Selamat membaca 💕
|
|
|Dean berlatih sangat keras di dalam ruang tari sekolah. Terlihat dari peluh keringat yang membasahi tubuhnya, dan juga napas yang tersengal.
Tubuhnya ambruk begitu saja di dinginnya lantai. Matanya tertutup, mengambil udara secara rakus seakan hari esok tak bisa lagi menghirupnya.
Jam pelajaran sekolah telah selesai, bahkan ini sudah terbilang cukup sore jika Dean masih berada disekolah.
Dia sudah memberitahu bundanya jika dia akan mengikuti audisi, tentu saja bundanya itu kegirangan dan memberikan banyak vitamin untuk menguatkan tubuhnya yang pasti akan bertambah kerja keras untuk latihan.
Terbersit rasa kecewa, saat papa nya terlihat biasa saja. Padahal dia mengatakan itu saat mereka sedang makan malam bersama.
Dean sangat berterima kasih sama bundanya yang selalu berusaha menguatkannya. Padahal Dean berusaha menutupi rasa kecewanya tapi, bunda yang terlalu peka itu tetap saja mengetahuinya.
Makanya Dean harus berlatih lebih keras, supaya tidak mengecewakan siapa pun.
Dingin di pipinya, membuat mata Dean yang terpejam menjadi terbuka. Dilihatnya, Kaiya sudah duduk bersila disebelahnya.
Dean bangkit dari posisinya yang terlentang. "Ngapain lo ke sini?"
"Kamu aneh. Aku nggak mau kesini, kamu maksa bahkan sampai geret aku untuk dateng kesini. Sekarang aku kesini, kamu malah nanya ngapain aku kesini."
Kaiya bangkit dari duduknya. "Yaudah aku pulang aja. Udah sore juga."
Belum sempat kaki Kaiya melangkah menjauh dari Dean. Salah satu tangan Dean menggapai tangan Kaiya.
"Duduk lo. Cepet ngambekan banget sih lo sekarang."
Kaiya mencebik. Apa kata Dean tadi? Ngambekan?
"Biasa aja bibirnya, udah mirip bebek Lo kalo kayak gitu."
Mendengar itu membuat Kaiya dengan cepat memukul bahu Dean hingga membuat Dean meringis.
"Kalo aku bebek, kamu apa? Burung kakak tua?" Ucap Kaiya dengan keras yang sudah kesal karena mengatainya bebek.
"Marah lagi?" Tanya Dean saat Kaiya yang memunggunginya. "Gue cuma bercanda, jangan dimasukin ke hati banget. Serius banget sih jadi orang."
Dean menegak minuman yang dibawa oleh Kaiya.
Dean berdiri, saat sudah menuntaskan minumnya. Meraih dua tangan Kaiya untuk berdiri juga, Kaiya yang sejak tadi hanya memainkan tali sepatunya menjadi bingung.
"Mau ngapain?"
"Daripada kamu duduk nggak ada kerjaan dan malah mainin tali sepatu gitu kan nggak ada faedahnya. Mending gue ajarin Lo nari, gimana?"
Mata Kaiya berseri, seperti mendapatkan hadiah besar. Tapi hanya sebentar, Kaiya mendesah karena tubuhnya tidak seluwes Dean. Alias kaku.
Kaiya akhirnya menolak ajakan Dean dan memilih duduk disalah satu kursi di pojok ruangan. "Nggak ah. Aku nggak bisa. Aku liatin kamu aja."
Dean menghampiri Kaiya, dan menariknya untuk kembali berdiri di tengah ruangan. "Mumpung gue baik."
"Aku nggak mau... Nanti badan aku malah jadi sakit-sakit yang ada." Kaiya mencoba melepaskan tangan Dean. Memasang muka memelas supaya Dean mau melepasnya, tapi percuma, Dean tetaplah Dean, si tukang paksa yang pernah Kaiya kenal.
Badan Kaiya digerakkan oleh Dean, seakan dirinya robot. Walaupun gerakan dasar tetap saja Kaiya tidak menyukainya. Lebih baik melukis, batinnya menjerit.
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOL [TAMAT]
Ficção Adolescente[Selesai] Menggapai sesuatu yang diinginkan, ternyata tak semudah itu dilakukan oleh Dean. Bertemu dengan gadis yang selalu marah jika bertemu dengannya, adalah hal baru di kehidupannya. Gadis itu, Kaiya Natasya, keajaiban baginya. ~Dean Stya Lintan...