggi membuat dirinya sedikit mendongak.

IDOL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang