Part 30

90 16 16
                                    

Selamat membaca 💕

|
|
|

Warning typo bertebaran ⚠⚠⚠
•••

"imo,"

"Kenapa?"

"Kakak ganteng yang biasanya itu kok nggak main ke rumah? Padahal ini hari libur." Mila bertopang dagu melihat Kaiya yang masih sibuk dengan tugasnya membersihkan halaman depan.

Kaiya tersenyum kecil, berbalik badan melihat keberadaan Mila.

"Kakak gantengnya lagi sibuk." Mukanya sedikit sendu, mulai kembali menyapu. "Sebentar lagi kakak gantengnya, akan pergi jauh."

"Yah.. padahal aku pengen main sama kakak ganteng." Mila mengerucutkan bibirnya, pertanda kesal karena tidak dapat bermain dengan Dean seperti minggu-minggu sebelumnya.

"Jangan sedih gitu. Sebelum ada kak Dean juga kamu main sendiri, kan. Kalo nggak kita nanti pergi ke mall, kita main di Timezone."

"Bener?! Janji ya, imo!!"

"Iya.. kamu nggak percayaan banget sih."

"Asiikkk.." Mila melompat kegirangan, berteriak ke dalam rumah, membuat rumah yang tadinya sunyi senyap menjadi berisik dengan hanya suara Mila saja.

"Dasar tembem, tadi aja lemes banget sekarang udah berisik aja lagi."

Hendak melanjutkan pekerjaannya, suara yang familiar ditelinganya terdengar.

"Ngeri ya rumah kamu sekarang, kamu ngomong sendiri gitu."

Kaiya tersentak, saat melihat Dean telah berdiri didekatnya. Wajah usil itu terlihat tepat di depan matanya. Hendak protes karena sudah mengagetkan tapi, tak tega. Wajah Dean yang usil itu tetap terlihat guratan lelah, mata panda pun juga terlihat disana. Tidak seperti Dean biasanya.

Kaiya yakin betul, pasti Dean terlalu memforsir badannya, tanpa istirahat, tanpa memakan makanan yang sehat.

Tangan Kaiya dengan cepat mencubit pipi Dean dengan gemas. "Liat! Kamu pasti nggak istirahat. Makannya juga nggak teratur."

Kaiya melepas tangannya dari pipi Dean dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda dengan membelakangi Dean.

Tiba-tiba saja hatinya sakit melihat Dean dalam keadaan seperti ini. Bukannya tidak senang jika Dean sebentar lagi dapat menggapai mimpinya. Hanya saja, cara Dean terkadang salah. Tidak memperdulikan hal-hal kecil seperti makanan yang dapat membangkitkan semangat di dalam tubuhnya. Seakan tubuhnya kuat-kuat saja jika mengabaikan itu semua, tapi, jika terus berulang, bukannya tubuh itu akan rapuh juga?

"Kamu sudah berapa kali, sih, aku bilangin. Perhatiin diri sendiri, Dean. Jangan suka memforsirnya seperti ini. Kamu memang mau nantinya malah sakit?"

"Kalo aku sakit, ada kamu kamu yang akan sigap ngerawat aku." Sela Dean sambil terkekeh.

Kaiya tiba-tiba saja membanting sapu yang dia pegang sejak tadi. "Kalo kamu masih disini, iya! Aku bisa ngerawat kamu. Sebentar lagi kita akan berjauhan, gimana bisa aku ngerawat kamu? Mungkin kamu juga nggak bakal ngabarin aku kan kalo kamu lagi sakit disana? Aku dukung kamu, tapi, aku benci kalo kamu egois gini sama badan kamu sendiri."

Mata Kaiya berkaca-kaca. "Jaga kesehatan kamu, Dean." Lirihnya, yang masih berusaha menahan bulir air mata yang nyaris jatuh jika dia tidak mengadahkan kepala.

Dean menghela napas kasar. Kaiya sangat tahu dirinya. Percuma saja jika dia berpura-pura dihadapan Kaiya jika dia baik-baik saja saat ini. Toh, memang tubuhnya sedang tidak fit hari ini. Tapi, demi bertemu 2 orang cerewet dengan rentang usia yang berbeda itu, Dean rela datang kesini. Menguatkan badannya yang sudah lelah sekali, mungkin saja obatnya ada disini.

IDOL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang